Mohon tunggu...
Accidental Traveler Yudhinia Venkanteswari
Accidental Traveler Yudhinia Venkanteswari Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Call me Ririe. An accidental traveler, yet a zealous worker. Author of @JalanJalanHemat ke Eropa, globetrotter wannabe, ngaku backpacker tapi ga punya backpack, open water diver, it's just me anyway... Feel free to share my blog to others. :)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Gazing to The Sunrise

24 Desember 2011   11:39 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:48 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Seorang nelayan duduk terdiam, ingatannya melayang pada kejadian dua jam yang lalu. Dini hari di pelabuhan, angin laut bertiup kencang. Kapalnya adalah salah satu dari deretan kapal yang merapat bergantian di dermaga, menurunkan muatan hasil melaut semalam. Riuh rendah anak-anak pengangkut ikan berlarian dengan segulung jaring atau sekeranjang ikan dipunggung mereka.

Nelayan itu menghela nafas, ingatannya melayang lagi pada kejadian satu jam yang lalu. Pelelangan ikan dimulai. Dia dan para nelayan lain berharap cemas, takut jenis ikan yang mereka tangkap sama dengan yang lain. Kecemasan mereka bukan tak beralasan. Bahan bakar kapal kian hari kian mahal, hingga mereka tak bisa melaut terlalu jauh. Mereka tak mau harga ikan turun, hanya karena banyak pasokan. Setiap palu diketuk, tampak jelas tarikan senyum di wajah para tengkulak dan raut wajah sedih para nelayan. Setiap hari selalu begini. Koperasi nelayan tak bisa banyak membantu.

Kini lelang telah usai. Beberapa keranjang ikan miliknya teronggok begitu saja karena tak laku. Dia enggan menjualnya dengan harga murah. Biarlah nanti diasinkan saja, lumayan bisa menaikkan harga jual. Saat dia sedang termenung, muncul semburat cahaya merah di ufuk timur. Jaring-jaring basah yang membentang mulai memantulkan kilauan matahari pagi. Mereka menghentikan aktifitasnya. Satu demi satu wajah para nelayan menengadah ke arah sumber cahaya. Matahari terbit kali ini berbeda, oranye terang bersemburat kemerahan, bulat sempurna tanpa cela. Dalam hati sang nelayan, terucap pinta pada Yang Kuasa, semoga ini pertanda hari baru yang lebih baik.

---------------------------------------------------------------------------------------

Ditulis dalam pertemuan Reading Lights Writers Circle 24 Desember 2011 dengan tema interpretasi lukisan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun