Mohon tunggu...
TPPI Mojokerto
TPPI Mojokerto Mohon Tunggu... Editor - Jurnalis Indonesia

Virgo

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Glokalisasi sebagai Gambaran Hibridasi Budaya

7 Juni 2022   15:53 Diperbarui: 7 Juni 2022   15:57 1230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Arie-Berangkat dari literatur interdisipliner yang menggabungkan hibriditas budaya, Kraidy (2007) berpendapat bahwa hibriditas adalah sebuah kondisi budaya yang secara tidak sadar telah masuk tetapi pada intinya masih banyak diberdebatkan. 

Hibriditas disini diartikan sebagai hubungan kekuasaan secara terbuka dan komunikatif yang sengaja dimunculkan di masyarakat. Namun, hibriditas itu sendiri bukanlah penyangkalan identitas, melainkan kondisi yang terjadi setiap hari dan tidak bisa dihindari.

Masih menurut Kraidy (2007) yang berteori dan memanfaatkan etnografi asli untuk menguji secara empiris tentang para pemuda Maronit di Lebanon yang mengartikulasikan bahwa keadaan dan wacana secara global di area lokal Lebanon digunakan untuk memberlakukan hibriditas. 

Etnografi asli yang ditemukan mampu menunjukkan bahwa silang budaya bukanlah kontradiksi identitas melainkan kondisi yang terjadi di setiap harinya tanpa bisa dihindari. Terkait dengan modernitas, budaya Barat digambarkan oleh pemuda Maronit sebagai tempat kebebasan individu dalam "cinta akan pengetahuan" dan "keterbukaan terhadap budaya lain". 

Dari adanya budaya inilah sehingga dapat berdampak kepada banyak hal.

Manusia sebagai makhluk sosial memiliki sifat yang seringkali berubah-ubah. Begitu juga dengan kebudayaan yang sifatnya selalu mengalami perubahan. Perubahan dari kebudayaan, baik secara langsung maupun tidak langsung akan berpengaruh pada budaya lokal. 

Indonesia misalnya yang memiliki berbagai suku bangsa dan warisan budaya dengan sangat beragam serta kaya akan macamnya. Selain itu, dari berbagai macam adat istiadat dan tradisi yang dimiliki menjadi suatu ciri khas sehingga menjadi kebanggaan bagi Indonesia. Dari kekayaan budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia tak luput dari unsur kebudayaan asing yang masuk melalui proses akulturasi dan asimilasi.

Akulturasi terjadi karena adanya pencampuran budaya sendiri dengan budaya asing. Proses akulturasi dipengaruhi oleh faktor masyarakat yang membangun budaya di dalam negeri. 

Sehingga hampir mirip dengan makna hibridisasi yang terjadi di Lebanon bahwa tidak semua percampuran budaya dapat diterima oleh seluruh masyarakat terutama pada wilayah tertentu. 

Selain itu, budaya asing tidak masuk begitu saja melainkan dibawa masuk oleh masyarakat asing yang telah lama tinggal di suatu wilayah. Misalkan saja saat warga Belanda menjajah Indonesia yang hampir di setiap bangunan pada masa itu dekorasi yang digunakan bernuansa Belanda.

Proses akulturasi ini dapat dikatakan sebagai pencampuran dua budaya atau lebih sehingga dapat memunculkan budaya baru dan adanya budaya baru inilah yang menambah keberagaman budaya yang dimiliki oleh Indonesia.

Dalam proses akulturasi terdapat beberapa hal-hal yang menjadikan akulturasi ini menjadi pesat keberadaannya, antara lain pendidikan yang maju akan membuka pemikiran masyarakat tentang budaya asing, sehingga dapat memajukan peradaban bangsa. 

Kemudian dalam akulturasi, sikap dan perilaku saling menghargai budaya juga perlu dilakukan karena akan menjadikan kita dapat berhubungan baik dengan budaya lain, karena apabila tidak dilakukan maka akan terjadi saling cemooh budaya satu dengan yang lainnya. Selain itu, toleransi terhadap budaya lain dibutuhkan untuk menjaga hubungan baik antar latar belakang budaya yang dimiliki oleh bangsa.

Proses asimilasi disebabkan adanya perkumpulan masyarakat dengan latar belakang berbeda, sebagai contoh ditemukan seseorang yang memiliki logat daerah tertentu. Misalnya, didapati seorang yang berasal dari Papua yang melakukan studi di daerah Bandung, lambat laun pasti akan terpengaruh dengan logat Sunda. 

Selanjutnya interaksi sosial antara individu dengan individu lain menjadikan seseorang dapat berinteraksi dengan orang-orang yang ada di lingkungan baru sehingga sekumpulan orang tersebut dapat membaur dengan kebudayaan baru. Contoh konkretnya yakni dengan adanya program transmigrasi pada pemerintahan Orde Baru selain berhasil meratakan jumlah penduduk Indonesia juga mengakibatkan terjadinya asimilasi, terutama di wilayah Riau yang menghasilkan budaya baru seperti Jawa-Melayu, Mandailing-Melayu.

Asimilasi ini terjadi juga karena adanya beberapa hal, antara lain terbiasanya membuka diri terhadap budaya baru, baik dari segi informasi yang ditangkap atau bahkan ketika langsung mempraktikkannya. 

Dengan adanya keterbukaan pada budaya baru inilah menjadikan kita dapat menerima dengan mudah masuknya budaya baru ke dalam diri kita yang tentunya juga perlu kita filter terlebih dahulu, karena sejatinya setiap budaya yang masuk memiliki makna yang tentunya sangat beragam. 

Kemudian menghormati dan menghargai orang asing beserta budaya yang dibawanya juga membuat kita dapat bersikap saling menghargai dan menghormati antara satu sama lain.

Saat kita mencermati maraknya warung klontong Madura yang telah menjamur tersebar di pulau Jawa dengan menggunakan sistem kerja 24 jam, yang mana sistem kerja tersebut berdampak kepada para pedagang lokal yang hanya membuka toko dengan durasi waktu yang normal menjadikan salah satu bentuk pembauran kebudayaan yang diadopsi sehingga membuat pedagang lokal kewalahan dengan harus berupaya ekstra untuk mengimbangi hal tersebut, karena biasanya pedagang lokal tidak menggunakan sistem kerja shift dan tidak memiliki pekerja juga untuk membantu proses jualannya tersebut. 

Sehingga dari kasus inilah kita tahu bahwa dari proses asimilasi menyebabkan dampak yang beragam. Kita dapat menerima budaya baru yang masuk dengan sisi positif yang didapatkan, namun juga ada sisi negatif yang terserap sehingga berdampak bagi sektor lain. Dengan merasakannya imbas yang kurang baik tersebut memerlukan terobosan dan pembenahan diri untuk bisa bersaing sehat sehingga pembauran dua kebudayaan dapat diterima dengan baik.

Dari kekayaan budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia inilah dengan melihat dari banyaknya unsur-unsur kebudayaan asing yang masuk menjadikan proses hibridisasi berhasil memadukan budaya dengan adanya fenomena glokalisasi dalam tinjauan etnografi sebagai alternatif khusus yang berhubungan dengan glokalisasi saat ini. Dan benar kiranya bahwa hibriditas bukanlah penyangkalan identitas lagi, melainkan kondisi yang memang ada terjadi setiap hari dan tidak bisa dihindarkan.[rie]


Penulis :
Arie Widya Murni
Mahasiswa S3 Dikdas Universitas Negeri Surabaya
Dosen Universitas NU Sidoarjo

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun