"Ayo aku ajakin makan lontong tahu gimbal paling uenak se dunia..", begitu ajakan seorang teman yang masuk ke pesan wasap saya.Â
Karena memang mau ngobrol untuk berdiskusi soal bisnis, sayapun segera meluncur ke lokasi yang ditunjukkannya.
Sesampainya disana, saya sempat sedikit nyeletuk ke teman yang sudah duluan nyampe lokasi,.. Â "Lho aku tu aslinya Kudus,.. kok malah diajak makan makanan khas Kudus?... hahaha"
Tapi karena emang tujuannya memang mau diskusi soal bisnis, ya kami pun mulai ngobrol ngalor ngidul...
"Wah cuma lontong tahu gimbal aja kok lama ya keluarnya?", begitu obrolan seorang bapak di depan kami. Memang karena ruangannya yang ga terlalu besar, hanya ada 6 meja kayu panjang disana, jadi kami pun harus berbagi meja dengan para pengunjung lainnya. Ada TV di salah satu temboknya yang saat itu menayangkan liputan kunjungan Raja Salman.Â
"Maaf ya pak,.. tadi abis ada rombongan bus pariwisata, jadi ada pesanan 50 porsi mendadak", begitu sahut si pramusaji pria sambil membawakan sepiring lontong tahu gimbal yang porsinya lumayan besar. Piring terlihat menggunung, dengan isi lontong, tahu telor, gimbal udang, tauge, kol, dengan bumbu kacangnya serta krupuk.Â
Karena posisinya duduk semeja, saya pun ngobrol dengan dua orang ibu di depan saya persis, yang ternyata sudah langganan di warung itu cukup lama. Setelah ngobrol agak lama, akhirnya saya tau bahwa mereka berdua adalah bu Lurah dan bu Camat lho..Â
Wow, hebat bener ya warung ini pikir saya. Sampai-sampai bu Camat aja mau makan disini. Segera saja saya ajak mereka selfi.. hahahaa...Â
Dari pembicaraan yang hanya sebentar itu, saya tahu bahwa beliau sudah berjualan sejak tahun 2003, dan beliau memulainya hanya dari warung kaki lima di emper toko, di jalan raya. Lambat laun beliau berani kontrak di lokasi yang lebih besar. Walaupun lokasinya di gang, dan tidak terlihat dari jalan raya, namun karena sudah punya pelanggan, toh nyatanya warung yang buka dari jam 12 siang sampai 9 malam ini selalu ramai dikunjungi mobil-mobil.
Kalau ditanya soal harga, menurut saya sih cukup murah, karena sepiring penuh yang bikin kenyang itu, Anda cuma mengeluarkan kocek 15 ribu rupiah.
Tapi jangan heran, dalam sehari beliau bisa menjual 400 sampai 500 porsi lho. Coba Anda hitung,.. paling tidak omzetnya bisa mencapai 7,5 juta per hari. Itu belum termasuk minuman, dan jajanan yang disediakan di meja-meja.
Wow, lumayan besar kan?Â
Sang penjual pun tipe orang yang sederhana, dan terlihat raut wajahnya sangat baik hati. Beberapa bahannya masih dibeli dari Kudus langsung, seperti kecapnya. Tapi soal rasa, sudah disesuaikan dengan lidah orang Semarang, yang katanya tidak suka semanis lontong tahunya ala Kudus.
Sukses Terus pak Supri,.. sungguh senang melihat kegigihan beliau, yang seharian menguleg bumbu di cobek besar untuk melayani para pelanggan setianya, dan bisa membantu beberapa anak muda untuk bekerja di warungnya. Semoga makin laris dan terkenal yaaa...Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H