“Apakah engkau tak takut kecewa jikalau dia mengingkari janjinya? “ tanyaku, mencoba membuka opininya terhadap orang tersebut.
“Aku sudah mencintainya, layaknya cintaku kepada orang tua yang telah membesarkanku. “ balasnya.
“Ngomong-ngomong kemana orang tuamu? Aku tak melihatnya sejak tadi. Ataukah engkau tinggal sendiri? “ aku mencoba mengalihkan pembicaraannya.
“Ibu telah meninggal saat ia melahirkanku. Sedangkan ayah saat ini ditahan oleh mereka. Aku mencoba untuk menyelamatkannya, tapi gagal. “
“Jadi, yang kamu lakukan pada waktu itu untuk mencari lokasi ayahmu dipenjara? “
“Iya. Tapi, mereka telah mengetahuiku. Mungkin, aku takkan bisa menyelamatkan ayah. “ air mata mulai membasahi pipinya. Aku pun merasa iba dengannya. Kuusap air matanya dengan jemari tangan.
“Airen-san, bolehkah aku membantu untuk membebaskan ayahmu dari penjara? “ aku mencoba menghiburnya dengan memberi pertolongan. Terlihat ia mulai menahan tangisnya. Setelah itu, kukecup keningnya, membuat ia merasa tenang.
“Apakah kamu yakin? Mereka sungguh kuat. “ ia tak yakin dengan perkataanku sebelumnya, meski ia juga telah melihat pertarunganku dengan para ninja itu.
“Memang, jikalau aku sendirian, aku takkan bisa mengalahkan mereka semuanya. Maka dari itu aku mempunyai rencana. “
“Rencana? “
“Ya. Rencana itu bisa menempuh dua tujuan sekaligus, yakni melibas para ninja itu, dan membebaskan ayahmu. Akan tetapi, aku memiliki satu permintaan. “