Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Bersiap Hadapi Gempa Megathrust

18 Agustus 2024   23:12 Diperbarui: 19 Agustus 2024   00:22 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bersiap Hadapi Gempa Megathrust 

Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), potensi gempa megathrust di Indonesia dapat terjadi kapan saja, meskipun hingga saat ini belum ada tanda-tanda yang jelas bahwa gempa besar akan segera terjadi. Pihak BMKG bukan menakuti publik, melainkan menggugah perhatian nasional bahwa ancaman itu faktual dan bisa datang setiap saat.

Peringatan yang ditekankan Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono sangat tepat, agar bangsa Indonesia tidak terlena. Apalagi pada saat ini usaha mitigasi bencana gempa bumi di berbagai daerah ada yang kendor karena hiruk pikuk pesta demokrasi yang sangat melelahkan dan menguras sumber daya.

Publik berharap penyempurnaan sistem mitigasi gempa bumi jangan kendor. Terutama mitigasi gempa bumi yang bisa menimbulkan tsunami yang dahsyat. Mestinya pembuatan Peta Batimetri di perairan yang telah dikategorikan berpotensi menimbulkan Gempa Megathrust bisa dikerjakan secara tuntas.

Peta batimetri sangat berguna untuk mitigasi bencana tsunami dan juga sangat bermanfaat untuk mengelola sumber daya kelautan. Masih hangat dalam ingatan publik tentang tsunami di Aceh. Pada saat itu pengetahuan tentang peta batimetri masih minim.

Peta batimetri juga diperlukan untuk keperluan scientific, seperti untuk mengetahui topografi pulau-pulau yang saling menyambung di perairan Indonesia.Batimetri dapat diartikan sebagai pengukuran dan pemetaan topografi dasar laut. Manfaat Peta Batimetri adalah dapat langsung mengevaluasi deformasi setelah terjadinya gempa besar bawah laut yang menyebabkan tsunami.

Pada saat terjadinya bencana tsunami Aceh pada tahun 2004, Indonesia tidak memiliki data awal, sehingga tidak dapat melihat perambatan tsunami, dan betapa hancurnya hasil gempa Aceh sehingga mengakibatkan permukaan dasar laut yang berantakan dan menghasilkan lumpur yang sangat banyak.

BMKG mencatat adanya gempa kecil pada 8 Agustus 2024 yang memicu kekhawatiran di kalangan para ilmuwan. Gempa kecil ini dianggap sebagai pengingat bahwa potensi gempa besar selalu ada dan perlu diwaspadai. Terdapat 15 zona di Indonesia yang berpotensi kena dampak dipicu oleh aktivitas gempa megathrust:Gempa megathrust adalah jenis gempa bumi yang terjadi di zona subduksi, yaitu wilayah di mana lempeng tektonik bumi bergerak saling bertumbukan dan salah satu lempengnya terdorong ke bawah lempeng lainnya.

Zona subduksi ini biasanya memiliki kemiringan yang landai dan terletak di area pertemuan antar lempeng tektonik. Karena terjadi di antara dua lempeng besar, gempa megathrust sering kali dikenal sebagai gempa interplate.

Sebenarnya peringatan tentang gempa megathrust beberapa tahun yang lalu pernah ditekankan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Bahkan PBB juga membuat simulasi dan skenario jika terjadi gempa besar di Indonesia yang berpotensi menewaskan banyak orang. Skenario tersebut berupa dokumen rencana tanggap darurat. Menjelaskan kontingensi berdasarkan skenario terburuk atas terjadinya gempa besar di sekitar Jawa Barat, Banten dan Jakarta dengan korban jiwa yang sangat banyak dalam waktu 24 jam. Skenario dan simulasi diatas didasarkan jika terjadi gempa berskala 7,8 Richter di Selat Sunda, serupa dengan gempa Karibia. Dalam simulasi terlihat peralatan telekomunikasi dan berbagai infrastruktur perhubungan, bangunan publik, sarana produksi akan mengalami kerusakan total.

Badan Pengurangan Risiko Bencana PBB menyatakan bahwa dengan skenario dan simulasi tersebut, diketahui bahwa Indonesia bisa dikategorikan belum siap dengan risiko bencana. Oleh sebab itu diperlukan langkah-langkah untuk memperbaiki sistem mitigasi dan penegasan peraturan dan teknik pendirian bangunan. Karena dalam simulasi oleh PBB itu disebutkan bahwa keruntuhan bangunan banyak membunuh korban.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun