Mohon tunggu...
Tri Rahayuningsih
Tri Rahayuningsih Mohon Tunggu... -

S1 PGSD Kebumen NIM K7109188

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Jangan Banyak Mengeluh

16 April 2011   12:17 Diperbarui: 26 Juni 2015   06:44 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Ketika kita dihadapkan pada permasalahan yang menurut kita sangat menekan batin dan otak kita, ingin sekali kita senantiasa mengeluh dan mengeluh. Pernahkah kita berpikir apakah akibatnya bila kita selalu mengeluh dan mengeluh dengan apa yang kita jalani. Yang pertama kepada Yang Kuasa, kita adalah orang yang kurang bersyukur dengan apa yang Alloh berikan kepada hamba-Nya. Padahal dengan cobaan yang kita hadapi merupakan langkah untuk meningkatkan derajat kita di sisi-Nya, dengan begitu pun kita akan semakin kuat. Alloh-lah, Dzat Yang Maha Menutupi kelemahan-kelemahan kita, ketika kita hanya mengadukan semua beban kita kepada-Nya, makhluk-makhluk-Nya pun tidak tahu apa kekurangan kita.

Yang kedua terhadap orang lain, kita akan dipandang rendah karena orang pun bisa menjadi risih dengan bualan-bualan kita, dengan keluhan-keluhan kita. Ketika kita mengeluh bila tak punya uang, pernahkah kita berpikir tentang mereka-mereka yang kemiskinan dan tak punya uang untuk membeli makan, mereka yang tidur di kolong-kolong jembatan yang kedinginan sedangkan kita makan Alhamdulillah kenyang, tidur pun menggunakan kasur yang empuk, sedangkan suara mereka sudah parau dan tak terdengar lagi di telinga kita tentang keluhan-keluhannya. Ketika kita mengeluh tentang masalah-masalah kita pernahkah kita berpikir bahwa masih banyak di antara teman-teman kita yang punya masalah yang lebih besar di atas kita, sedangkan Alloh pun tidak akan memberikan masalah kepada kita melebihi porsi kita. Kita tidak boleh merasa bahwa Alloh tidak adil ketika do’a kita tidak dikabulkan oleh-Nya, ketika keinginan kita tidak dipenuhi oleh-Nya. Pernahkah kita berpikir bagaimana usaha dan ibadah-ibadah kita?

Saya punya cerita yang menarik dari seorang bakul tempe yang saya dapatkan dari teman saya. Ada seorang bakul tempe yang tiap harinya selalu menjual tempe di pasar. Untuk makan, mencukupi kehidupannya sehari-hari ia mengandalkan uang hasil jualannya itu. Suatu hari selesai sholat shubuh, dia kembali ke dapur, melihat rak-rak tempat meletakkan tempe-tempe yang akan ia jual. Betapa terkejutnya ketika ia dapatkan tempenya masih utuh berupa kedelai belum ada kapas-kapas putih ragi. Ia berpikir bagaimana hari ini dia makan, bagaimana nanti membeli bahan yang digunakan untuk membuat tempe untuk dijual esok hari. Lalu dia berdoa pada Alloh, ia yakin bahwa doanya pasti dikabulkan oleh-Nya. “Ya Alloh, jadikanlah tempe ini biar bisa kujual di pasar. Ku yakin Kau tidak pernah membuat hamba-Mu dalam kesengsaraan. Amin..” Kemudian ia menengok tempe tersebut, dan alangkah terkejutnya saat tempe itu masih utuh berupa kedelai. Lalu ia berdoa lagi dengan doa yang sama berharap keajaiban datang, lalu dibukanya pembungkus tempe itu, dan alangkah terkejutnya ketika hasilnya masih sama. Kemudian ia merapikan diri, dan ia berpikir bahwa Alloh sedang memproses doanya. Kemudian ia membawa tempe-tempe itu ke pasar. Dan sesampainya di pasar, ia kembali melihat bungkusan tempe itu dan tubuhnya pun lemas ketika diketahuinya bahwa tempenya masih belum juga jadi. Satu per satu temannya bergegas pamit dan meninggalkan dia sendiri karena tempe mereka sudah laku semua. Saat itu dia berpikir bahwa Alloh tidak adil, dan membiark dia dalam kesengsaraan. Tiba-tiba ada yang mencolek bahunya.. “Bu, apa ada tempe yang masih setengah jadi? Muter-muter saya cari ngga nemu-nemu..” Deg! Hatinya kaget, kemudian dia berdoa agar doanya tadi tidak dikabulkan. Perlahan dia buka bungkus tempe itu dan hasilnya masih sama, belum jadi tempe. Alhamdulillah.. “Ada neng… Kok tumben cari tempe yang belum jadi?”. “Iya bu, soalnya anak saya yang sekolah di luar negeri ingin tempe, kalau belinya udah jadi kan entar jadi busuk, jadi cari yang masih bakal, Bu..”. Yah, begitulah ceritanya..

Kadang seseorang selalu memaksakan Alloh untuk senantiasa mengabulkan permintaan kita yang menurut kita baik, tapi kadang Alloh menjawab dengan “TIDAK” dan dengan itu Alloh pun mengganti dengan yang lebih baik kepada kita. Kita tidak boleh senantiasa mengeluh dan mengeluh, tetapi sebaliknya kita harus ikhlas. Sebelum kita mengeluh karena kita tidak cantik/tidak tampan lihatlah dahulu mereka-mereka yang fisiknya cacat. Sebelum kita mengeluh tentang tugas-tugas kuliah kita, perhatikanlah mereka-mereka yang belum bisa mengenyam pendidikan hingga perguruan tinggi. Perhatikanlah betapa beruntungnya kita! Untuk apa kita bersedih? Untuk apa kita mengeluh? Sedangkan mereka yang berada di bawah kita mampu mengembangkan senyumnya dengan leluasa. Yang ketiga yaitu bagi diri sendiri, orang yang mudah mengeluh akan membuat hati tidak tentram dan tidak bahagia. SEMOGA KITA TERMASUK ORANG YANG PANDAI BERSYUKUR.. AMIN..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun