Belajarlah sampai ke negeri Cina. Petuah bijak dari para tetua itu mengandung arti agar kita senantiasa meluaskan cakrawala pandang sehingga hidup ini lebih bermakna.Â
Karena dunia ini begitu luas dan terus bergerak, berkembang mengikuti akal dan budi daya manusia dalam menyikapi dirinya sebagai pemimpin dan makhluk yang diciptakanNya paling sempurna. Belajar tidak hanya soal tahu, mengerti dan paham. Pendalaman makna atas suatu bahan pembelajaran itulah yang akan membedakan kesempurnaan diri manusia.
Negeri Cina sejak jaman dulu telah dikenal sebagai pusat peradaban dunia. Banyak sumber ilmu yang berkembang pesat di negeri berjuluk Tirai Bambu itu. Pepatah bijak di atas adalah salah satu seruan (hadis) Nabi Muhammad SAW dalam memaknai ayat pertama Al Qur'an: iqra' (bacalah), belajarlah atau galilah kedalaman ilmu. Kalau perlu sampai ke negeri Cina.Â
Sebagaimana diceritakan oleh Kompasianer Yuniarto Hendy dalam perjalanan wisatanya ke kuil itu, para biksu selain mendalami Zen Buddhist juga belajar bela diri. Dan satu murid yang berasal dari luar negeri, lebih tepatnya adalah negeri matahari terbit atau Jepang, kala itu adalah So Doshin.Â
Setelah menjalani pelatihan yang cukup panjang di kuil itu, akhir masa Perang Dunia ke- dua, beliau kembali ke negeri asal dan menemui keadaan sosial masyarakat, terutama para pemudanya yang kacau balau.
Kriminalitas terjadi di mana-mana. Di sisi lain, moral dan mental masyarakat tak lagi menunjukkan optimisme. Kondisi memprihatinkan ini menggugah kesadaran Kaiso So Doshin untuk menata kembali kehidupan masyarakat dengan cara menarik para pemudanya agar belajar mengendalikan diri dengan memberi nasihat dan mengajari seni beladiri yang dinamai : Shorinji Kempo .Â
Shorinji Kempo yang dikenal selama ini adalah seni beladiri yang dipelajari Kaiso So Doshin di Kuil Shaolin dipadukan dengan hasil olah pikir dan rasa (kreativitas) beliau. Baik yang bersumber dari beladiri setempat maupun kecakapan pribadi. Perpaduan itu menghadirkan s eni yang menampilkan keindahan gerak dan keselarasan hidup.Â
Kelembutan adalah mewakili aspek seni yang terpancar pada gerakan kuncian, lipatan dan bantingan. Secara teknis disebut waza. Sedangkan gerakan yang bertenaga disebut Ken. Kedua jenis gerakan itu merupakan perwujudan dari filosofi Shorinji Kempo yakniÂ
" kasih sayang tanpa kekuatan adalah kelemahan, kekuatan tanpa kasih sayang adalah kezaliman ".Â