Layaknya bunga putri malu, aku selalu berdiam diri dibalik daun pintu kamarku. Tak ada yang menyenangkan dari hidupku, apalagi untuk diceritakan. Semuanya terasa membosankan. Wajar saja, aku tidak mengenal dunia luar, bukan tidak, lebih tepatnya tidak ada kemauan. Orang-orang sering menyebutku dengan 'Putri Malu'. Ya, nama itu.
Sejak kecil aku selalu diajarkan untuk berdiam diri di dalam rumah. Tak ada yang namanya interaksi atau bermain dengan teman sebaya. Semuanya begitu mengasingkan. Aku hanya mengenal kedua orang tuaku dan kakak laki-laki yang kumiliki satu-satunya.
Tidak banyak yang ingin kuungkapkan karena cerita ini sangatlah tidak menarik tentunya. Hanya saja aku ingin berbagai sedikit. Terutama kepada calon para orang tua. Tidak, aku tidak menyalahkan kedua orang tuaku. Hanya saja jika ilmu parenting yang dimiliki lebih luas, kurasa aku bisa mengenal dunia sedari kecil. Aku mungkin akan banyak mengenal kosa kata akan percakapan apapun yang ingin aku katakan dengan lawan bicara. Sayangnya, aku tidak sepandai itu.
Aku terjebak dalam rasa takutku sendiri. Aku tidak bisa memulai percakapan duluan, bahkan sekadar menyapa sekalipun. Semuanya begitu sulit. Ya, alasannya hanya karena sejak kecil aku tidak pernah bersosialisasi dengan orang lain selain orang rumah. Jika ditanya, kenapa tidak belajar? Aku sudah berusaha, tetapi ketakutan selalu datang menghantui. Seolah aku tidak punya kekuatan sedikit pun.
Lagi, aku tidak punya teman. Semuanya kembali dengan alasan yang sama. Mereka tidak mau berteman dengan perempuan pendiam sepertiku. Semakin lama, aku semakin mengurung diri. Aku asik bergelut dengan duniaku sendiri---seolah hanya aku penghuni bumi ini.
Jika saja bisa memutar waktu, mungkin aku akan pergi keluar dari rumah secara diam-diam. Pergi bermain dengan teman sekompleks. Sayang, semua hanya angan yang tak bisa kulakukan. Aku terlalu penakut, anggap saja begitu. Ah, tetapi memang begitu bukan?
Pertanyaan yang selalu terlintas di kepalaku adalah, 'kenapa orang tuaku tidak mengizinkanku bermain keluar?' Bukankah anak kecil sudah sepantasnya untuk mengeksplor ke banyak tempat? Kenapa aku terlalu dikekang? Aku tidak sememalukan itu untuk ditampakkan dengan orang banyak kan?
Sudahlah, lebih baik aku belajar lagi, tidak perlu menyalahkan siapa pun. Aku justru harusnya belajar menerima dan memperbaiki yang sudah salah. Ke depannya, kuharap tidak akan ada 'aku' lagi dalam versi kedua, ketiga, dan seterusnya. Jangan, hidup tanpa teman sangatlah menyakitkan. Mungkin, ketenangan bisa didapatkan dengan menyendiri dari banyaknya keramaian. Namun sungguh, sendiri semenyedihkan itu.
Terima kasih sudah membaca ceritaku. Terima kasih juga teruntuk kamu yang sudah mengizinkan ceritaku untuk ditampilkan di sini.
#AkuHanyaInginDidengar
#ceritasama-sama
Halo buat kamu yang ingin berbagi cerita dan ditampilkan di akun kompasiana ini boleh kirim ceritanya ke email aku (tripenti2901@gmail.com).
Program ini aku persembahkan untuk teman-teman yang ingin bercerita dan hanya ingin didengar, tidak ada penghinaan, juga adu nasib.
Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H