Pada saat ini gereja kita ditagih bagaimana harus "Mewujudkan Daya Ubah" sebagaimana diamanatkan dalam setiap doa permohonan, sudah saatnya kita mewujudkan semangat berbagi dengan melakukan tugas kesaksian dan pelayanan secara langsung untuk membangun pelayanan terhadap kaum lemah, miskin, tersingkir dan difabel yang dikategorikan sebagai tugas diakonia dan seharusnya juga dalam skala luas seluruh lingkungan gereja bergerak untuk melakukan gerakan oikumene yaitu mengajak seluruh stake holder di sekitar kita (lintas gereja dan lintas agama) untuk peduli pada masyarakat bawah terdampak pembatasan jarak atau social distance ini.Â
Kita sudah saatnya berjejaring mengundang partisipasi banyak pihak untuk bersama-sama mengulurkan bantuan logistik berupa bahan pangan. Setidaknya kita sudah "nyicil ayem" karena dana yang sudah terhimpun dari lingkungan yang dikumpulkan untuk peryaan gereja sudah dikembalikan dan langsung di eksekusi oleh pengurus lingkungan untuk membantu logistik warganya yang tidak mampu akibat terdampak covid-19 namun disadari bahwa itu masih bersifat eksklusif yang artinya terbiasa melayani dikandang sendiri.
Kita bersyukur bahwa Tuhan mengajak kita untuk merayakan Paskah bukan ditempat yang biasanya terasa hangat dalam bangunan gereja namun Tuhan mengajak kita untuk melakukan "ibadah padang" supaya terketuk hati nurani kita terketuk, terpanggil untuk memaknai Perayaan Paskah dapat dirayakan dengan pelayanan yang indah bersama ditengah keprihatinan dan penderitaan masyarakat.Â
Sebagai gereja janganlah kita mencuci tangan ibarat Pilatus yang menghindar akan tugas dan tanggung jawab kita bahwa tugas melayani kita bukanlah di dalam tembok gereja dan kita harus mampu melayani ditengah-tengah masyarakat juga.
Kondisi sosial ekonomi akibat kebijakan sosial distancing pada saat ini telah menggugah rasa kemanusiaan semua pihak, setidaknya beberapa gereja kristen langsung responsif, begitu juga gereja katholik langsung mengembalikan dana perayaan untuk diwujudkan dalam bentuk bantuan logistik kepada jemaat miskin yang membutuhkan.Â
Namun hal ini belumlah mencerminkan kehidupan kristen yang sesungguhnya karena saudara kita yang lain yang berbeda iman juga butuh uluran tangan dan mereka juga sudah membuka hati dan bahkan mereka juga rela untuk melayani diluar jemaatnya baik itu dalam bentuk pembagian masker, hand sanitizer, penyemprotan massal yang dilakukan oleh komunitas Muhamadiyah dan NU.
Sementara dari komunitas Kristen secara responsif langsung bergerak membagikan bantuan logistik dan komunitas Katholik dilevel bawah masih menunggu formula dan instruksi kapan bisa bergerak untuk berani bergandengan tangan bersama lintas iman, lintas suku, lintas ras untuk bersama bergandengan tangan peduli sesama, karena saudara kita sejatinya juga bersedia membuka hati.
Namun seringkali para ketua lingkungan kita sendiri masih diselimuti rasa takut, sikap curiga, antipati dan alergi. Saya kira inilah pekerjaan rumah terbesar kita pada saat ini bila kita bisa berbuat baik maka sekaranglah saatnya, bila kita merasa tidak mampu sekaranglah saatnya untuk peduli bersama. Karena kekuatan kita minoritas adalah terletak pada kekuatan jaringan, bukan individu maupun lembaga gereja yang harus menanggung persoalan yang begitu besar dan tengah dihadapi bangsa ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H