Mohon tunggu...
Tri WulaningPurnami
Tri WulaningPurnami Mohon Tunggu... Guru - Guru SMK Negeri 1 Sutabaya

Literasi, sastra

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jebeng Thulik Sambut Peserta JSAT di Pagelaran Wayang Gagrak

25 November 2024   23:10 Diperbarui: 26 November 2024   19:29 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penulis mengenakan hijab coklat. Sumber Gambar:  Riami, Malang (hijab kuning).

Masih harum kenangan Jambore Sastra Asia Tenggara (JSAT) yang diselenggarakan di Banyuwangi. Banyuwangi memang keren, warga Kemiren pancen oke menyambut tamu. Pertemuan singkat namun mampu membuat kalbu terikat pada indahnya budaya yang dikenalkan. Salah satunya adalah Wayang Gagrak yang disuguhkan pada hari Jumat, 25 Oktober 2024 di Boom Marina Beach (Pantai Marina Boom) mulai pukul 19.00 wib. Di lokasi ini, acara Gandrung Sewu akan digelar keesokan harinya. Pasti lebih meriah lagi.

Sesuai rundown, peserta sudah siap di Rumah Budaya Osing (RBO) Kemiren sejak pukul 18.00 wib. Ada mobil penjemputan yang disediakan panitia untuk mengantar para peserta menuju lokasi pagelaran wayang. Suasana di dalam mobil benar-benar meriah. Tak henti-henti gelak tawa membahana menambah keakraban sesama peserta. Lewat WAG (WA Grup), diinfokan peserta akan disambut oleh penerima tamu yang menggunakan selempang. Alhasil sesampai di Boom Marina Beach, yang dicari pertama kali adalah pengguna selempang di pintu masuk. Merekalah yang akan mengarahkan peserta menuju Wayang Gagrak digelar.

Menyenangkan. Kami disambut duta Banyuwangi berselempang Jebeng dan Thulik (baca: Jebyeng, Tole). Mereka cukup ramah menyambut para tamu budaya. Jebeng dan Thulik merupakan bahasa Osing. Jebeng sebutan untuk para wanita, sedangkan thulik panggilan untuk kaum laki-laki. Kalau di Surabaya namanya Cak dan Ning. Ibu dan Bapak di rumah yang penulis tempati, memanggil byeng pada peserta pelajar yang kebetulan serumah. Ternyata byeng dari kata jebeng. Bertambah lagi kosa kata.

Pada literasi yang penulis baca, jebeng dan thulik ada pakem untuk busana adat Osing yang dikenakan. Pada malam itu jebeng cukup mengenakan busana santai berupa atasan hitam, rok hitam, dan sepatu hitam. Rambut dibiarkan terurai. Begitu juga thulik, mengenakan setelan warna hitam, tutup kepala khas Banyuwangi. Pokoknya serasi dan sedap dipandang mata.

Melihat kehadiran mereka, terbit hasrat mengambil gambar. Ternyata seide dengan Mbak Riami, peserta JSAT dari Malang. Ia langsung menggamit tangan penulis dan berkata, "Ayo foto-foto." Gayung bersambut. Malam itu berpuas diri selfie bersama jebeng dan thulik. Tak sadar peserta lain sudah tak tampak lagi. Akhirnya, mengikuti arahan Jebeng dan Thulis menuju Wayang Gagrak dimainkan.

Benar pepatah mengatakan "tak kenal maka tak sayang". Keindahan wisata Banyuwangi cukup dikenal. Berkah JSAT adalah peserta dikenalkan pada budaya dan adat setempat di desa Kemiren. Hikmahnya adalah rasa memiliki budaya negeri sendiri makin tinggi. Lewat tulisan-tulisan sederhana, diharapkan gaung Banyuwangi makin didengar seantero dunia. (wul)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun