Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

WIKA Alami Pendarahan Parah, Perlu Audit Investigasi Kereta Cepat

31 Juli 2024   10:07 Diperbarui: 31 Juli 2024   10:09 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gedung kantor pusat PT Wijaya Karya Tbk (WIKA). (sumber : investor.id )

WIKA Alami Pendarahan Parah, Perlu Audit Investigasi Kereta Cepat

Sungguh malang nasib PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) yang kondisinya terus berdarah-darah. Penderitaan BUMN karya itu akibat penugasan pemerintah untuk mensupport mega proyek kereta cepat Jakarta-Bandung buatan Cina alias KCIC.

Keluhan Direksi WIKA kepada DPR saat acara dengar pendapat mestinya segera ditindak lanjuti dengan melakukan audit investigasi terhadap proyek mercusuar tersebut. Karena kemungkinan BUMN lain yang terlibat proyek tersebut juga mengalami penderitaan serupa seperti misalnya PT KAI dan lain-lain. Pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Presiden terpilih Prabowo Subianto perlu melakukan audit investigasi terhadap KCIC serta segera mencari solusi pendarahan BUMN di atas antara lain dengan pemberian PMN atau restrukturisasi utang terhadap Perusahaan plat merah tersebut.

Publik sangat prihatin melihat kondisi keuangan PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) sepanjang 2023 berdarah-darah, akibatnya mengalami kerugian hingga menyentuh level Rp 5,88 triliun. Kerugian WIKA tersebut akibat proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung alias Whoosh. Selain beban bunga, Wika juga tertekan karena PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) yang merugi. PSBI merupakan anak usaha dari PT Kereta Api Indonesia (KAI) yang memiliki mayoritas saham PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) sebesar 60 persen. Sedangkan WIKA memiliki 38 persen saham PSBI.

Masih hangat dalam pikiran kita, sebenarnya keputusan pemerintah yang menyuntikkan dana yang besar dari APBN kepada konsorsium KCIC menimbulkan gugatan rakyat luas. Pemerintah dinilai tidak konsisten terhadap skema pembiayaan mega proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Awalnya Presiden Jokowi menegaskan bahwa proyek tersebut tidak memakai dana APBN. Kondisi manajemen proyek KCIC yang semakin amburadul dan ada pembengkakan biaya disana-sini membuat pemerintah menyuntikkan dana yang bersumber dari APBN.

Melalui Peraturan Presiden Nomor 93 Tahun 2021 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat antara Jakarta dan Bandung, Presiden Jokowi memberikan izin dana APBN dipakai untuk mendukung pembangunan proyek tersebut. Keniscayaan, pemerintahan baru setelah Jokowi lengser perlu segera melakukan audit investigasi terlebih, yakni audit menyeluruh terhadap konsorsium KCIC. Termasuk audit teknologi untuk mengetahui sejauh mana teknologi dan produksi kereta cepat menggunakan produk dan SDM dalam negeri.

Audit juga untuk mengetahui penyerapan tenaga kerja lokal. Apalagi di lapangan selama ini banyak terlihat tenaga kerja asing yang terlibat proyek KCIC mengerjakan jenis-jenis pekerjaan kasar. Seperti operator alat berat dan sejenisnya yang mestinya bisa dilakukan oleh tenaga kerja lokal. Mestinya tenaga kerja lokal baik yang masuk kategori teknisi hingga insinyur bisa mendominasi proyek nasional itu. Keniscayaan bagi bangsa ini untuk membentuk SDM perkeretaapian yang mandiri.

Pembengkakkan anggaran proyek KCIC yang sangat besar, tidak tertutup kemungkinan adanya modus fraud seperti penggelembungan harga. Estimasi awal, kebutuhan dana proyek semula sekitar 6,07 miliar dolar AS atau sekitar Rp 86,67 triliun (kurs Rp14.280 per dolar AS) ternyata melonjak hingga 8 miliar dolar AS atau Rp 114,24 triliun.

KCIC terdiri dari dua konsorsium. Pertama, PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) yang berisi sejumlah perusahaan pelat merah di dalamnya. Secara komposisi saham, PT WIKA memiliki 38 persen, kemudian KAI 25 persen, PT Jasa Marga (Persero) Tbk. sebanyak 12 persen, dan PTPN VIII 25 persen. Jadi, total saham PSBI sebesar 60 persen di KCJB.

Kedua, konsorsium China, Beijing Yawan HSR Co. Ltd. dengan kepemilikan sebesar 40 persen. Konsorsium ini terdiri atas lima perusahaan, yakni CRIC dengan saham 5 persen, CREC sebanyak 42,88 persen, Sinohydro 30 persen, CRCC 12, dan CRSC 10,12 persen. Terkait dengan pengembangan SDM, pembangunan kereta cepat seharusnya mengacu dan sesuai dengan UU No.23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Pembangunan sebaiknya terfokus kepada tahapan penguasaan teknologi dan industri dalam arti yang sebenar-benarnya. Serta dilakukan penuh totalitas oleh SDM dalam negeri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun