Seperti penyelenggaraan di Sumut, ternyata penyelenggaraan PON di Aceh juga terjadi ketidakberesan. Sejumlah atlet dan official protes karena konsumsi yang diberikan tidak layak. Padahal, anggaran yang diberikan sebesar Rp 50.900 per porsi. Masalah transportasi dan akomodasi juga dinilai buruk. Semua ini mengindikasikan adanya modus korupsi.
Penyelenggaraan PON dengan biaya besar, baik biaya langsung maupun biaya tidak langsung mestinya juga menghasilkan output yang berarti bagi bangsa. Output tersebut selain berupa pembangunan karakter bangsa, juga harus menjadi entitas ekonomi dan industri dengan nilai tambah sangat signifikan. Tren global menunjukkan bahwa industri olahraga semakin berpotensi untuk menambah devisa negara. Sayangnya, pengembangan industri olahraga nasional kini sedang stagnan. Belum ada terobosan kebijakan dan inisiatif model bisnis luar biasa terkait dengan industri olahraga di negeri ini.
Penyelenggaraan PON mendatang harus bebas korupsi dan sudah bersiap diri jauh hari sebelum penyelenggaraan. Sehingga pembangunan venue tidak amburadul dan molor jadwalnya. Kita patut menengok sejarah Penyelenggaraan PON pertama pada 9 September 1948 dibuka oleh Presiden Pertama RI Soekarno dan acara penutupannya dilakukan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX Selaku Ketua Komite Olimpiade Republik Indonesia (KORI). PON pertama digelar di Stadion Sriwedari, Solo di tengah revolusi kemerdekaan. Diikuti oleh 600 atlet yang bertanding pada 9 cabang olahraga yakni Atletik, Lempar Cakram, bulu tangkis, sepak bola, tennis, renang, Pencak silat, Panahan dan Bola Basket dengan jumlah total medali (emas, perak, perunggu) yang diperebutkan sebanyak 108 medali.
Penyelenggaraan PON mestinya disertai dengan pameran industri olahraga dan hasil inovasi produk yang terkait. Dalam UU Sistem Keolahragaan Nasional (SKN) dijelaskan bahwa industri olahraga adalah kegiatan bisnis bidang olahraga dalam bentuk produk barang dan atau jasa. Industri olahraga dapat berbentuk prasarana dan sarana yang diproduksi, diperjualbelikan, dan atau disewakan untuk masyarakat. Industri olahraga juga dapat berbentuk jasa penjualan kegiatan cabang olahraga sebagai produk utama yang dikemas secara profesional yang meliputi; kejuaraan nasional dan internasional, pekan olahraga daerah, wilayah, nasional, dan internasional, promosi, eksibisi, dan festival olahraga; atau keagenan, layanan informasi, dan konsultasi keolahragaan. (TS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H