Mohon tunggu...
Tresna Nur Azizah
Tresna Nur Azizah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Sastra Indonesia Universitas Padjadjaran

Senang mengamati hal baru dan tertarik dalam membaca keadaan. Menyukai hal-hal yang berhubungan dengan kesusastraan dan sangat gemar menonton film atau series.

Selanjutnya

Tutup

Film

Unsur Narasi dalam Film "Kucumbu Tubuh Indahku"

8 Juni 2024   23:24 Diperbarui: 8 Juni 2024   23:28 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Film Kucumbu Tubuh Indahku (2018)

Sebuah film tidak terlepas dari adanya unsur narasi atau yang lazim disebut dengan unsur naratif di dalamnya. Hal demikian juga terjadi pada film Kucumbu Tubuh Indahku. Menurut Alfathoni dan Manesah (2020:39), unsur naratif adalah aspek yang berhubungan dengan cerita pada sebuah film. Sementara itu Pratista (2017, dalam Alfathoni dan Manesah, 2020: 39) menyatakan, “unsur naratif merupakan bahan (materi) yang akan diolah.” Unsur naratif terdiri atas latar cerita, urutan waktu, durasi waktu, frekuensi waktu, karakter dan konflik.

Unsur yang pertama adalah latar cerita. Latar cerita yang dipakai di dalam film Kucumbu Tubuh Indahku merupakan latar fiksi yang memakai alam nyata di dalam penggambarannya. Karena cerita di dalam film ini berdasarkan kisah nyata, maka penggambaran cerita tersebut dibuat secara fiksi, tetapi masih mengambil tempat berupa alam nyata agar cerita yang diangkat dengan film yang dibuat dapat terlihat jelas persamaan pembawaannya. Maka dari itu, jenis latar cerita yang dipakai di dalam film ini merupakan jenis latar fiksi yang tetap memakai alam nyata di dalamnya.

Yang kedua adalah urutan waktu. Urutan waktu yang dipakai di dalam film ini adalah pola urutan waktu linier. Pada film ini, cerita berawal dari tokoh Juno kecil hingga dewasa yang terdapat pada satu pola garis lurus di dalamnya. Tidak ada satu pun manipulasi dari penulis dalam hal urutan waktu, sehingga penonton tidak akan merasa bingung ketika menonton film ini.

Unsur yang ketiga yaitu durasi waktu. Film Kucumbu Tubuh Indahku memiliki sekitar 1 jam 46 menit 55 detik di dalam penayangannya, atau sekitar 107 menit. Namun, durasi waktu yang terjadi di dalam film ini adalah sekitar tahun 1980-an, ketika cerita tokoh Juno dimulai dari saat dirinya masih kecil hingga beranjak dewasa.

Unsur yang keempat yaitu frekuensi waktu. Terdapat adegan yang dibuat mirip yang muncul beberapa kali di dalam film ini. Adegan tersebut adalah adegan ketika tokoh Juno terus-menerus mendapatkan luka tusuk di tubuhnya dalam rentang waktu yang berbeda-beda. Pertama, ketika Juno masih kecil, dia mendapatkan luka tusuk di jari karena dihukum oleh bibinya. Kedua, di saat Juno tidak sengaja tertusuk bros kebaya di dadanya, saat dia diminta untuk memperlihatkan cara memakai kebaya wanita oleh seorang petinju. Ketiga, ketika Juno sedang menjahitkan baju kebaya untuk pentas penampilan lengger grupnya, dan terakhir, ketika Juno dengan sengaja menusukkan jarum dari mesin jahit ke jarinya sendiri. Hal tersebut kemudian dapat ditafsirkan sebagai bentuk trauma Juno terhadap darah dan luka. Sejak kecil, dia sering mendapatkan hukuman tusukan jarum dari bibinya, sampai ketika mulai beranjak dewasa, dia sudah terbiasa dengan tusukan jarum di tubuhnya, hingga pada puncaknya, dia akhirnya menusukkan jarum itu pada dirinya sendiri secara sadar.

Yang kelima ialah karakter. Terdapat macam-macam karakter di dalam film ini. Sebut saja Juno sebagai sosok pemalu, penakut, dan tertutup. Di setiap adegan di dalam film ini, sedikit sekali dia berbicara kepada lawan mainnya. Bahkan, dialog dari tokoh Juno bisa dihitung dengan jari, sejak dia kecil sampai dirinya dewasa. Karakter selanjutnya adalah karakter bibi, yang terlihat tegas, akan tetapi sebetulnya penuh dengan kasih sayang. Dia sering menghukum Juno dengan menusukkan jarum ke jari Juno, dan hal tersebut dianggap sebagai tindakan yang dilakukan untuk kebaikan Juno sendiri. Selanjutnya, terdapat karakter pakde yang memiliki sifat penyayang yang dapat digambarkan menjadi sosok ayah pengganti bagi Juno. 

Kemudian, terdapat karakter petinju yang dapat direpresentasikan sebagai kebalikan dari sosok Juno. Jika Juno digambarkan sebagai tokoh laki-laki feminin, si petinju adalah sosok laki-laki yang sangat maskulin. Hal ini tentu menimbulkan kontradiksi bagi karakter Juno. Lalu, terdapat tokoh sampingan yang dianggap memiliki peran penting di dalam film ini, yaitu tokoh bupati dan tokoh pria Warok. Kedua tokoh yang sama-sama menyayangi Juno ini digambarkan secara bertolak belakang. Jika karakter si bupati menyayangi Juno karena dia ingin memanfaatkan Juno sebagai wadah politik dirinya agar memenangkan Pilkada, karakter pria Warok justru menyayangi Juno apa adanya. Bahkan, pada salah satu adegan, dia bersumpah rela mati untuk Juno.

Unsur narasi atau naratif yang terakhir adalah konflik. Sebetulnya, konflik utama di dalam film ini adalah keraguan Juno terhadap dirinya sendiri. Dia merasa ragu terhadap jati dirinya sendiri, dan dia mencari cara untuk menemukan “sisi dominan” yang terdapat di dalam dirinya. Konflik paling signifikan di dalam film ini, yaitu tentang perjuangan tokoh Juno dalam mencari identitas aslinya sebagai feminin atau maskulin yang merupakan konflik internal diri sendiri, sembari mengatasi berbagai masalah sosial dan politik yang semakin menekan kebebasan seksual dan identitasnya. Selain itu, masalah juga berkaitan dengan nilai-nilai tradisional budaya yang dibandingkan dengan kehidupan modern dalam mengatasi perbedaan persepsi terhadap cinta dan penyimpangan seksualitas yang dianggap dapat merusak moral. Konflik berakhir ketika pada akhirnya tokoh Juno menyadari kalau dia terus-terusan berada pada tempat yang sama sekali tidak bisa menerima perbedaan yang dimilikinya.

Unsur naratif merupakan salah satu unsur penting di dalam pembuatan sebuah film. Jika unsur naratif tidak ada, maka sebuah film tidak akan pernah jadi sampai kapan pun. Oleh sebab itu, unsur naratif berkaitan erat dengan proses pra-produksi, khususnya ketika proses pencarian ide sampai jadinya sebuah naskah film.

Referensi:

Alfathoni, M. A. M. & Dami Manesah. (2020). Pengantar Teori Film. Yogyakarta: Deepublish.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun