Mohon tunggu...
innes sahputri
innes sahputri Mohon Tunggu... -

perempuan yang terobsesi dengan dunia sepakbola & segala hal yang berhubungan dengan Italia, berharap suatu hari nanti bisa menjadi wartawan sepakbola handal kayak Yth. Om Anton Sanjoyo, Rayana Djakasurya & Ian Situmorang.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Janji Dalam Sebuah Film

4 Januari 2011   07:29 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:58 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Google.com

Di akhir film Before Sunrise, Jesse dan Celine (dua tokoh utama di film itu) memutuskan untuk membuat janji. Awalnya mereka setuju untuk ngga ketemu lagi setelah menikmati kisah cinta one night stand yang manis, tapi mereka goyah juga pas harus pisah keesokan harinya.

Céline: Maybe... maybe we should meet here, in five years or something.

Jesse: Alright, alright. Five years. Five years? That's a long time.

Céline: Yes. It‘s awful. It‘s like a sociological experiment. How about one year?

Jesse: One year. Alright, alright.

Céline: One year.

Jesse: How about six months?

Céline: Six months?

Jesse: Yeah.

Céline: Okay. Okay. Uh, six months from now, or last night?

Jesse: Um...Last night. Six months from last night, which was...June 16th. So...track nine, six months from now at six o'clock, at night.

Jangan pernah buat janji seandainya kita ngga pernah bisa menepati. Ini bukan pesimis tapi realistis. Kalau memang kita bisa melakukan sesuatu saat itu juga, kenapa harus diulur waktunya. Even it’s just 6 months from now, toh kita ngga pernah tau kan apa yang akan terjadi. Liat Celine sama Jesse! Mereka begitu yakin kalau semuanya akan tetap indah sampai 6 bulan kemudian ketika mereka bertemu. Buktinya, mereka ngga ketemu tuh di tanggal dan tempat yang telah mereka tentukan. Di Before Sunset, ketauan deh apa yang sebenarnya terjadi sama mereka. Celine ngga memenuhi janjinya karena neneknya meninggal, sedangkan Jesse datang dan harus kecewa karena ngga ada Celine disana. Kebayang kan gimana perasaan Jesse?? Itulah kenapa di Before Sunset, Jesse sempet nggamau ngaku kalau sebenarnya dia datang ke stasiun di Austria itu.

Oke, ini emang cuma film, yang plotnya bisa diatur, dirangkai, dimain-mainin sesuka hati sama sang penulis naskah. Tapi kita juga perlu inget kalau film adalah refleksi dari kehidupan nyata atau sebaliknya. Konstruksi realitas kehidupan nyata digambarkan melalui film. Ada hubungan lah intinya! Balik lagi ke masalah Celine, Jesse dan janji mereka itu.

Menurut film Before Sunset, mereka akhirnya ketemu lagi setelah 9 tahun. Jesse udah nikah dan punya satu anak sedangkan Celine juga udah punya pacar. Pas mereka lagi ngobrol di coffee shop, mereka pun akhirnya tau kalau ternyata di tahun yang sama (beberapa tahun lalu) mereka pernah tinggal di kota yang sama, which is New York. Dialog yang “nendang”, gesture Celine sama Jesse yang “megang” dan settingnya di Paris emang bikin film ini jadi dramatis, romantis sekaligus pathetic!

Saya langsung berpikir bahwa janji sama cinta itu bukanlah hal yang bisa dijadikan mainan. Ketika kita bikin janji, terutama sama orang yang kita cintai dan kita ngga bisa menepati, yang ada cumaaa… hidup lo akan abis kemakan sama bayang-bayang janji itu. Hidup ngga pernah maju sejak lo bikin janji itu karena yang ada cuma imajinasi tentang apa yang akan terjadi disaat janji itu sudah terlaksana. Ada satu film yang juga bikin saya berpikir, sebenernya kita yang mainin cinta atau cinta yang mainin kita sih? Tau film “Love Me If You Dare”? Mau sekuat apapun usaha kita untuk saling nyakitin satu sama lain, tetep aja kita akan berujung dengan orang yang sama. Mau se-ekstrim apapun permainan kita dengan orang yang kita sayang, tetep aja kita akan kembali ke sisinya lagi. Sekaliiii aja ada ikatan (seen or unseen) antara kita sama seseorang yang kita sayang, disitu juga ada keinginan, harapan dan keyakinan bahwa kita akan selalu menghabiskan sisa waktu sama mereka.

Celine & Jesse atau Julien & Sophie, mereka sama-sama menaruh harapan. Mereka punya kehidupan masing-masing diluar “dunia” mereka berdua sebagai pasangan. Tapi mereka justru ngga bahagia sama kehidupan itu karena kehidupan itu muncul setelah mereka membuat janji. Julien & Sophie janji untuk terus melanjutkan permainan “bodoh” mereka, Celine & Jesse janji untuk meletakkan harapan mereka di sebuah kota dimana mereka bersatu. Saya inget sama kata-kata Celine ketika dia dan Jesse dalam perjalanan menuju apartemen Celine di Before Sunset... “I was...I was fine, until I read your fucking book! It stirred shit up, you know? It reminded me how genuinely romantic I was, how I had so much hope in things, and now it's like...I don't believe in anything that relates to love. I don't feel things for people anymore.”

See?? Miserable, right? Bukan Cuma Celine kok yang jadi manusia “bitter”, bahkan saat Jesse lagi spent time sama istrinya pun, yang ada di bayangannya cuma Celine. Tau kenapa? Karena Jesse ngga berhasil ketemu Celine tepat 6 bulan setelah pertemuan pertama mereka. Silly but real! Saya bahkan pernah tanya sama salah satu teman laki-laki saya yang juga memaknai Before Sunset dengan sepenuh hati. Saya tanya sama dia, kalau lo jadi Jesse.. lo ketemu lagi nih sama Celine setelah 9 tahun menaruh harapan, sampe lo bikin buku segala tentang pengalaman lo sm dia, lo akan tetep memilih istri lo & hidup dibawah bayang-bayang Celine atau justru lo akan menutup chapter Celine dan kembali ke kenyataan? Mau tau jawaban temen saya? Dia pilih yang pertama.

Sebegitu besarnya efek dari sebuah janji dalam hidup seseorang. Belum lagi penyesalan tanpa akhir jika tidak bisa menepati janji itu. Saya belum pernah membuat janji “bodoh” seperti Celine & Jesse atau Sophie & Julien. Ya, belum. Saya mungkin juga akan membuat janji-janji tanpa logika seperti mereka, entah kapan. Tapi sebisa mungkin saya akan selalu ingat untuk tidak membuat janji yang tidak bisa saya tepati. Mungkin dengan membaca lagi tulisan ini. Lagipula saya belum menemukan orang yang layak untuk saya berikan janji yang akan mempengaruhi masa sekarang dan masa depan saya. Ini hanyalah buah pikiran dari “Innes-Innes kecil” yang berlarian di otak saya setelah saya berkali-kali menyaksikan film-film yang saya sebut diatas. Selalu ada makna dibalik sebuah makna.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun