Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan. Pernah bekerja di industri penerbangan.

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Singapura dalam Perspektif Keteladanan bagi Pejabat Indonesia

15 Oktober 2024   09:50 Diperbarui: 15 Oktober 2024   09:50 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
PM Lawrence Wong menggunakan pesawat komersial bertarif rendah (sumber:marketing-interactive.com)

Dalam berbagai kesempatan dan lain waktu, hubungan Indonesia dengan Singapura memiliki fenomena yang unik. Fenomena itu terlihat juga pada saat pemerintahan Habibie dan Gus Dur. Secara telanjang Habibie telah memperlihatkan sikap yang kurang cocok terhadap Lee Kuan Yew. Sedang Gus Dur justru menjadikan Lee sebagai penasehatnya.

Fenomena unik yang dipertontonkan oleh pejabat kedua negara terus berlangsung. Pada saat prajurit KKO Usman dan Harun dihukum gantung oleh Pemerintah Singapura, waktu itu Presiden Soeharto sempat geram dan langsung menjadikan Usman dan Harus sebagai Pahlawan Nasional. Tetapi dalam perjalanan sejarah rezim orde baru, Soeharto lebih sering bersikap merindukan kehadiran petinggi Singapura. Bahkan hubungan pribadi Soeharto dengan Lee begitu dekat dan sering terlihat tanpa batas protokoler kenegaraan.

Pada era kekuasaan SBY juga menempatkan Singapura sangat istimewa. Hal itu terlihat dengan aktivitas pendidikan anak SBY dan kegiatan bisnisnya yang berbasis di negeri singa itu. Pemerintahan SBY juga sangat berharap terhadap berbagai entitas negara kota itu. SBY begitu semangat untuk berjualan masterplan pembangunan NAD ke Singapura setelah bencana tsunami di Aceh.

Terkait posisi strategis Singapura,meskipun wilayahnya kecil namun memiliki peran ekonomi regional yang sangat penting. Tidak bisa menutup mata bahwa sebagian besar aktivitas bisnis di Indonesia dikendalikan dari Singapura. Begitu pula basis investasi, perbankan dan pasar modal juga tidak jauh berbeda.

Dimasa mendatang kedua pemerintahan sebaiknya mencari terobosan diplomasi disertai dengan mencari resep kemesraan untuk hubungan kedua negara. Kegiatan perekonomian Indonesia hendaknya tidak tergantung dengan Singapura. Namun demikian, posisi Singapura juga tidak bisa diabaikan. Karena mampu menggalang potensi ekonomi etnis Tionghoa perantauan yang memiliki solidaritas dan potensi yang besar.

Solidaritas dan potensi itu terlihat dari kiprah Tionghoa perantauan dalam menyelenggarakan Shijie Huashang Dahui atau Konvensi Wiraswasta Tionghoa sedunia. Konvensi pertama dipelopori Lee Kuan Yew yang diselenggarakan di Hotel Mandarin di pusat keramaian Orchard Road di Singapura pada 1991. Penyelenggaraan World Chinese Entrepreneurs Convention yang kedua pada tahun 1993. Konvensi internasional etnis Tionghoa perantauan kedua tersebut implementasinya agak istimewa, karena terbentuk wadah dan jaringan bisnis yang kokoh dan solidaritas etnis. Nan Yang Inc merupakan wadah para pengusaha keturunan Tionghoa di Asia Tenggara dan merupakan komponen World Chinese Entrepreneurs Convention ( WCEC ). Diperkirakan wadah diatas memiliki aset setara dengan tiga kali cadangan devisa seluruh negara ASEAN.

Bangsa Indonesia perlu mencontoh dan mempelajari rekayasa mentalitas dan etos kerja di Singapura. Rekayasa tersebut dilandasi ajaran Konfusianisme yang diaktualisasikan dengan kemajuan jaman. Proyek nasional yang berupa rekayasa sosial berhasil menjadikan Singapura sebagai macan Asia.

Proyek spiritualitas bangsa Singapura dimulai sejak tahun 70-an. Dilakukan dengan mendatangkan beberapa pakar dari seluruh dunia untuk mengimplementasikan ajaran Konfusius kepada para siswa sekolah dan mahasiswa. Salah satu pakar Konfusius yang direkrut Lee adalah Profesor Tu Weiming. Seorang guru besar yang mengajar sejarah dan filsafat Tiongkok di Harvard University.

Profesor Tu ditugasi untuk mengajarkan etika Konfusius bagi siswa sekolah dan mahasiswa. Etika tersebut merupakan mata pelajaran wajib sebagai pendidikan moral dan etos kerja. Teori dan metoda yang dibuat Profesor Tu untuk generasi muda Singapura telah meneguhkan prinsip konglomerasi yang hebat untuk persaingan global.

Proyek spiritualitas ala Lee Kuan Yew juga menjadikan Singapura menjadi negara yang efektif dalam mencegah dan memberantas korupsi. Proyek diatas terbukti menjadi daya dorong yang hebat bagi pertumbuhan ekonomi Singapura. Proyek itu berhasil menggembleng generasi muda supaya tidak manja dan terlena. (TS)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun