Mohon tunggu...
Fikriyatul Falashifah
Fikriyatul Falashifah Mohon Tunggu... Administrasi - Fikriyatul Falashifah is an Awardee of Indonesia Endowment Fund for Education (LPDP RI) PK-81. She took Master of Development Studies program at Victoria University of Wellington, New Zealand. Currently, she is working at IAIN Salatiga as a staff of Student and Partnership Affairs. In 2014, she did internship in Center of International Forestry Research (CIFOR) and have conducted the research regarding greenhouse gasses emissions in Katingan, Central Kalimantan. She enjoys solo travel, playing musical instruments (piano and guitar), and eager for any kinds of adventure.

Student and Partnership Affairs - IAIN Salatiga. Communicate is not only by language.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Menyoal Pengerucutan Daftar Negara dan Kampus Tujuan Studi Beasiswa LPDP

8 Mei 2018   12:56 Diperbarui: 9 Mei 2018   14:45 4397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kabar LPDP ter-update yang diterima kami para awardee dan rekan-rekan pejuang beasiswa lainnya cukup mengejutkan. Pasalnya, beberapa universitas dikerucutkan hanya untuk bidang studi tertentu dan bahkan beberapa universitas yang semula masuk dalam lis universitas tujuan BPI jalur reguler dirubah hanya untuk beasiswa jalur afirmasi.

Menurut saya pribadi, menanggapi hal ini tidak bisa kita nilai dari satu sisi. Memang ada pro dan kontra dalam isu ini.

Beberapa yang pro menganggap kebijakan ini menjadikan LPDP lebih fokus dalam "percetakan sumberdaya manusia" karena lis universitas dan jurusannya sudah dikerucutkan menjadi yang benar-benar worthed dan terjamin kualitasnya. Juga, dalam proses seleksi tidak menyulitkan karena pilihannya sudah jelas, sehingga kita bisa langsung menetapkan negara dan jurusan tujuan studi dengan lebih mantap dan matang -- yakin karena alasan "termasuk dalam list negara tujuan LPDP yang sah dan terstandar".

Lalu yang kontra menganggap kebijakan ini terlalu selektif dan "prestige-minded". Universitas yang semula menjadi tujuan reguler dijadikan tujuan afirmasi, yang semula di universitas tertentu bisa memilih semua bidang studi menjadi beberapa pilihan saja. 

Lalu beberapa awardee yang mengenyam pendidikan di universitas-universitas tersebut sedikit "geram" karena tersudutkan dengan ranking universitas dan penilaian terhadap jurusan tertentu yang mungkin sedikit subjektif, dengan kualitas yang berdasar dari kriteria penilaian tertentu yang tentunya tidak 100 persen benar atau menyeluruh.

Yang saya soroti di sini adalah kemampuan kita merespons dan menerima hal baru, menyadari bahwa setiap hal itu berevolusi dan terseleksi.

LPDP sebagai pihak penyeleksi tentunya mau menggelontorkan uang ratusan juta untuk "yang pasti-pasti saja". Bisa dimaklumi sebagai pemberi dana mungkin akan berpikir demikian.

Tapi di sisi lain, kebijakan ini seharusnya berimbang, karena ketika kita hanya memilih kepada "yang pasti-pasti saja", pola pikir ini sungguh berbahaya karena pembatasan itu sendiri.

Misalnya, ketika anak kita mau kuliah di jurusan seni musik atau seni peran, lalu kita sebagai orang tua melarang karena kurang adanya ladang usaha di bidang ini atau kurang menjanjikan di masa depan. Lalu, passion si anak ini menjadi mati karena larangan si orangtua, yang seharusnya tidak perlu disikapi demikian, karena siapapun yang berusaha keras pasti akan menciptakan ladang usahanya sendiri.

Mungkin kebijakan ini seharusnya berimbang. Membatasi sekaligus memberi kesempatan untuk berkembang. Dengan kuota misalnya, atau dengan pengutamaan.

Misalnya: dituliskan dalam list tujuan belajar "Universitas A, semua bidang studi, diutamakan jurusan teknik". Agar para calon penerima beasiswa yang potensial dan semula sudah memantapkan negara tujuan studi tidak ciut dengan pilihannya. (Tapi pesan saya pribadi, jangan putus asa. Yakinlah dengan justifikasi kita dan yakinkan dengan sopan, insya Allah diterima, asal kita sudah meriset dengan baik).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun