kera sakti Sun Go Kong. Cerita legendaris perjalanan mencari kitab suci itu begitu dinanti-nanti masyarakat Indonesia.Â
DI tahun 1990an, siapa yang tak kenal dengan serial tentang Biksu Tong Sam Cong danDiisi dengan elemen-elemen fantasi perjalanan legendaris Biksu Tong diterjemahkan dalam Bahasa Inggris oleh Arthur Waley tahun 1942 dengan judul Monkey: A folk-tale of China. Perjalanan ke Barat mengambil kitab suci melalui 14 musim panas dingin, menghadapi gangguan lebih dari 80 siluman sebelum akhirnya mencapai tujuan. Â
Begitulah yang dengan mudah dicerna adalah kisah fantastis kera sakti Sun Go Kong daripada kisah inspiratif Biksu Tong yang sebenarnya diambil dari karya klasik dinasti Ming bertajuk Xi You Ji, yang bercerita tentang Biksu Tiongkok bernama Xuanzhang (602 -- 664) yang melakukan perjalanan panjang dengan ketabahan dan kebijaksanaan yang luar biasa. Â
Dalam kisah fantasi Journey to The West, Biksu Tong ditemani oleh kera sakti Sun go Kong, siluman babi Cu Pat Kai, dan siluman air Sha Wujing. Mereka dengan semangat membara mencari kitab suci, namun sudah tertemukankan kitab sucinya? Sudahkah Biksu Tong selesai dengan perjalanannya? Atau bagaimana?
Tak peduli ending ceritanya, harus diakui kisah Biksu Tong ini sudah menginspirasi banyak hal dalam kehidupan. Bahkan dalam marketing, tokoh Sun Go Kong digambarkan sebagai karyawan atau talenta yang liar, berpotensi meski susah diatur, namun selalu mencapai gol tertinggi.Â
Cu Pat Kai digambarkan sebagai karyawan yang bermulut manis dan ceriwis dalam mencapai target, Sha Wujing digambarkan sebagai dedikasi tak berkesudahan, loyalitas tanpa akhir. Tong Sam Cong sebagai pengendali seluruh sistem kerja dan karakter dari pekerja yang ada dalam tim marketing.
Tong Sam Cong adalah pemimpin atas bermacam karakter murid-murid yang menyertainya selama perjalanan ke barat. Ia tak hebat dalam bela diri atau kemampuan lain, namun mempunyai katabahan tak terukur, tegas dengan tujuan sucinya, tak pernah menyelewengkankan kekuasaan, dan meluruskan seluruh jalannya dengan perilaku yang baik.
Tak pernah sedikit pun dia melenceng dari aturan, ketika dia bersalah tak segan ia meminta maaf pada murid-muridnya. Meski dalam kisah fantasi itu Biksu Tong tak punya kesaktian apa-apa, toh ia sanggup menjalani penderitaan demi penderitaan dengan kuat.
Jika ingin berjalan cepat berjalanlah sendiri, namun jika ingin berjalan jauh berjalanlah bersama, begitu ungkap Biksu Tong, ketika mendapati Cu Pat Kai sudah tergoda dengan siluman Rase Putih yang berparas cantik, dan berniat menghentikan perjalanan ke Barat.
Cu Pat Kai berasumsi bahwa dengan si cantik ia akan lebih cepat dan mudah mendapati kitab suci. Pun juga Sun Go Kong, yang diiming-imingi menjadi raja di kerajaan Siluman Kerbau yang sudah dikalahkan. Â Dengan menaklukan seluruh kerajaan Siluman Kerbau, Go Kong beranggapan bahwa perjalanan mencari kitab suci akan berlalu dengan gampang.
Biksu Tong tentu tidak memaksakan kehendaknya, ia membiarkan muridnya bebas untuk memilih sebagai proses demokrasi. Sebab demokrasi bukan hanya hak untuk memilih, hak untuk hidup bermartabat juga. Dan Biksu Tong pergi meninggalkan muridnya, ia berjalan dengan prinsip tujuannya yang kuat. Tak ada sedikit pun untuk melenceng dari tujuan semula, ada muridnya atau tidak, ia akan terus berjalan ke barat mencari kitab suci. Â
Sebagai pemimpin ia tak akan tergoda oleh apa dan siapa pun untuk mengkhianati niatan yang sudah direstui oleh kuasa langit. Pat Kai lupa, bahwa ia diutus Dewi Kwan Im untuk menjaga Biksu Tong untuk mendapatkan keringanan kutukan. Go Kong pun alpa bahwa yang mempunyai mantra pengendali atas dirinya adalah Biksu Tong.
Inilah yang mungkin akan terjadi pada perjalanan menuju 27 November 2024, di mana proses pemilihan kepala daerah akan penuh dengan "marabahaya", di mana trik dan intrik akan selalu berkelindan dalam proses yang tak terduga. Â
Sebagaimana ungkapan Harold Wilson, mantan perdana mentri Inggris (1974-1976), seminggu adalah waktu yang lama dalam politik. Wilson mengisyaratkan bahwa dalam politik itu serba dinamis dan pragmatis, semua bisa berubah sangat cepat sesuai kepentingan yang berlaku. Tak ada yang mengira Go Kong yang perkasa tergoda oleh iming-iming harta dan tahta, dan Cu Pat Kai oleh wanita.
Di Kota Semarang, yang juga akan melaksanakan Pilkada Serentak 2024, dalam seminggu ini konstelasi Pilwakot Semarang akan banyak mengalami kejadian yang tak terduga. Dari koalisi partai hingga kandidat yang akan berkompetisi. Begitu ramainya godaan dan tantangan Biksu Tong tetap dengan tujuannya yang kuat.
Pun begitu, salah satu calon Wali Kota Semarang yang sejak awal "dijaga" banyak partai politik, Yoyok Sukawi punya prinsip yang kuat untuk mendapatkan "kitab suci" bagi Semarang. Tujuannya menjadikan Semarang sebagai city of wisdom bukanlah hal mudah. Diterpa isu ditinggalkan salah satu partai pendukungnya, merupakan salah satu gambaran tantangan ini.
Diperlukan niat, tekad baja, dan maksud baik untuk menyelesaikan persoalan yang ada, menggandeng seluruh masyarakat untuk sebuah perjalanan panjang bagi Kota Semarang. Dan Yoyok Sukawi sangat bisa berpasangan dengan siapa saja untuk melakukan perjalanan jauh demi mencapai tujuan dan baktinya kepada masyarakat.
Biksu Tong tetap saja berlalu dari murid yang sempat tergoda untuk menghentikan langkah guna menjaganya, sebab ia sangat yakin dengan prinsip dan cita mulia yang diembannya. Ada Go Kong atau tidak, bukanlah persoalan besar. Ada Pat Kai atau tidak, cita-cita tetap diusahakan. Meski dalam cerita Journey to The West, Biksu Tong sama sekali tidak punya kesaktian apa-apa, ia berkeyakinan bahwa hal yang akan dilaluinya sudah ditentukan oleh langit.(wartosae)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H