Mohon tunggu...
dabPigol
dabPigol Mohon Tunggu... Wiraswasta - Nama Panggilan

Orang biasa

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Waktu | Jelang Matahari Baru - Dua

13 Desember 2018   17:16 Diperbarui: 13 Desember 2018   19:04 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anugerah dan bencana itu memang kehendakNya. Tak ada yang dapat memastikan kejadiannya. Secanggih apapun ilmu pengetahuan dan teknologi yang dihadirkan oleh manusia untuk mencari tahu sebab musabab serta dampaknya. Sutopo Purwo Nugroho yang oleh para suka relawan bencana dianggap sebagai "suhu" pernah  mengatakan bahwa sampai saat itu (dua hari pasca gempa dan tsunami Sulteng), ia dan BMKG maupun PVMBG belum bisa mendapatkan jawaban: mengapa bencana besar terjadi di akhir pekan?

Bencana alam utamanya hampir setiap saat terjadi di negeri kita, Indonesia. Selain kondisi alam yang dilingkupi cincin api, dua lempeng besar dan garis khatulistiwa serta perubahan iklim global, potensi dan ancaman bencana di negeri kita bertambah besar dengan perilaku masyarakat kurang bersahabat dengan alam serta lingkungan hidup pada umumnya. Alam senantiasa menentukan titik keseimbangan baru jika terjadi gangguan. Sebagian berwujud gempa bumi, tsunami, likuifaksi, abrasi dan sebagainya. 

Atas terjadinya proses penyeimbangan ini, acapkali kita berlebih menyikapinya. Dari yang berusaha tahu secara instan lewat mBah Google atau media sosial yang tingkat akurasi informasinya layak dipertanyakan. Bersikap latah agar berkesan kekinian dan yang paling konyol adalah mencari kambing hitam. Sementara itu, penggembala telah bersiap diri dengan  "barang dagangan". Fenomena yang memperkeruh suasana panik, sedih dan kehilangan justru makanan lezat buat para penggembala itu. 

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Batasan UU 24 /2007 cukup jelas. Penjelasan pada alinea-alinea berikutnya mempertegas masing-masing kategori bencana. 

Yang menarik dan sering lepas dari rerangka berpikir masyarakat awam adalah kategori bencana non alam dan karena faktor manusia. Faktor bencana non alam antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.

Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror.

Jika bencana alam karena faktor alam secara nalar adalah proses penyeimbangan yang tidak dapat diduga kedatangannya. Tapi dapat dirasakan saat terjadi dan akibat yang ditimbulkannya. Ada kuasa yang tak nampak kasat mata, itu kekuatan Sang Maha Perkasa dalam menjawab pertanyaan mBah Topo. Ada sesuatukah di balik terjadinya bencana alam berskala besar pada akhir pekan? Apakah itu, bukan urusan dan takaran manusia. Mungkin titik temu antara kehendak-Nya dan keinginan manusia melalui doa-doa yang dikabulkan. 

Pelajaran yang dapat dipetik dari bencana alam adalah kerendahan hati. Alam punya aturan dan tata caranya sendiri. Hanya buat orang-orang yang mau berpikir dengan segenap kerendahan hatinya yang mampu bersahabat dengan alam. Dan alampun mengapresiasi makna persahabatan itu dengan sumber- sumber yang mengalirkan kebaikan.

Yang sering dikesampingkan dan membawa suasana riuh adalah bencana karena faktor non alam dan manusia khususnya. Boleh jadi, proses terjadinya tidak seketika membesar seperti faktor alam. Banyak yang menggunakan istilah fenomena gunung es karena yang nampak di dalamnya jauh lebih besar dan luas dibandingkan yang nampak di permukaan. HIV/AIDS dan seluruh rangkaian penyebabnya serta kelaparan dan segenap faktornya. Narkoba dan semua yang melingkupi. Korupsi dan perilaku politik serta kadar permakluman (permisifitas) yang mengelilingi "lingkaran setan"-nya. Juga beragam aksi teror baik yang terstruktur maupun lone wolf. Serta berbagai jenis, skala dan sebab musabab terjadinya konflik sosial. 

Atas terjadinya bencana karena faktor non alam, teladan pemimpin dan kejelasan regulasi merupakan titik tertinggi dalam upaya pencegahan tanpa perlu mengikuti pola permainan sang penggembala kambing hitam. Tanpa perlu menunggu kehadiran satria piningit untuk memaknai toleransi karena rakyat Indonesia punya tradisi gotong royong dan bermufakat dalam permusyawaratan. Pemimpin politik tak perlu berbesar kepala menyatakan dirinya taat hukum tapi acapkali melanggar keadilan. Pemimpin agama juga perlu bercermin diri untuk membuktikan kesalihannya. Jika mau berkhidmat, tak perlu ada persepsi berlebih atas nama korsa apapun. Dan karenanya, alam semesta akan berkhidmat (juga) kepada manusia yang diberi derajat tertinggi oleh Sang Mahakuasa, Pencipta alam semesta ini. Semoga.

Sumber : Satu , Dua , Tiga , Empat .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun