Kemampuan musikal AT Mahmud sudah banyak diketahui dan ditulis dalam berbagai biografi dan beragam tulisan lain. Tapi tidak banyak disebut bahwa beliau juga memiliki kemampuan mengorganisasi gerakan pelajar secara nasional.Â
Di masa perjuangan menegakkan kemerdekaan, Yogyakarta pernah menjadi ibukota negara Republik Indonesia.
Menurut cerita Staf Putri Markas Pusat (Tentara) Pelajar, almarhumah Ibu Atiatoen yang juga ibu kandung kami, pada 16-17 Juli 1946 bertempat di Sitihinggil (nama gedung) yang ada di dalam Komplek Keraton Yogyakarta berlangsung Kongres ke 1 Ikatan Pelajar Indonesia yang dipimpin oleh Totong Mahmud.
Pada kesempatan itu muncul gagasan dari peserta Kongres bahwa mereka harus mengambil bagian dalam proses mempertahankan kedaulatan NKRI.Â
Mereka bersepakat membentuk laskar perjuangan pelajar yang diberi nama Ikatan Pelajar Indonesia Bagian Pertahanan yang di dalamnya ada nama AT Mahmud sebagai anggotanya.
Tidak dijelaskan oleh Ibu Atiatoen apakah karena desakan teman-teman atau atas inisiatif sendiri, Mahmud jadi komandan pasukan pelajar itu di Pulau Sumatera.Â
Sejak saat itu (masih pelajar SMP), beliau telah menjadi seorang Kombatan atau pasukan tempur yang bergerilya di dalam kota sampai masuk ke hutan-hutan Sumatera yang masih lebat. IPI Bagian Pertahanan kemudian berevolusi menjadi Tentara Pelajar dan masuk dalam jajaran TNI sebagai Brigade XVII.Â
Atas pengabdian dan sumbangsihnya kepada kemerdekaan RI, pada awal Maret 1951, Pemerintah RI memberi penghargaan kepada para pelajar berbakti yang disebut KUDP.
Penghargaan ini semacam pesangon karena setelah itu, Tentara Pelajar Brigade XVII TNI dibubarkan dan para mantan anggota baik yang kombatan maupun non kombatan diberi pilihan meneruskan karir militer di TNI/Polri atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.Â
AT Mahmud memilih jadi orang sipil dan meneruskan pendidikan di SMA/ SGA dan seterusnya kuliah di IKIP Jakarta jurusan Bahasa Inggris. Pernah kuliah singkat di Universitas Sydney Australia dan terakhir pensiun sebagai pegawai negeri. Beliau wafat pada usia 80 tahun dengan sejumlah kenangan yang tidak hanya diingat oleh putra-putri serta para cucu kandung.Â
Tapi juga anak-anak Indonesia yang mungkin hanya mengenal karya-karyanya. Seorang mantan anggota pasukan tempur yang menjiwai dunia anak Indonesia dengan bahasa sederhana dan penuh makna. Karya sang maestro yang tak lekang oleh jaman.