Mohon tunggu...
Tri Maryono
Tri Maryono Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Ponorogo

Fakultas Ekonomi Manajemen

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Melestarikan dan Melindungi Reog Ponorogo

31 Juli 2019   16:00 Diperbarui: 30 Juni 2021   01:46 1082
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesenian Reog Ponorogo (okezone.com)

Di era globalisasi seperti ini semakin banyak masyarakat yang menganggap kesenian khas daerah yang dalam hal ini adalah reog Ponorogo hanya sebuah kesenian masa lalu. Yang di anggap kesenian dengan aura mistis memanggil setan. 

Dalam kenyataannya semakin banyak masyarakat yang melupakan warisan kebudayaan daerah, dalam hal ini adalah reog Ponorogo karena semakin majunya hiburan.

Reog Ponorogo merupakan kesenian khas daerah Ponorogo yang pada akhirnya akan luntur apa bila tidak ada campur tangan pemerintah dan seluruh elemen masyarakat dalam melestarikan kesenian tersebut. 

Masalah pelestarian seni budaya tersebut menjadi tanggung jawab bersama, baik pelaku seni, masyarakat,dan juga pemerintah. Jangan sampai terulang seperti dulu warga negara lain yang bukan merupakan kesenian khas daerah mereka malah mau melestarikan budaya masa lalu itu. Semua itu tadi berdampak munulnya kontroversi kalau negara tetangga mulai mengakui kesenian khas daerah kita.

Baca juga : Reog Ponorogo dan Pancasila

Beredarnya klaim dari Negri Jiran tersebut membuat warga Ponorogo dan instansi pemerintahan sempat kaget dan kecewa. Sebagai warga dan pecinta reog kita akan berjuang mempertahankan warisan budaya nasional, 

Pasalnya pemerintah kabupaten Ponorogo telah mendaftarkan reog sebagai hak cipta milik Kabupaten Ponorogo dengan nomor 026377 pada 11 februari 2004. Hak cipta ini di ketahui langsung oleh Yusril ihza Mahendra selaku Mentri Hukum dsn Hak Asasi Manusia saat itu.

Dengan kejadian Reog Ponorogo di klaim oleh negara tetangga itu bisa menjadi pelajaran penting dan mengingatkan kita sebagai pewaris budaya reog agar terus menjaga, melindungi dan melestarikannya. Bupati Ponorogo Ipong Muchlissoni dalam upaya melestarikan budaya mewajibkan setiap desa untuk menggelar tari reog pada tanggal 11 setiap bulannya. 

Ide Bupati menggelar pertunjukan seni reog setiap tanggal 11 di setiap kelurahan dan desa di Ponorogo untuk melestarikan seni reog dan menarik minat wisatawan datang ke Ponorogo adalah ide cemerlang agar ponorogo tidak kehilangan identitasnya.

Baca juga : Reog Ponorogo, Hidup Segan Mati Tak Mau?

Bupati menyampaikan bantuan dana kesenian yang diberikan pemkab mencapai Rp1 miliar untuk satu tahun. Bantuan keuangan ini diberikan kepada sekitar 50 desa. Bantuan tersebut sudah diberikan berjalan lima tahun terakhir. Ipong menilai selama ini pengembangan seni reog masih stagnan. Bahkan bisa dikatakan tidak ada perkembangan sama sekali. 

Seniman yang memainkan reog dinilai tidak bertambah. Pembarong juga diperkirakan tidak sampai 40 orang. Kebijakan setiap desa untuk menggelar tari reog ini untuk meningkatkan semangat dalam upaya pelestarian seni reog di Ponorogo yang menjadi tempat kelahiran seni tradisional ini. Kebijakan Ipong untuk menggelar tari reog sudah di mulai pada tanggal 11 juli 2019 kemarin.

Acara pagelaran reog secara serentak dan bisa rutin diadakan ini dapat melestarikan budaya agar anak cucu secepat mungkin mengenali budaya reog asli Ponorogo ini. Kegiatan reog serentak ini di pantau oleh pemerintah, bila dari 307 desa dan kelurahan masih ada yang tidak menyelenggarakan akan di evaluasi dan di ari akar masalahnya. 

Jika permasalahannya kesulitan tidak ada pemain, maka akan ada pelatihan untuk mendidik pemain di desa tersebut. Sehingga nantinya akan muncul langkah langkah untuk memunculkan jathil, pembarong, penyompret dan lainnya.

Baca juga : Budaya Kesenian Reog Ponorogo di Lumajang

Dengan adanya pelatihan muda mudi ponorogo bisa berlatih memainkan budaya tari reog agar budaya tersebut tidak hanya di mainkan oleh orang orang tua saja. 

Peran pemuda sangat penting sebagai penggerak budaya, di era seperti ini sebagai pemuda yang paham globalisasi dapat memilah dan memanfaatkan arus globalisasi untuk membuat budaya kita ini lebih di kenal oleh orang orang dalam negeri maupun mancanegara.

Penulis : Tri Maryono (Universitas Muhammadiyah Ponorogo)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun