Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan. Pernah bekerja di industri penerbangan.

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Dana Bagi Hasil Migas untuk Daerah, Apakah Sudah Adil dan Transparan?

13 September 2024   16:03 Diperbarui: 13 September 2024   16:05 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sepuluh provinsi penerima DBH Migas terbesar 2023 (sumber Kemenkeu )

Terkait dengan Blok ONWJ, dimana Pemprov Jabar mengambil 10 persen participating interest senilai sekitar Rp 1 triliun dengan membentuk BUMD hulu migas. Perusahaan Daerah ini selanjutnya berperan sebagai partner Pertamina selaku kontraktor dalam mengeksploitasi Blok ONWJ. 

Sebagai konsekuensinya BUMD tersebut harus memiliki kompetensi yang tinggi untuk ikut mengelola blok migas. Juga memahami aspek Net Present Value (NPV) seperti aspek harga minyak, volume produksi dan biaya produksi. Selain itu BUMD juga harus memiliki misi untuk mengembangkan lapangan kerja untuk rakyat daerah. Serta melibatkan seluas-luasnya produk dan industri lokal untuk turut mendukung operasional usaha hulu migas.

Kompetensi juga menyangkut penghitungan keekonomian lapangan migas yang sudah tua dan kurang produktif. Apalagi sebagian sumur ONWJ sudah tidak bisa berproduksi lagi. Perlu kompetensi untuk menentukan biaya eksploitasi lapangan serta perkiraan harga migas di pasaran yang menjadi referensi.

Dengan skema pemerintah pusat tidak lagi ikut campur dan tidak mengawasi operasi sehari-hari. Begitu juga dengan biaya pengeluaran oleh kontraktor, pemerintah pusat lepas tangan. Ada faktor yang krusial terkait dengan skema yang berlaku pada saat ini yakni masalah akuntansi migas dan perhitungan volume produksi. 

Selama ini dalam sistem bagi hasil migas terjadi kerancuan penghitungan back allocation. Pada prinsipnya back allocation untuk menghitung volume produksi dan lifting setiap sumur untuk digunakan sebagai dasar perhitungan volume produksi dan lifting masing-masing pihak, termasuk besarnya jatah daerah penghasil migas.

Mestinya perhitungan tersebut dilakukan berdasarkan data-data well group, well production duration, transaksi volume produksi di setiap entitas (sumur, stasiun pengumpul, stasiun pengumpul utama) dan volume lifting yang memiliki karakter dinamik. Selama ini dinilai belum tercipta laporan bagi hasil yang transparan, akurat dan adil berdasarkan lokasi setiap sumur.

Belum diterapkan sistem yang ideal terkait dengan back allocation yang mestinya dilakukan dengan menggabungkan antara data-data lifting yang dilakukan oleh kontraktor dibandingkan dengan data-data volumetrik produksi.

Penerapan sistem bagi hasil perlu diawasi dengan ketat agar kepentingan daerah tidak dirugikan. Usaha pertambangan migas sangat sensitif terhadap kondisi politik bahkan bisa menimbulkan gejolak. Mewujudkan transparansi lifting migas merupakan kunci untuk mewujudkan keadilan SDA migas. Transparansi lifting migas itu juga sangat diperlukan oleh daerah-daerah penghasil migas di Indonesia .

Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa pembagian hasil produksi atau production sharing contract masih sensitif dan sarat dengan masalah. Sekitar 75 kontraktor terdaftar sebagai pelaku usaha dalam bidang migas. Pelaksanaan monitor setiap perusahaan tersebut dalam penginputan data masih bersifat parsial. Sehingga data-data tersebut hanya bisa dilihat di setiap perusahaan dalam berbagai format.

Kondisi itu cukup menyulitkan pihak pemerintah daerah untuk mendapatkan informasi yang akurat dari seluruh perusahaan dalam waktu yang singkat. Data volume yang dilaporkan selama ini semata-mata hanya merujuk kepada laporan produksi yang disampaikan secara sepihak oleh kontraktor.

Kondisi ini sangat berpotensi terjadinya perselisihan baik antara Pemerintah Pusat dengan kontraktor maupun antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah atau juga antara Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Daerah lainnya. Selama ini Forum Komunikasi Daerah Penghasil Migas (FKDPM) menuntut adanya perbaikan perhitungan, sistem monitoring dan formula bagi hasil yang adil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun