Mohon tunggu...
dabPigol
dabPigol Mohon Tunggu... Wiraswasta - Nama Panggilan

Orang biasa

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Memaknai Perjalanan Hidup dari Sebuah Kuil di Hutan Bambu

6 Februari 2019   21:56 Diperbarui: 9 Februari 2019   02:59 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belajarlah sampai ke negeri Cina. Petuah bijak dari para tetua itu mengandung arti agar kita senantiasa meluaskan cakrawala pandang sehingga hidup ini lebih bermakna. 

Karena dunia ini begitu luas dan terus bergerak, berkembang mengikuti akal dan budi daya manusia dalam menyikapi dirinya sebagai pemimpin dan makhluk yang diciptakanNya paling sempurna. Belajar tidak hanya soal tahu, mengerti dan paham. Pendalaman makna atas suatu bahan pembelajaran itulah yang akan membedakan kesempurnaan diri manusia.

Negeri Cina sejak jaman dulu telah dikenal sebagai pusat peradaban dunia. Banyak sumber ilmu yang berkembang pesat di negeri berjuluk Tirai Bambu itu. Pepatah bijak di atas adalah salah satu seruan (hadis) Nabi Muhammad SAW dalam memaknai ayat pertama Al Qur'an: iqra' (bacalah), belajarlah atau galilah kedalaman ilmu. Kalau perlu sampai ke negeri Cina. 

So Doshin pencipta seni beladiri Shorinji Kempo. Gambar @shorinjikempo.jp
So Doshin pencipta seni beladiri Shorinji Kempo. Gambar @shorinjikempo.jp
Satu di antara sumber ilmu yang ada di sana adalah seni beladiri yang terkenal sebagai Shaolin Kungfu dari Kuil Zen Buddhist di Provinsi Henan yang kini telah ditetapkan sebagai warisan dunia oleh UNESCO. 

Sebagaimana diceritakan oleh Kompasianer Yuniarto Hendy dalam perjalanan wisatanya ke kuil itu, para biksu selain mendalami Zen Buddhist juga belajar bela diri. Dan satu murid yang berasal dari luar negeri, lebih tepatnya adalah negeri matahari terbit atau Jepang, kala itu adalah So Doshin

Setelah menjalani pelatihan yang cukup panjang di kuil itu, akhir masa Perang Dunia ke- dua, beliau kembali ke negeri asal dan menemui keadaan sosial masyarakat, terutama para pemudanya yang kacau balau.

Kriminalitas terjadi di mana-mana. Di sisi lain, moral dan mental masyarakat tak lagi menunjukkan optimisme. Kondisi memprihatinkan ini menggugah kesadaran Kaiso So Doshin untuk menata kembali kehidupan masyarakat dengan cara menarik para pemudanya agar belajar mengendalikan diri dengan memberi nasihat dan mengajari seni beladiri yang dinamai : Shorinji Kempo 

Sensei Utin Syahraz (alm) kempojogja.or.id
Sensei Utin Syahraz (alm) kempojogja.or.id
Secara harfiah, Kempo adalah tinju atau beladiri asal India. Sedangkan Shorinji berarti jalan atau falsafah hidup dari kuil di hutan bambu. Kuil itu adalah kuil Shaolin di Dengfeng, Provinsi Henan Cina. 

Shorinji Kempo yang dikenal selama ini adalah seni beladiri yang dipelajari Kaiso So Doshin di Kuil Shaolin dipadukan dengan hasil olah pikir dan rasa (kreativitas) beliau. Baik yang bersumber dari beladiri setempat maupun kecakapan pribadi. Perpaduan itu menghadirkan s eni yang menampilkan keindahan gerak dan keselarasan hidup. 

Sensei Indra Kartasasmita tengah menerima plakat dari Ketua Panitia Gasprov Jateng, Sp. Ari Yogatama. Dok. @perkemi.kebumen
Sensei Indra Kartasasmita tengah menerima plakat dari Ketua Panitia Gasprov Jateng, Sp. Ari Yogatama. Dok. @perkemi.kebumen
Di rumah beliau, di Todatsu, Prefektur Kagawa, Jepang, para pemuda dibangkitkan semangat hidupnya dan dilatih beladiri yang penuh kelembutan (ju ho) maupun yang bertenaga/keras (go ho)

Kelembutan adalah mewakili aspek seni yang terpancar pada gerakan kuncian, lipatan dan bantingan. Secara teknis disebut waza. Sedangkan gerakan yang bertenaga disebut Ken. Kedua jenis gerakan itu merupakan perwujudan dari filosofi Shorinji Kempo yakni 

" kasih sayang tanpa kekuatan adalah kelemahan, kekuatan tanpa kasih sayang adalah kezaliman ". 

Dari filosofi itu muncul doktrin 

" taklukkan dirimu sebelum menaklukkan orang lain". 

Perwujudan doktrin ini nampak sangat jelas bahwa setiap gerakan beladiri Shorinji Kempo didahului dengan gerakan mengelak atau menghindar. Jika perlu dilanjutkan dengan serangan-serangan yang bersifat melumpuhkan. Dengan demikian, serangan yang bersifat mematikan harus dihindari kecuali sangat terpaksa. 

Pendiri dan sesepuh Perkemi, Sensei Indra Kartasasmita tengah memeragakan salah satu teknik kuncian. @fb.perkemi.kebumen
Pendiri dan sesepuh Perkemi, Sensei Indra Kartasasmita tengah memeragakan salah satu teknik kuncian. @fb.perkemi.kebumen
Shorinji Kempo masuk ke Indonesia lewat jalur pendidikan. Salah satu mahasiswa penerima beasiswa pampasan perang dari pemerintah Jepang, Sensei Utin Syahraz, adalah orang Indonesia pertama yang mengenalkan seni beladiri ini kepada mahasiswa lain. Dua anggota keluarga Kartasasmita yakni Sensei Ginandjar dan Sensei Indra tertarik dengan atraksi yang ditunjukkan oleh Sensei Utin. 

Keduanya lalu berangkat ke Jepang dan belajar langsung dari Kaiso, Mahaguru (Sihan) So Doshin. Bahkan, Sensei Indra Kartasasmita memperoleh sertifikat khusus dari pendiri Kempo tersebut. Sekembalinya ke tanah air, ketiganya mendirikan Persaudaraan Shorinji Kempo Indonesia (Perkemi) pada 2 Pebruari 1966. 

Banyak hal yang saya dapatkan dari belajar dan berlatih Kempo bagi kehidupan pribadi maupun orang banyak meskipun sempat vakum selama lebih dari tiga dasawarsa. Pertama dan utama, saya selalu ingat guru pertama yang mengenalkan dan membimbing dengan sabarSenpai Budi Mulyani - 1 Dan (1982) putri mantan Rektor UGM, Prof. Dr. Sukadji Ranuwihardjo. 

Kedua, tempat latihan (Dojo) pertama adalah Hotel Tugu dan Gelanggang Mahasiswa UGM. Ketiga, para guru dan kakak seperguruan yang paling berkesan adalah Senpai Sigit Sulistyo (2 Dan), Senpai Triandi Mulkan dan Senpai Probo. Yang sangat spesial tentu Sensei Sugiarto Giyek ( 5 Dan) yang mengenalkan saya dengan Kempo dan Perkemi. 

Sensei Sugiyarto Giyek. Dok. @perkemi.kebumen
Sensei Sugiyarto Giyek. Dok. @perkemi.kebumen
Serta nama-nama semisal Sensei Darundio (kalau tidak salah sekarang 5 Dan). Ada beberapa nama Kyu Kenshi di Dojo Umum Kebumen (biasa disebut Nabatiyasa) yang sangat saya kenal yakni Senpai Mang Wangsa yang melatih para Kenshi (pelaku Kempo) Kebumen dengan penuh dedikasi dan yang lain. 

Dokpri
Dokpri
Rasa hormat dan penghargaan yang sangat tinggi kepada para guru kehidupan, baik yang masih ada maupun telah wafat. Penghargaan khusus tentu untuk para pendiri Persaudaraan Shorinji Kempo Indonesia yakni Sensei Utin Syahraz (almarhum) serta Sensei Indra Kartasasmita dan Sensei Ginanjar Kartasasmita. 

Karena beliau bertiga itulah saya lebih memahami makna hidup dan kehidupan. Khususnya tentang kecintaan kepada tanah air, persaudaraan dan kemanusiaan.

Kenshi di Dojo Umum Kebumen. Dokpri
Kenshi di Dojo Umum Kebumen. Dokpri
Belajar dan berlatih beladiri tidak sekadar menggapai kemampuan teknis atau tingkat tertentu. Sebagaimana diajarkan para guru dan pendahulu, tidak pantas bagi siapapun menyebut diri sebagai Kenshi sebelum mampu mengendalikan (mengalahkan) diri sendiri. 

Lebih tidak pantas lagi jika ia atau mereka menyatakan sebagai pemimpin tapi hanya mengedepankan nafsu ingin berkuasa atau menonjolkan dirinya. Bagaimana mungkin orang itu akan memberi contoh yang baik jika cara dan tindakan yang dipilih tidak baik. Abaikan adab dan hanya menuruti hawa nafsu ingin berkuasa atau sekehendak hati?

Menguasai teknik tanpa pemahaman cukup atas filosofi atau keutamaan yang mendasarinya seperti anak ayam kehilangan induk. Tanpa pegangan atau teladan dan salah asuhan.  

Mengandalkan kekuatan tanpa kasih sayang adalah wujud nyata kezaliman. Khususnya kepada diri sendiri dan tentunya kepada orang lain. Sementara itu, berpedoman pada kasih sayang semata tanpa disertai kekuatan diri juga akan menjadi suatu titik lemah ketika harus berhadapan dengan realita kehidupan yang begitu kompleks. 

Jaman memang telah dan akan terus berubah. Seperti kata pepatah, manusia mati meninggalkan nama. Nama seperti apakah yang akan kita tinggalkan ? Yang baik atau sebaliknya? Semua kembali kepada diri sendiri. 


Catatan khusus

Tulisan ini adalah yang terberat selama menjalani hobi menulis. Berkali-kali dikoreksi, direnungkan kembali. Karena Kempo, sebutan popular Shorinji Kempo di Indonesia, telah memberi warna khusus dalam kehidupan pribadi.

Mohon maaf atas kedangkalan pemahaman saya tentang Kempo, terutama kepada Sensei Indra Kartasasmita yang telah menyalakan kembali api kesadaran saya tentang semua ajaran Shorinji Kempo. Gassho.🙏🙏

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun