Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Cita-Cita Kemerdekaan Bikin Nuklir, Jangan Dijegal!

31 Juli 2024   14:33 Diperbarui: 31 Juli 2024   14:36 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sedangkan untuk gas,walaupun saat ini Indonesia masih menjadi negara pengekspor gas, namun impor gas dalam bentuk LNG dan LPG juga semakin meningkat seiring dengan peningkatan kebutuhan rumah tangga dan komersial serta menurunnya cadangan dan produksi gas bumi.

Kebijakan nasional untuk hilirisasi batubara kurang totalitas. Program pemerintah yang memberikan insentif kepada perusahaan pertambangan batubara yang menjalankan program hilirisasi kurang mendapat sambutan. Pengusaha semakin getol mengekspor batu-bara mentah karena harganya masih tinggi. Pengusaha tidak mau repot-repot terlibat program hilirisasi yang membutuhkan biaya tinggi. Nilai proyek hilirisasi batubara untuk sebuah perusahaan pertambangan membutuhkan investasi hingga 33 triliun rupiah. Program hilirisasi seperti penerapan kompor Dimethyl Ether (DME) diproyeksikan menjadi salah satu energi alternatif pengganti LPG sebagai energi rumah tangga.

Dari sisi lingkungan, penggunaan DME disebut lebih baik dibanding LPG karena mudah terurai di udara dan meminimalisir gas rumah kaca hingga 20 persen. DME adalah bahan bakar multi source dan dapat diproduksi dari banyak sumber, diantaranya dari gas alam, batubara, limbah plastik, limbah kertas,limbah pabrik gula, dan biomassa.

Kebijakan energi nasional perlu banting setir dengan membangun PLTN. Besaran investasi pendirian satu PLTN sekitar 40 triliun rupiah. Pembangkit tersebut bisa menghasilkan daya sekitar 33 GigaWatt. Salah satu PLTN tersebut bisa jadi cocok berlokasi di dekat ibu kota negara yang baru yakni Ibu Kota Nusantara ( IKN ). Tentunya dengan jarak yang aman dan faktor keselamatan yang paripurna. Pasokan energi untuk IKN yang ideal adalah dengan PLTN.

Untuk sumber daya reaktor bisa menggunakan cadangan mineral berupa plutonium yang terdapat di Bangka Belitung atau menggunakan uranium yang bisa diperoleh dari Kalimantan. Menurut Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Indonesia kedepan minimum membutuhkan pembangunan empat buah PLTN. Namun, beberapa kalangan dan pakar masih menyangsikan kemampuan dari praktisi nuklir di Indonesia untuk mengoperasikan PLTN.

Sikap beberapa pihak terkait PLTN ibarat terkena Sindrom NIMBY (Not In My Backyard), jangan bangun PLTN di dekat rumah kami. Keniscayaan, pembangunan PLTN memerlukan dialog yang jujur dan terbuka. Karena pilihan terhadap PLTN adalah pilihan yang strategis dan berhadapan dengan risiko tinggi.

Keniscayaan, energi nuklir telah membawa harapan di banyak kalangan sebagai solusi untuk mengakhiri krisis energi. Efisiensi yang dihasilkan energi nuklir terbukti sangat tinggi. Penelitian membuktikan hanya dengan 360 gram uranium sudah dapat mencukupi kebutuhan listrik untuk 1.000 rumah penduduk dalam waktu satu tahun.

Data menunjukkan perbandingan bahaya radiasi nuklir terhadap aktivitas lain yakni dengan membandingkan tingkat resiko pada bidang lain. Sebagai contoh radiasi sebesar 1 milirem radiasi hanya menurunkan harapan hidup sebesar 1,5 menit. Aktivitas lain yang mempunyai dampak mengurangi harapan hidup 1,5 menit antara lain setara dengan menyebrang jalan 4 kali atau merokok 3 kali hisapan. Dalam hal kesetaraan itu merokok satu batang sampai habis sama dengan risiko 10 mrem radiasi.

Bila polusi yang dikeluarkan oleh pembangkit listrik di luar PLTN diekuivalenkan dengan besaran mrem maka perbandingan resikonya adalah polusi udara dari pembakaran batu bara 150 mrem/tahun atau Polusi udara dari bahan bakar minyak 60 mrem/tahun. Sebagai perbandingan dapat ditunjukkan bahwa kecelakaan Three Mile Island, radiasi yang dikeluarkan rata-rata hanya 1,25 mrem/orang.

Dari aspek lain, dampak operasi PLTN dan batubara dapat dibandingkan sebagai berikut. Dalam operasi normal PLTN, hasil pembakarannya selalu disimpan dalam teras reaktor sedangkan dalam operasi normal PLTU maka hasil pembakaran harus dikeluarkan secara terus menerus melalui cerobong yang notabene mengandung S02, NOx, dan CO2. Pembuangan S02 dan NOx ke udara merupakan polusi yang luar biasa dan menyebabkan hujan asam, sedangkan pelepasan CO2 akan menimbulkan pemanasan global. (TS)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun