Tatanan Masyarakat IKN dan Tantangan Budaya Gratis
Masyarakat bertanya, seperti apa nantinya tatanan ekonomi dan sosial masyarakat yang akan terbentuk di Ibu Kota Nusantara (IKN). Rencana sebagai kota yang cerdas dan ramah lingkungan, IKN semestinya juga menunjukkan tingkat kesejahteraan warganya yang bagus.
Tentunya dengan indikator riil dimana IKN mampu menyediakan fasilitas kehidupan warganya yang serba mudah, serba murah bahkan gratis. Hal ini sebagai sesuatu yang diharapkan bisa menular untuk kota-kota lainnya.
Budaya gratis perlu diwujudkan di IKN. Jangan sampai ibu kota lebih kejam daripada ibu tiri. Semua serba beli dengan harga yang mahal. Kemakmuran harus segera terbit di IKN. Tanda-tanda kemakmuran adalah banyak harga nol rupiah alias gratis.
Pemerintah mengklaim bahwa air kran atau PAM bisa langsung diminum. Menteri PUPR sudah mencoba meminumnya. Semoga ini benar adanya. Karena kalau kondisinya seperti itu maka warga IKN tidak perlu repot-repot beli air minum dalam kemasan yang harganya boleh dibilang mahal. Jika air minum gratis seperti itu maka akan mempengaruhi produk yang lain.
Tentang pelayanan angkutan publik di IKN akan disediakan dengan rangkaian autonomous rail transit atau ART buatan Cina yang merupakan jenis kendaraan listrik tanpa sopir. Trem otonom bertenaga listrik itu nantinya akan beroperasi di jalanan IKN dan mestinya juga bisa digratiskan.
Langkah Presiden Jokowi yang mengundang para selebritis dan para penebar pengaruh digital (Influencer) dan juga rencana undangan terhadap sejumlah relawan politik pro Jokowi untuk beramai-ramai datang ke IKN perlu dimaknai dengan tatanan sosial ekonomi di IKN yang serba mudah, murah bahkan gratis . Jika Jokowi telah memberikan sederet kemudahan dan keistimewaan terhadap investor asing untuk berusaha di IKN. Tidak ada salahnya jika IKN juga menjadi kota terbuka bagi seluruh rakyat Indonesia. Jangan ada lagi razia pendatang di IKN hanya karena masalah ketertiban umum.
Mewujudkan IKN sebagai megapolitan mesti disertai dengan membentuk tatanan masyarakat atau postur SDM IKN dan Keanekaragaman profesi. Bahkan jenis-jenis profesi yang selama ini digeluti warga bangsa dan hampir musnah, maka profesi itu perlu direstorasi atau dimodernisasi sesuai dengan kemajuan zaman. Beberapa jenis profesi yang diambang kemusnahan seperti pengrajin tradisional, seni tradisi, tukang kayu, pembuat makanan tradisional yang pernah eksis di Indonesia, perlu dihidupkan lagi di IKN agar kota ini menjadi representative/miniaturnya Indonesia seperti halnya Jakarta. Perlu program transmigrasi untuk merekrut dan memindahkan para petani dan peternak, serta berbagai komunitas kebudayaan ke IKN.
Kawasan di sekitar IKN Nusantara direncanakan menjadi perkebunan besar, lahan pertanian dan hutan lestari. Tentunya membutuhkan petani, pekerja perkebunan dan perawat hutan dalam jumlah yang besar. Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja diatas sebaiknya melalui program transmigrasi dengan pola terkini. Sehingga struktur demografi dan strata sosial ibu kota baru itu mulai terbentuk.
Untuk mewujudkan keanekaragaman profesi diperlukan program transmigrasi IKN Nusantara dengan skema khusus. Program transmigrasi yang agak berbeda dengan yang pernah terjadi. Program ini perlu insentif yang tidak hanya berupa santunan sosial, tetapi juga perlu infrastruktur terkait pertanian, pertukangan, proses produksi dan konektivitas yang sesuai dengan perkembangan ekonomi digital dan era industri 4.0.
Meniru Budaya Gratis di Jakarta
Terkait dengan tantangan budaya gratis, IKN jangan kalah dengan Jakarta. IKN perlu meniru Jakarta terkait dengan tantangan budaya gratis. Selama ini banyak hal yang sudah gratis atau harga murah di Jakarta sebagai manifestasi slogan "Maju Kotanya, Sejahtera Warganya".
Strategi pembangunan dan gaya manajemen Gubernur Jakarta semakin memesona dan menjadi pembahasan publik yang tiada hentinya. Energi kolektif warga Jakarta terus ditumbuhkan agar menjadi kekuatan yang hebat untuk memacu pembangunan.
Ada fenomena psycho-economic yang sangat menarik terkait dengan strategi dan gaya manajemen di Jakarta. Muncul peribahasa, ditangan Gubernur Jakarta semakin banyak hal yang menjadi gratis. Itu terbukti dari pelayanan kesehatan, pendidikan, surat kependudukan, dan lain sebagainya.
Yang sangat fenomenal adalah pemberlakuan gratis bagi masyarakat yang ingin menikmati hiburan dan paket wisata. Bahkan event yang dulunya sangat elitis dan mahal, kini digratiskan untuk rakyat. Setelah Festival Kebudayaan Jakarta (FKJ) dan Pekan Produk Kreatif Daerah (PPKD) yang disambung dengan Jakarnaval, pagelaran bergengsi pemilihan Abang dan None Jakarta juga dilaksanakan secara gratis ditempat yang prestisius. Menariknya, meskipun digratiskan namun kualitas dan layanan tetap yang terbaik.
Jika dikaji lebih dalam dari aspek psycho-economic kontemporer, inisiatif gratis diatas tidak hanya sekedar gratis. Namun bermakna lebih dari gratis atau disebut dengan konsep "Cheaper than Free".
Salah satu formula bisnis global yang sempat menjadi tren adalah menawarkan layanan gratis. Chris Anderson dalam bukunya berjudul "Free", pengarang buku best seller sebelumnya "The Long Tail" ini menyebutkan bahwa gratis adalah harga radikal yang akan mengubah masa depan. Hal itu telah terbukti pada Facebook dan Google. Dimana kedua layanan tersebut menyediakan layanan gratis kepada pelanggan. Andai saja mereka mensyaratkan pengguna untuk membayar layanannya, mungkin kedua perusahaan tersebut tidak akan bisa sebesar saat ini. Tak bisa dimungkiri bahwa gratis adalah mantra untuk memenangkan kompetisi dan bisnis era digital masa kini.
Konsepsi Cheaper than Free akan menjadi spektakuler dan secara ekonomi akan mendatangkan keuntungan lebih besar mengingat psikografis masyarakat saat ini selalu menunggu kejutan. Dari segi ekonomi perkotaan, langkah Gubernur Jakarta untuk menggratiskan berbagai layanan, hiburan, dan paket wisata telah membuahkan prospek dan keuntungan yang luar biasa. Dari sisi rakyat, inisiatif gratis itu membuat rakyat semakin terhibur dan terpompa semangatnya untuk lebih berbudaya dan berjiwa kreatif. Dari sisi pelaku UMKM, kebijakan gratis dalam hal tempat usaha juga disertai dengan berbagai bantuan pembiayaan. Begitu juga dengan para pelaku industri kreatif dan seniman, pemberian ruangan dan insentif untuk berkreasi akan menghasilkan devisa berganda dikemudian hari.
Konsepsi Cheaper than Free di Jakarta dari aspek investasi dan industri pariwisata juga membuat Jakarta semakin "menggiurkan" bagi para investor dan wisatawan mancanegara (wisman). Kini para investor besar justru berlomba-lomba menangkap momentum emas di Jakarta dengan membuat puluhan mega proyek properti. Mereka sudah bersiap mengguyurkan ratusan triliun rupiah untuk berbagai proyek superblok di kawasan komersial terpadu, mal, hotel, perkantoran, hingga apartemen.
Kini kenaikan permintaan sewa perkantoran di Jakarta termasuk ranking tinggi di Asia Pasifik. Begitupun tarif sewa maupun harga jual semakin meningkat. Maraknya investasi properti dan infrastruktur di Jakarta merupakan berkah menguatnya energi kolektif warga ibukota.
Peningkatan itu sebaiknya dimanfaatkan untuk lebih mensejahterakan warga dengan cara pembangunan perumahan rakyat sesuai dengan rasio kewajiban pengembang properti. Hal itu belajar dari pengalaman buruk di masa rezim orde baru dimana pejabat Jakarta waktu itu tidak tegas dan tidak berdaya menghadapi pengembang yang belum merealisasikan fasum dan persentase pembangunan perumahan untuk rakyat yang menjadi kewajiban pengembang. (TS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H