Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Patimban Jangan Berteman Sepi, Mesti Lepas dari Bayangan Tanjung Priok

18 Juli 2024   17:38 Diperbarui: 18 Juli 2024   17:43 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aktivitas bongkar muat otomotif di Pelabuhan Patimban (Sumber:KOMPAS/JUMARTO YULIANUS)

Patimban Jangan Berteman Sepi, Mesti Lepas dari Bayangan Tanjung Priok

Eksistensi Pelabuhan Patimban, yang terletak di Subang, Jawa Barat mestinya bisa menyeimbangkan arus logistik antara wilayah Barat, Tengah, dan Timur Indonesia. Pelabuhan Patimban merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dibangun dengan nilai investasi Rp18,9 triliun.

Pelabuhan Patimban mestinya mampu menjadi pelabuhan besar bersama dengan Pelabuhan Tanjung Priok yang mampu menjadi bagian dari rantai pasok global. Sayangnya Patimban terus berteman dengan sepi. Padahal Patimban itu sesungguhnya sebuah fasilitas yang cukup bagus. Spesifikasinya mencakup dermaga terminal kendaraan sepanjang 300 meter dan terminal peti kemas dengan dimensi 420 x 35 meter. Lalu dibangun juga breakwater, seawall, revetment, backup area, jalan akses dan jembatan penghubung ke terminal.

Ambisi Patimban untuk menyaingi Tanjung Priok masih jauh dari kenyataan. Pelabuhan Patimban dibangun dengan skema pembiayaan menggunakan pinjaman dari pemerintah Jepang melalui banknya, Japan Bank for International Cooperation (JBIC). Untuk membangun pelabuhan yang berlokasi di Subang, Jawa Barat itu diperlukan biaya Rp17,2 triliun yang Rp14,2 triliun di antaranya merupakan pinjaman dari Negeri Sakura.

Pelabuhan Patimban di Subang beberapa saat setelah diresmikan oleh Presiden Joko Widodo langsung menghadapi persaingan ketat. Kinerja dan daya saing Patimban sejak beroperasi ternyata senasib dengan Bandara Internasional Jawa Barat (BIJB) Kertajati yang juga merana kesepian sejak usai dibangun.

Mengelola pelabuhan dalam ekosistem perdagangan dunia yang tengah bergeser tidak mudah dan butuh strategi yang jitu. Apalagi Pelabuhan Patimban terus dihadapkan dengan kondisi oversupply terminal peti kemas di Pulau Jawa. Kondisi tersebut berpotensi menyebabkan infrastruktur terminal peti kemas menjadi mangkrak. Patimban juga dihadapkan kepada tantangan apakah utilitasnya mampu mendukung ekspor produk asli Provinsi Jawa Barat selain otomotif. Seperti misalnya agroindustri.

Proyeksi BIJB Kertajati sebagai aero city dengan berbagai infrastruktur yang kandas semoga tidak menular kepada Patimban yang juga telah diproyeksikan menjadi kota pelabuhan yang maju seperti di Jepang, misalnya Kochi.

Dalam era privatisasi dan liberalisasi pelabuhan, Patimban akan bersaing ketat dengan pelabuhan lain, baik di dalam dan luar negeri. Kinerja pengelola pelabuhan akan dihadang masalah banyaknya terminal kontainer di Pulau Jawa, sementara arus peti kemas cenderung tetap ke suatu terminal tertentu. Sehingga investasi penambahan kapasitas baru berpeluang mangkrak.

Akses jalan menuju Pelabuhan Patimban di Subang (Sumber:KOMPAS/JUMARTO YULIANUS)
Akses jalan menuju Pelabuhan Patimban di Subang (Sumber:KOMPAS/JUMARTO YULIANUS)

Sebagai gambaran terkait jumlah terminal peti kemas di Pulau Jawa selama ini sekitar 13.9 juta twenty foot equivalent units (TEUs). Jika ditambah dengan beroperasinya terminal peti kemas Pelabuhan Patimban (3.7 juta TEUs) dan Pelabuhan Manyar di Gresik (3 juta TEUs), maka kumulatif ketersediaan layanan terminal peti kemas di Jawa mencapai 20,4 juta TEUs.

Sudah menjadi rahasia umum, pergerakan kontainer di Indonesia, termasuk di pulau Jawa, bersifat end-to-end. Artinya, peti kemas, khususnya impor, masuk ke sebuah terminal/pelabuhan, diproses clearance-nya, selanjutnya dikirim langsung ke end destination-nya. Biasanya pabrik yang berada di hinterland atau daerah belakang terminal/pelabuhan yang bersangkutan. Sangat sedikit dari peti kemas impor itu yang dikirim kembali (transshipped) ke daerah lain.

Sebagai gambaran selama semester I/2020 (Januari s/d Juni), arus peti kemas melalui Jakarta International Container Terminal (JICT) tercatat sebanyak 876.585 TEUs atau setara 590.571 bok. Arus peti kemas sepanjang enam bulan pertama 2020 itu, berasal dari peti kemas import 466.280 TEUs (315.881 box) dan peti kemas ekspor 410.304 TEUs (274.690 bok).

Tahapan pembangunan Pelabuhan Patimban meliputi tahap 1 fase 1, yaitu meliputi pembangunan area terminal, pembangunan Breakwater, Seawall, dan Revetment, pembangunan Back Up Area, jalan akses, dan jembatan penghubung dengan Terminal Kendaraan seluas 25 Ha dengan kapasitas kumulatif sebesar 218.000 CBU, Terminal Peti Kemas seluas 35 Ha dengan kapasitas kumulatif sebesar 250.000 TEUs untuk tahap I secara keseluruhan.

Selanjutnya, untuk tahap 1 fase 2 dikerjakan pada tahun 2021-2024 dengan pekerjaan Terminal Peti Kemas seluas 66 Ha dengan kapasitas kumulatif sebesar 3,75 juta TEUs, Terminal Kendaraan dengan kapasitas kumulatif sebesar 600.000 CBU, dan Roro Terminal seluas 200 meter persegi.

Kemudian untuk tahap 2 akan dilaksanakan pada tahun 2024-2025 pekerjaan Terminal Peti Kemas dengan kapasitas kumulatif sebesar 5,5 juta TEUs. Sedangkan tahap 3 akan dilaksanakan pada tahun 2026-2027 dengan pekerjaan terminal peti kemas dengan kapasitas kumulatif sebesar 7,5 juta TEUs.

Terminal peti kemas dan pelabuhan adalah mata rantai penting dalam sistem logistik nasional. Selama ini hanya Tanjung Priok yang mampu melayani kapal-kapal besar. Sementara Pelabuhan Tanjung Perak (Surabaya), Tanjung Emas (Semarang) dan beberapa pelabuhan lainnya, karena keterbatasan alat dan tingkat kedalaman kolam, membuat kapal besar tidak bisa bersandar.

Konektivitas menjadi isu global dan nasional yang sangat strategis. Pelabuhan Patimban mesti bisa memberikan kontribusi ekonomi yang berarti bagi segenap rakyat Jabar. Optimasi pelabuhan Patimban perlu diwujudkan sejak hari pertama operasi. Patimban sebaiknya lepas dari bayang-bayang Pelabuhan Tanjung Priok. Oleh sebab itu bermacam produk ekspor Jabar yang selama ini sebagian besar masih dikirim lewat Tanjung Priok harus dialihkan.

Produk-produk agro industri dari Jabar mesti dipermudah lewat Patimban. Bila perlu pelabuhan ini juga memiliki predikat sebagai Agri Port atau pelabuhan yang punya dermaga khusus produk-produk pertanian, kehutanan, dan perikanan.

Patimban perlu mengikuti jejak kota pelabuhan Kochi di Jepang. Perlu kerjasama untuk saling belajar dan kerjasama di pelbagai bidang. Kochi memiliki industri utama dalam bidang pertanian, kehutanan, dan perikanan. Kochi adalah kota pelabuhan yang dibuka sejak 400 tahun yang lalu. Sejak tahun 1994 Kochi memfokuskan perkembangannya berdasarkan promosi ekonomi dengan modernisasi kelengkapan sarana dan prasarananya. Saat ini Kochi berkembang menjadi kota perdagangan, kebudayaan dan juga menjadi barometer ekonomi bagi Jepang.

Daya saing Patimban akan terlihat dari besaran tarif. angkutan peti kemas atau box. Jangan sampai para pengusaha justru lebih suka mengirimkan barang lewat Tanjung Priok karena lebih murah dan efektif. Apalagi Pelabuhan Tanjung Priok karena terminal handling cost dan biaya angkut per box kontainer lebih efisien sehingga sejak tahun lalu pengusaha bisa berhemat sekira Rp1,5 juta per kontainer atau box untuk pengiriman tujuan Asia Timur. (TS)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun