Mohon tunggu...
Tradisinesia
Tradisinesia Mohon Tunggu... Seniman - Aktivis Budaya Lokal

akun yang menyajikan sekilas tentang budaya, khususnya budaya daerah yang memiliki nilai-nilai keluhuran terhadap alam, lingkungan dan hubungan antar masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Upacara Adat Ngarot

30 September 2023   20:52 Diperbarui: 30 September 2023   21:29 478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

  • "Aing serakun sawah aing anu luas 26.100 M2 di Blok Tambang Raga ka pamarentah (kuwu) desa Lelea sebagai tanuh kasinoman jang budak ngora wewe jung laki belajar molah tani."

Demikian amanah Ki Kapol, seorang tetua Desa Lelea yang ia sampaikan pada saat menghibahkan tanahnya kepada pemerintah desa untuk dipergunakan sebagai ladang pembelajaran atau media "Durugan" untuk muda-mudi agar lebih terampil dan mencintai dunia pertanian.

Kata Ngarot secara etimologi terdapat dalam tiga bahasa, yakni: bahasa Sunda Kuno yang mengistilahkan Ngarot identik dengan istilah "ngaleueut" yang berarti minum atau menikmati jamuan, juga ada yang merujuk asal kata dari "Arot" yang mengalami nasalisasi (ng-) sehingga memiliki arti minum untuk melepaskan dahaga. 

Dalam bahasa Jawa, Ngarot berarti kenduri menjelang pengolahan sawah. Sedangkan dalam Bahasa sansekerta, Ngarot berasal dari kata "Ngaruwat" atau membersihkan diri dari segala noda dan dosa akibat kesalahan tingkah laku seseorang atau sekelompok orang pada masa lalu.

Tradisi Ngarot digagas pertama kali pada tahun 1646 oleh Ki Kapol ketika beliau diangkat sebagai Kepala Desa Lelea yang pada saat itu secara administrasi masuk ke dalam wilayah Kesultanan Cirebon. Sebelumnya Desa Lelea pada saat dipimpin Kuwu pertama yaitu Cangga Werni tahun 1616 -1646 merupakan bagian dari Kerajaan Sumedang.

Hingga saat ini di Kecamatan Lelea, seperti halnya di Desa Nunuk, Desa Tugu, Desa Tunggul Payung, Desa Taman Sari dan khususnya Desa Lelea yang merupakan desa otentikasi Ngarot setiap tahunnya melangsungkan upacara adat yang terkait dengan ranah pertanian tersebut dengan penetapan bulan antara Oktober hingga Desember dan dipastikan di hari Rabu Wekasan atau pungkasan. Penetapan tanggal atau kapan Ngarot dilaksanakan setidaknya melalui keputusan rembug desa terlebih dahulu. Rembug desa pertama mengumpulkan para pamong, pimpinan lembaga desa dan tokoh adat, agama, masyarakat dan pemuda untuk menetapkan waktu pelaksanaan Ngarot.

Setelah ada keputusan mengenai tanggal, kemudian diumumkan oleh Kuwu pada saat upacara adat Sedekah Bumi. Rembug desa kedua mengumpulkan muda-mudi calon peserta Ngarot untuk menetapkan corak dan warna pakaian peserta Ngarot dan ketentuan-ketentuan lainnya. Jadi setiap tahunnya warna dan corak pakaian Ngarot tidaklah sama.


Selain sebagai wujud syukur, Ngarot bermaksud mengumpulkan para muda-mudi yang akan diserahi tugas (pekerjaan) menggarap lahan sawah. Agar mereka bersemangat dan menyatukan perilaku gotong-royong, serta mengenalkan diri satu sama lain, maka Ngarot menjadi media spirit untuk muda-mudi tersebut. Ngarot bertujuan untuk membina pergaulan yang sehat, agar muda-mudi saling mengenal, saling menyesuaikan sikap, kehendak dan tingkah laku yang luhur sesuai dengan nilai-nilai budaya nenek moyang.

Ngarot yang pada tahun 2015 diakui sebagai WBTB (Warisan Budaya Tak Benda) karena sudah berlangsung ratusan tahun dan menjadi upacara adat unggulan oleh pemerintah Provinsi Jawa Barat. Karena tradisi ini dikhususkan untuk para muda-mudi, maka tak ayal jika pesertanya didominasi para remaja, khususnya remaja putri yang sebelum dipastikan sebagai peserta mereka wajib memenuhi syarat tertentu, yakni masih gadis dan ada garis keturunan asli penduduk Desa Lelea.

Keunikan NGAROT terletak pada pakaian yang dikenakan oleh peserta remaja putrinya atau dengan istilah "Cuene" atau "Kasinoman Wadon", sedangkan untuk peserta remaja laki-laki disebut "Bujang" atau "Kasinoman Lanang".

Foto: Panitia Lomba FOto Cimanuk  Festival 2018
Foto: Panitia Lomba FOto Cimanuk  Festival 2018

Pakaian yang dikenakan Cuene berupa kebaya, sewet, biasanya berupa batik dengan motif secara umum yaitu "Trusmian" atau Paomanan (Trusmian atau Paomanan menunjukan tempat yang menjadi sentra batik di Cirebon dan Indramayu), selendang, ikat pinggang, slop, kipas bambu, dan yang menawan, tiap-tiap Cuene mengenakan mahkota rangkaian bunga 7 rupa terdiri dari bunga kenanga, melati, bunga kertas, cempaka, karniem pudak, dan lainnya yang memiliki nilai penyimbolan baik secara umum maupun lebih khusus.

Bunga kenanga mengandung makna agar para Kasinoman Wadon tetap menjaga keperawanannya. Bunga melati sebagai simbol menjaga kebersihan diri dan kesucian. Bunga kertas senantiasa Kasinoman Wadon diharapkan mampu menjaga kecantikannya sebagai kembang desa. 

Cempaka atau kantil yang berwarna putih melambangakan keindahan dan kesucian atau kemurnian, sedangkan warna kuning melambangkan keagungan, bunga karniem menyimbolkan keharuman tutur kata dan perilaku. Mahkota rangkaian bunga inilah yang kemudian menjadi daya tarik sekaligus memiliki keunikan sebagai identitas khas Ngarot.

Foto: WH. Gunawan
Foto: WH. Gunawan

Adapun rangkaian sebelum prosesi adat berlangsung seluruh peserta yang terdiri dari Kasinoman Wadon dan Lanang, serta beberapa para tokoh adat, agama dan masyarakat dari tiap-tiap blok berkumpul di rumah Kepala Desa sebagai titik sentral pemberangkatan peserta menuju Balai Desa (Kantor Desa). 

Setelah Kepala Desa menyampaikan sambutan dan disertai dengan doa-doa, peserta lalu diberangkatkan dengan membentuk barisan pawai atau arak-arakan yang tersusun rapih dengan Kepala Desa dan istrinya, serta para tokoh memimpin di barisan depan. 

Sepanjang arak-arakan berjalan menambah kemeriahan disajikanlah sekelompok musik tanjidor dan genjring, serta beberapa jenis musik tambahan lainnya.

Prosesi Ngarot dilangsungkan di Balai Desa dengan ditandai penyerahan perkakas kelengkapan bertani, seperti cangkul dan parang, benih padi, kendi berisikan air, pupuk, dan sepotong ruas bambu kuning secara simbolik dari Kuwu, Ibu Kuwu, serta tokoh adat kepada perwakilan Kasinoman Wadon maupun Lanang.

Seusai prosesi kemudian peserta dihibur dengan berbagai macam kesenian yang dimainkan secara "barungan" atau bersamaan. Adapun jenis kesenian yang biasa menghibur peserta tersebut adalah tari topeng (dengan penari laki-laki) dan ronggeng ketuk.

Seluruh peserta dan masyarakat menuangkan kegembiraannya saat itu, khususnya para pemuda yang telah mendapatkan motivasi untuk menjalankan tugasnya yaitu mengolah lahan kasinoman.

Upacara Adat Ngarot

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun