Mohon tunggu...
Indah W.
Indah W. Mohon Tunggu... -

: a wandering soul in her journey to the final destination..

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Rindu: Dua Minggu Mencari Cinta - TAMAT Versi Indah

18 Agustus 2010   02:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:56 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sang ayah yang awalnya hanya diam kemudian memandang Rindu, "Kamu yakin dengan keputusanmu itu, Nak?" Rindu mengangguk dan kedua bola matanya menunjukkan kebulatan tekad.

Rindu hanya butuh persetujuan dari salah satu orangtuanya saja karena untuk mendapatkan persetujuan dari keduanya akan membutuhkan waktu lama dan waktu bukanlah sahabat Rindu saat ini karena Satria sedang berpacu dengan waktu menuju akhir kehidupannya dan Rindu ingin mendampinginya. Rindu ingin ada di sisinya di saat-saat terakhir Satria.

Sang ayah menghela napas panjang, "Kamu tau, Papa sebenarnya tidak setuju dengan keputusanmu ini, Rindu. Tetapi kamu sudah dewasa dan berhak memutuskan sendiri apa yang ingin kamu lakukan dalam hidupmu. Karenanya Papa menghargai niatanmu untuk meminta restu terlebih dulu dari Papa dan Mama. Tentunya kamu mempunyai pertimbangan sendiri yang telah dipikirkan masak-masak khan, Nak?" Rindu mengangguk, "Dan Papa percaya kamu tidak akan merusak kepercayaan yang Papa berikan kepadamu. Jadi bila restu yang kamu inginkan, Nak, kamu mendapatkan restu Papa."

Sang ibu mendelik mendengar ucapan suaminya, "Papa sudah gila?! Kok bisa-bisanya setuju sama Rindu?! Apa kata orang nanti, Pa?!"

"Apa kata orang itu bukan urusan kita, Ma, yang harus menjadi perhatian kita adalah mengenai kebahagiaan Rindu! Dan apa Mama masih belum juga sadar kalau kebahagiaan Rindu adalah bersama dengan Satria!" Sang ayah menjawab dengan ketenangan yang semakin menyulut gerutuan sang ibu, "Terserah kalian lah! Bapak sama anak sama saja! Sama-sama tidak bisa dibilangin!" Sang ibu berjalan meninggalkan meja makan dan untuk menunjukkan kekesalannya, sang ibu sengaja membanting pintu ruang tidur yang membuat sang ayah menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan sang istri.

Rindu merasakan kelegaan luar biasa mendengar perkataan ayahnya, tidak hanya restu yang didapatkannya namun ternyata sang ayah juga mengerti tentang dirinya. Rindu langsung memeluk sang ayah dan mengambil kunci mobil lalu meluncur di jalan raya sambil bernyanyi riang menuju rumah Satria.

Satria terkejut mendapati Rindu yang datang mengetuk pintu rumahnya. Dan wajah Rindu pagi ini amat berbeda dengan Rindu yang kemarin Satria lihat. Satria mempersilahkan Rindu masuk dan tanpa basa basi Rindu langsung mengatakan maksud kedatangannya.

"Satria, seperti yang aku bilang kemarin, tidak akan semudah itu kamu bisa menyingkirkan aku dari hidupmu!" Rindu berkata tegas, "Namun aku juga tidak ingin menikah dengan lelaki yang tidak menginginkan aku menjadi istrinya! Jadi pernikahan kita tetap batal!" Rindu tersenyum yang justru menerbitkan kepedihan dalam hati Satria.

"Aku harap kamu berbahagia, Rindu!" Dengan susah payah Satria menelan kesedihannya.

"Tunggu, aku belum selesai berbicara!" Rindu memotong ucapan Satria.

"Apalagi yang perlu dibicarakan, Rindu?" Semakin lama berhadapan dengan Rindu, rasa sakit itu semakin menusuk-nusuk dalam hati Satria karena ia menyadari bahwa Rindu telah lepas dari genggamannya, dan itu karena perbuatannya sendiri, "Bukankah semuanya sudah jelas?" Satria berkata pahit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun