Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan. Pernah bekerja di industri penerbangan.

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Olahraga Pilihan

Coreng Moreng PON 2024, Perlu Audit Total dan Usut Tuntas Modus Korupsi

19 September 2024   14:56 Diperbarui: 19 September 2024   18:57 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kondisi jalan saat penyelenggaraan PON 2024 di GOR Bola Voli Indoor Sumut (KOMPAS.com/GOKLAS WISELY) 

Coreng Moreng PON 2024, Perlu Audit Total dan Usut Tuntas Modus Korupsi

Seperti penyelenggaraan yang lalu, pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON) ke-21 kali ini juga diwarnai dengan coreng-moreng berbagai persoalan. Antara lain ketidakberesan pembangunan infrastruktur stadion dan sarana pertandingan, keributan pemain dan wasit, serta buruknya menu makanan untuk atlet dan official. Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu segera turun tangan untuk menemukan modus penyelewengan dalam penyelenggaraan PON.

Penyelenggaraan PON dari waktu ke waktu diwarnai penyimpangan anggaran. Tahun lalu Kejaksaan Tinggi Papua menetapkan empat orang tersangka penyimpangan dana penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional atau PON XX 2021 di Papua senilai Rp 2 triliun. PON sebelumnya yang diselenggarakan di Provinsi Riau juga menyisakan masalah keuangan. Hal itu sempat dikemukakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dana PON XVIII 2012. Yang mana banyak temuan yang mengindikasikan terjadi pemborosan dan penyimpangan dengan nilai puluhan miliar rupiah.

Pemborosan terjadi di hampir seluruh kegiatan PON. Mulai dari proyek-proyek pembangunan infrastruktur pendukung, seperti venue-venue sampai anggaran yang digunakan untuk pelaksanaan. Seperti untuk seremoni pembukaan dan penutupan. Termasuk terjadi pemborosan untuk anggaran konsumsi. Ada sejumlah temuan pemborosan yang nilainya cukup besar terkait dengan anggaran untuk bidang penyiaran, Terutama untuk siaran langsung final sepakbola, telah terjadi wanprestasi oleh perusahaan televisi swasta.

Mestinya PON menjadi barometer pembinaan dan prestasi olahraga daerah, serta menimbulkan spirit kemajuan bangsa dan memupuk semangat persatuan bangsa. Namun, PON 2024 ternyata jauh dari harapan publik.

Penyelenggaraan PON selain untuk mempersatukan bangsa juga untuk mendongkrak prestasi olahraga Indonesia di kancah SEA Games dan Asian Games yang hingga kini juga masih mengecewakan. Rakyat menuntut agar modus korupsi dan pemborosan yang luar biasa, baik korupsi terhadap pembangunan venue cabang olahraga maupun korupsi pada pembangunan infrastruktur pendukung diusut tuntas. Perlu audit total terhadap pembangunan stadion dan pelaksanaan pertandingan, serta ketidakberesan logistik dan akomodasi oleh panitia. Modus korupsi besar atau kecil mesti ditindak tegas tanpa pandang bulu.

Masih hangat kasus pembiayaan PON ke-19 di Jawa Barat tahun lalu yang menghabiskan dana sekitar Rp 3 triliun. Saat itu pembiayaan juga mencuatkan kontroversial karena sebagai tuan rumah Gubernur Jawa Barat sempat mengalihkan dana bantuan desa masing-masing sebesar Rp 100 juta untuk 5.319 desa di Jawa Barat dengan total Rp 531,9 miliar untuk membiayai PON. Terjadi gugatan oleh kepala desa dan masyarakat terhadap kebijakan gubernur tersebut.

Publik mencium ada yang tidak beres dengan PON XXI. Tampak. jalan becek, lapangan berdebu dan menu makanan yang tidak enak bahkan basi. Dimata publik terlihat tempat pertandingan atau venue yang belum rampung hingga persoalan teknis lainnya mencoreng ajang olahraga paling bergengsi di Tanah Air. PON diselenggarakan di dua provinsi secara bersamaan, yakni Aceh dan Sumatera Utara. Event ini berlangsung selama 12 hari pada 9-20 September 2024. Anggaran yang dikucurkan pemerintah pusat mencapai Rp811 miliar. Dana itu untuk membangun dan merenovasi 18 unit infrastruktur olahraga di Aceh.

Selain itu, Kementerian Pemuda dan Olahraga RI juga mengucurkan dana senilai Rp 516 miliar untuk menyukseskan event ini. Jumlah tersebut dialokasikan untuk penyelenggara di Aceh dan Sumut masing-masing Rp 72 miliar dan Rp 74 miliar, serta kebutuhan untuk panitia, pengawas, hakim, dan keabsahan Rp30 miliar. Kemudian untuk opening ceremony di Aceh senilai Rp60 miliar dan opening ceremony di Sumut senilai Rp41 miliar, serta anggaran untuk sarana pertandingan di Aceh Rp138 miliar dan di Sumut Rp 101 miliar.

Sebagai catatan, PON 2024 mempertandingkan 65 cabang olahraga dan diikuti total 12.919 atlet dari 39 kontingen, termasuk Ibu Kota Nusantara atau IKN. Sebanyak 6.294 atlet bertanding dalam 33 cabang olahraga di Aceh, sebanyak 6.625 lagi bertanding dalam 34 cabang olahraga di Sumut.

Seperti penyelenggaraan di Sumut, ternyata penyelenggaraan PON di Aceh juga terjadi ketidakberesan. Sejumlah atlet dan official protes karena konsumsi yang diberikan tidak layak. Padahal, anggaran yang diberikan sebesar Rp 50.900 per porsi. Masalah transportasi dan akomodasi juga dinilai buruk. Semua ini mengindikasikan adanya modus korupsi.

Penyelenggaraan PON dengan biaya besar, baik biaya langsung maupun biaya tidak langsung mestinya juga menghasilkan output yang berarti bagi bangsa. Output tersebut selain berupa pembangunan karakter bangsa, juga harus menjadi entitas ekonomi dan industri dengan nilai tambah sangat signifikan. Tren global menunjukkan bahwa industri olahraga semakin berpotensi untuk menambah devisa negara. Sayangnya, pengembangan industri olahraga nasional kini sedang stagnan. Belum ada terobosan kebijakan dan inisiatif model bisnis luar biasa terkait dengan industri olahraga di negeri ini.

Penyelenggaraan PON mendatang harus bebas korupsi dan sudah bersiap diri jauh hari sebelum penyelenggaraan. Sehingga pembangunan venue tidak amburadul dan molor jadwalnya. Kita patut menengok sejarah Penyelenggaraan PON pertama pada 9 September 1948 dibuka oleh Presiden Pertama RI Soekarno dan acara penutupannya dilakukan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX Selaku Ketua Komite Olimpiade Republik Indonesia (KORI). PON pertama digelar di Stadion Sriwedari, Solo di tengah revolusi kemerdekaan. Diikuti oleh 600 atlet yang bertanding pada 9 cabang olahraga yakni Atletik, Lempar Cakram, bulu tangkis, sepak bola, tennis, renang, Pencak silat, Panahan dan Bola Basket dengan jumlah total medali (emas, perak, perunggu) yang diperebutkan sebanyak 108 medali.

Penyelenggaraan PON mestinya disertai dengan pameran industri olahraga dan hasil inovasi produk yang terkait. Dalam UU Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) dijelaskan bahwa industri olahraga adalah kegiatan bisnis bidang olahraga dalam bentuk produk barang dan atau jasa. Industri olahraga dapat berbentuk prasarana dan sarana yang diproduksi, diperjualbelikan, dan atau disewakan untuk masyarakat. Industri olahraga juga dapat berbentuk jasa penjualan kegiatan cabang olahraga sebagai produk utama yang dikemas secara profesional yang meliputi; kejuaraan nasional dan internasional, pekan olahraga daerah, wilayah, nasional, dan internasional, promosi, eksibisi, dan festival olahraga; atau keagenan, layanan informasi, dan konsultasi keolahragaan. (TS)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Olahraga Selengkapnya
Lihat Olahraga Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun