Mohon tunggu...
Treewani AGPangaribuan
Treewani AGPangaribuan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Whatever you are, be a good one

A Theological student in Theologische Hochschule der HKBP

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Manusia Vs Keinginan

25 Maret 2021   08:53 Diperbarui: 25 Maret 2021   09:33 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut Global Mammal Assessment Team, Manusia atau orang dapat diartikan berbeda-beda dari segi biologis, rohani, dan istilah kebudayaan, atau secara campuran. Secara biologis, manusia diklasifikasikan sebagai Homo Sapiens, sebuah spesies primata dari golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi.  

Sedangkan secara teologis kristen, dapat dikatakan bahwa manusia dan alam adalah ciptaan, properti dan bait Allah, semuanya itu berada dalam suatu hubungan perjanjian dengan Allah. Barangsiapa yang merusak alam, maka ia merusak hubungan perjanjian itu. Disamping itu, Penulis berpendapat bahwa Manusia adalah ciptaan tertinggi yang diciptakan oleh Tuhan setelah ciptaan lainnya. Manusia adalah satu-satunya ciptaan yang memiliki akal. Manusia adalah ciptaan yang bermartabat di muka bumi ini dan berperan untuk menjaga dan merawat bumi sebagaimana yang telah diberikan Tuhan kepada manusia.

Tentu saja manusia akan mengelola alam seturut dengan keinginan manusia tersebut walaupun perintah Tuhan adalah untuk merawatnya. Mulai dari pengrusakan tetapi lupa untuk melakukan reboisasi terhadap alam. Hal ini bukan lagi hal yang jarang terjadi, tetapi sudah tumbuh menjadi sebuah kebiasaan bagi diri manusia tersebut. Pengrusakan alam dan eksploitasi berlebihan membuat manusia semakin menginginkan "keinginan yang lainnya". Keinginan yang lainnya seperti ingin semakin kaya, ingin tenar, ingin menjadi bos, ingin menjadi orang yang diakui di dunia ini. Keinginan adalah sebuah hasrat untuk memiliki, menggapai dan mendapatkan apa yang diinginkan oleh hati dan pikiran dan jika berlebihan dalam hal untuk mencapainya maka akan disebut "Ambisius".

Memang adalah wajar saja bila manusia memiliki keinginan dalam dirinya. Tentu setiap manusia akan memiliki keinginan dalam dirinya. Namun, yang tidak wajar adalah ketika kita memiliki keinginan yang tak mampu untuk kita capai, sehingga mengorbankan banyak hal termasuk kebahagiaan diri sendiri, orang lain, bahkan masa depan manusia itu sendiri. Ada sebuah cerita dari sebuah keluarga yang selalu punya keinginan namun tidak sesuai dengan keadaannya, berikut ceritanya:

" Ada sebuah keluarga yang memiliki kehidupan sederhana tetapi hidup rukun dan harmonis. Namun, mereka tinggal di kawasan orang-orang kaya dan memiliki segala harta benda yang mewah. Suatu hari, anaknya akan berangkat ke sekolah, tetapi harus berjalan kaki terlebih dahulu untuk bisa mencari angkutan umum untuk berangkat ke sekolah. Sementara, tetangganya yang kaya hanya dengan mudah menaiki mobil mewah yang mereka punya. Ketika seorang Ibu tadi melihat hal tersebut, maka ia langsung berkecil hati. Mulai hari itu, setiap hari, setiap detik ada ambisi dalam dirinya untuk memiliki mobil mewah dan menjadi sama seperti tetangganya. Padahal, keluarga tersebut hanyalah keluarga sederhana dimana kepala keluarga hanya bekerja sebagai wartawan. Gaji seorang wartawan tidak mungkin dengan cepat untuk membeli mobil.

Suatu hari ia pergi ke rentenir (seseorang yang meminjamkan uang dengan bunga yang besar). Ibu tersebut berniat untuk meminjam uang kepada rentenir dengan bunga pinjaman 20%. Tentu saja itu bukan bunga pinjaman yang kecil. Ia juga menyerahkan agunan sebagai jaminannya agar uang bisa dicairkan dengan cepat. Setelah ia mendapatkan uang tersebut, malah bukan dipergunakan untuk membeli mobil. Melainkan dipergunakan untuk mengisi perabotan rumah dengan barang-barang yang mewah. Sampai pada akhirnya uang yang telah dipinjam dari rentenir telah habis. Tibalah waktunya untuk membayar bulanan kepada rentenir, namun Ibu tersebut tidak dapat membayarnya. Sehingga, hal tersebut ketahuan juga oleh Suaminya.

Karena ia merasa takut akan suaminya, maka ia meminjam uang lagi kepada orang lain agar bisa menutupi utang yang harus dibayar secara bulanan. Namun, ketika ia telah mendapatkan uang tersebut, ia menggunakannya untuk berbelanja makanan yang enak dan juga baju-baju yang mahal. Akhirnya, utang tidak bisa dibayarkan. Hingga tiba pada akhirnya Ibu tersebut meminjam lagi dan lagi, dan membuat sistem "tutup lubang gali lubang". Ketika utang sudah dibayar, tetapi ada utang yang lainnya yang harus dibayarkan, untuk membayar utang tersebut, ia harus meminjam uang orang lain. Karena gaji suaminya tidak akan cukup untuk membayarkannya. Jadi, hutang mereka tak pernah habis, malahan menjadi semakin membukit.

Oleh karena itu, membuat Ibu tersebut merasa depresi dan tidak menemukan jalan keluar lagi. Tetapi malah menumbuhkan masalah baru yang membuat hidup kelurganya menjadi berantakan dan tidak menemukan jalan keluar. Ia pun merasa menyesal telah mengutamakan keinginannya, karena apa yang diinginkannya telah membuat kehidupan keluarganya menjadi tidak harmonis. "

Melalui cerita di atas, kita bisa melihat bahwa keinginan yang ingin dicapai terlalu berlebihan tanpa memandang keadaannya terlebih dahulu. Sama hal nya dengan manusia yang hidup di zaman sekarang, pesatnya pertumbuhan Mall, tempat mewah lainnya dan keinginan untuk menjadi sama seperti orang lain membuat seseorang menjadi ambisius dan tanpa sadar telah menyiksa diri sendiri demi mencapai keinginan tersebut.

Lantas, siapakah yang lebih berkuasa? Manusia atau keinginan manusia tersebut? Jawabnya adalah berdasarkan dari sudut pandang seseorang untuk menentukan kehidupannya, apakah ingin hidup mewah namun menderita dan diperbudak oleh keinginannya sendiri. Ketika keinginan lebih besar, maka manusia tersebut akan kalah. 

Namun, ketika manusia dapat mengendalikan dirinya, maka ia tidak akan dikalahkan oleh keinginannya. Seseorang itu akan mampu untuk membedakan mana yang menjadi kebutuhan dan mana yang menjadi keinginan. Sebab, bagi orang-orang yang dekat dengan Tuhan tidak akan sibuk untuk mencari kebahagiaan di dunia. Karena, hanya bagi orang-orang yang dekat dengan Tuhan tidak akan merasa kekurangan dalam hidupnya. Karena ia dapat merasakan kasih karunia dan anugerah Tuhan dalam kehidupannya. Kita perlu ingat bahwa bernafas itu adalah kebutuhan bukan keinginan. Maka dari itu bernafaslah sebagaimana kamu butuh, bukan selebihnya. Karena yang kita butuhkan adalah " kebutuhan" bukan "keinginan". Salam hangat dan selamat berefleksi kepada semua readers.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun