Mohon tunggu...
Tri Apriyadi
Tri Apriyadi Mohon Tunggu... lainnya -

Belajar menulis. \r\n

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Nyi Ageng Serang

8 Desember 2013   02:08 Diperbarui: 23 Juli 2016   15:40 8133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu ikon yang terkenal di Kabupaten Kulon Progo adalah pahlawan wanita yang bernama Nyi Ageng Serang. Nyi Ageng Serang adalah pejuang wanita yang gigih berperang melawan penjajah di daerah Kulon Progo. Untuk menghormatinya perjuangan beliau di buatlah monumen patung Nyi Ageng Serang yang bertengger di pusat perlimaan jalan utama Kulon Progo. Patung Nyi Ageng Serang sedang menaiki kuda dengan membawa bendera di tangannya.

Mungkin banyak yang belum tahu tentang sejarah hidup perjuangan Nyi Ageng Serang. Tidak banyak referensi yang menceritakan tentang hidup dan perjuangan Nyi Ageng Serang. Nyi Ageng Serang memang kalah tenar di banding dengan pahlawan nasional wanita lainnya seperti Tjut Nya’ Dien dan Raden Ajeng Kartini.Kisah perjuangan Tjut Nya’ Dien sudah di filmkan dengan sutradara Eros Jarot dengan judul yang sama. Bahkan film ini berhasil beberapa penghargaan termasuk sebagai Film Terbaik di ajang FFI.

***

13864430791219748059
13864430791219748059

Nyi Ageng Serang dilahirkan di desa Serang (terletak 40 km sebelah utara Solo dekat Purwodadi, Jawa Tengah ) pada tahun 1762 dengan nama R.A Kustiah Wulangningsih Retno Edi . Ayahnya bernama Panembahan Senopati Notoprojo yang ahli di bidang Keprajuritan. Beliau adalah pengikut setia Pangeran Mangkubumi atau Sultan Hamngkubuwono II, pendiri Kerajaan Mataram Islam.

Pada usia 16 tahun, R.A Kustiah Wulangningsih Retno Edi mengikuti anjuran dari bibi dan pamannya untuk pindah ke Kraton Mataram. Sampai di Kraton Mataram, R.A Kustiah Wulangningsih Retno Edi di sambut dengan gembira oleh Sultan Hamengku Buwono II. Situasi kraton berbeda dengan dengan ketika berada di lingkungan desa. Dengan pendidikan di kraton maka kepribadian dan pengetahuan beliau berkembang dengan pesat. Beliau tumbuh menjadi seorang yang luwes, cerdik pandai dan juga berwatak keras.

Perkembangan pesat yang dialami oleh R.A Kustiah Wulangningsih Retno Edi membuat Sultan Hamengku Buwono II tertarik untuk menjadikan istri. R.A Kustiah Wulangningsih Retno Edi tidak menolak maupun mengiyakan. Sultan Hamengku Buwono II tidak marah mengetahuihal tersebut.

Melihat kemampuan R.A Kustiah Wulangningsih Retno Edi, Sultan Hamengku Buwono IImengutus R.A Kustiah Wulangningsih Retno Edi berrtempat tinggal di Kademangan, agar bisa mengetahui situasi dan kondisi diluar kraton, sehingga nantinya akan menjadi masukan yang baik bagi Sultan Hamengku Buwono II dalam menentukan sikap.

Setelah lama tinggal di Kademangan, atas permintaan Sultan Hamengku Buwono II , R.A Kustiah Wulangningsih Retno Edi kembali ke kraton. Selama di dalam keraton R.A Kustiah Wulangningsih Retno Edi selalu didesak untuk menjadi istriSultan Hamengku Buwono II.

Setelah lama selalu di desak, akhirnya R.A Kustiah Wulangningsih Retno Edi menerima Sultan Hamengku Buwono II dengan syarat setelah menikah tidak hidup satu atap. Ini dikarenakan beliau masih memikirkan tentang perjuangan membebaskan rakyat dari penjajah Belanda. Atas perkawinan tersebutbeliau mendapat nama Bendoro Raden Ayu Kustiah Wulangningsih Retno Edi.

Beberapa berselang akhirnya mereka berpisah dan BRA. R.A Kustiah Wulangningsih Retno Edi memilih tinggal di bumi Serang. Setelah tinggal disana, masyarakat memanggil beliau dengan nama Bendoro Ayu Nyi Ageng Serang. Di bumi Serang itulah beliau selalu menyebarkan bibit-bibit nasionalisme dengan selalu membakar semangat melawan penjajah.

Bendoro Nyi Ageng Serang akhirnya menikah lagi dengan Pangeran Mutia Kusumawijaya dan atas persetujuan kraton beliau diangkat sebagai Panembahan dan mempunyai puteri bernama R.A Kustinah.

R.A Kustinah diambil menantu oleh Sultan HB II, dijodohkan dengan B.R.M. Mangkudiningrat dan dikaruniai seorang putera bernama Raden Papak dan bergelar G.P.A. A. Notoprojo.

***

Pada masa itu di kraton Mataram sedang terjadi konflik antara Pangeran Diponegoro dengan Belanda karena kesewenangan pihak Belanda terhadap rakyat. Pada tanggal 20 Juli 1825, pihak Belanda mengirimkan serdadu –serdadu dari Yogyakarta untuk menangkap Pangeran Diponegoro. Ini di picu ketegangan antara kedua belah pihak dengan akan di bangunnya jalan raya di dekat Tegal rejo. Segera meletus pertempuran terbuka. Tegalrejo direbut dan dibakar, tetapi Pangeran Diponegoro berhasil meloloskan diri. Pangeran Diponegoro lalu mencanangkan panji pemberontakan. Perang Jawa / Diponegoro (1825 – 1830 ) pun dimulai.

Pernyataan perang terhadap Belanda tersebut tentu saja mendapat dukungan sepenuhnya dari Nyi Ageng Serang dengan Laskar Semut Irengnya. Nyi Ageng Serang dengan laskarnya ikut berperang melawan penjajah Belanda.

Selama perang tersebut Nyi Ageng Serang menggunakantaktik kamuflase daun keladi atau daun lumbu. Daun lumbu wajib di bawa oleh setiap prajurit dan rakyat yang ikut berperang yang nantinya di gunakan sebagai payung ataupun bersembunyi. Dengan daun itu Nyi Agen Serang memerintahkan pasukannya melindungi kepalanya untuk penyamaran sehingga tampak seperti kebun tanaman keladi jika di lihat dari kejauhan. Musuh akan di serang dan di hancurkan bila sudah dekat dan dalam jarak sasaran.

Nyi Ageng Serang berjuang di daerah Grobogan, Purwodadi, Gundih, Kudus, Demak, Pati, Semarang, Magelang. Dalam perang gerilyanya akhirnya beliau sampai di pinggiran sungai Progo di daerah Dekso dan bermarkas di bukit Traju Mas. Sebuah bukit yang sekarang di namakan dengan bukit Menoreh. Akhirnya tempat tersebut dijadikan markas komando Nyi Ageng Serang

Nyi Ageng Serang oleh Pangeran Diponegoro dianggap sesepuh dan ahli/penasehat strategi perang. Nyi Ageng Serang bersama Pangeran Diponegoro selain meningkatkan taktik daun keladi/lumbu juga membentuk pasukan khusus berani mati yang dinamakan pasukan Sesabet.

Pada saat mesanggrah di Prambanan, Nyi Ageng Serang juga mengamati perkembangan yang terjadi di Kraton Yogyakarta. Pada waktu di tempat itulah beliau mengetahui bahwa Sultan Sepuh (Sultan Hamengku Buwono II ) sudah kembali dari pengasingan atas usaha Belanda dan diangkat menjadi Wali Raja di Yogyakarta. Oleh sebab itu Jendral Van de Cock menggunakan Sultan Sepuh sebagai umpan agar Pangeran Diponegoro dan Nyi Ageng Serang berkunjung ke kraton dan mau mengadakan perjanjian damai antara Sultan Sepuh, Pangeran Diponegoro, Nyi Ageng Serang dan Jenderal Van de Cock. Tetapi niat tersebut tidak tercapai.

Perjuangan Nyi Ageng Serang di wilayah Kulon Progo tidak hanya melawan Belanda saja, tetapi yang membuat Nyi Ageng Serang sangat sedih adalah bahwa dia harus melawan antek-antek Belanda yang merupakan bangsanya sendiri. Salah satu antek Belanda yang paling dibenci adalah Ki Simbar Jaya, karena dia adalah antek Belanda yang sangat kejam terhadap bangsnaya sendiri. Dia tega merampas harta rakyat, adu domba, menyiksa sampai memperkosa.

Pertempuran demi pertempuran di menangkan oleh Nyi Ageng Serang. Tetapi sekali lagi,yang membuat sangat sedih adalah membunuh bangsanya sendiri, sedangkan pasukan Belanda berada di belakang mereka.

Ki Simbar Jaya berhasil ditaklukkannya dengan senjata Cundrik dan Selendang yang selalu menyertai Nyi Ageng Serang. Karena kesaktiannya oleh masyarakat Serang, Nyi Ageng Serang dijuluki juga Djayeng Sekar. Antek-antek Belanda lain yang berhasil di bunuhnya adalah Kyai Aras Langu dan Kyai Penther.

Pada akhir tahun 1830, Nyi Ageng Serang sudah berusia lanjut. Atas permintaan kraton serta bujuk rayu abdi terdekatnya akhirnya Nyi Ageng Serang bersedia untuk kembali ke kota. Beliau lalu bertempat di Notoprajan. Tidak banyak kegiatan yang dilakukan Nyi Ageng Serang di sana, terlebih ketika mendengar bahwa Pangeran Diponegoro berhasil di tangkap oleh Belanda di Magelang dengan menggunakan tipu muslihat yang sangat licik.

Pada tahun 1932, di Notoprajan Nyi Ageng Serang bertemu dengan Pangeran Papak cucunya. Pangeran Papak bercerita dan meminta maaf karena dirinya sampai tertangkap oleh musuh. Pangeran Papak menceritakan semua pengalamannya ketika di tawan di Magelang, Salatiga, Ungaran dan Semarang.

Pada tahun 1833 di senja hari, Nyi Ageng Serang akhirnya wafat. Beliau dimakamkan di dusun Beku, Banjarharjo, KecamatanKalibawang, Kulon Progo (sekarang ).

13864432371868178268
13864432371868178268

Nyi Ageng Serang meninggalkan banyak contoh. Semangat pengabdian, meninggalkan kemewahan demi perjuangan untuk membebaskan bangsa dari penjajahan.

Semoga pemimpin saat ini bisa mencontoh semangatnya, walau dalam konteks yang berbeda.

Kulon Progo, Desember 2013

Sumber :

Mutiara-Mutiara Perjuangan Bukit Menoreh : Sebuah Studi pendahuluan tentang Sejarah perjuangan Bnagsa Daerah Kulon Progo, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kulon Progo, 2008

Riclefs, M.C, Sejarah Indonesia Modern 1200 – 2004, PT Serambi Ilmu Semesta, 2005

www.tokohindonesia.com/biografi/article/295-pahlawan/679-ahli-strategi-diponegoro

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun