Pada prinsipnya platform memiliki aplikasi dan layanan yang terkait dengan berbagai aspek. Yaitu aspek pertahanan keamanan, imigrasi, kehutanan, kelautan, bea cukai, transmigrasi, ketenagakerjaan, perdagangan, dan industri.
Secara garis besar terdapat tiga isu utama terkait dengan pengelolaan kawasan perbatasan antarnegara, yaitu penetapan garis batas baik darat maupun laut, pengamanan kawasan perbatasan, dan pengembangan kawasan perbatasan. Ada tiga negara yang berbatasan darat dengan NKRI yaitu Malaysia, PNG dan Timor Leste. Serta 10 negara yang berbatasan laut dengan NKRI yaitu Malaysia, Singapura, Thailand, India, Singapura, PNG, Australia, Vietnam, Filipina dan Palos.
Ancaman dan tantangan yang mendasar karena sebagian besar negara-negara tersebut berada di sebelah utara NKRI yang relatif penduduknya lebih padat daripada penduduk pulau-pulau Indonesia yang berbatasan dengan negara-negara tersebut yaitu Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Maluku dan Papua.
Masalah sosial dan ekonomi merupakan masalah krusial perbatasan pada saat ini. Peningkatan kesejahteraan masyarakat perbatasan dengan pengembangan potensi sumberdaya alam harus segera terwujud. Kondisi jumlah penduduk di daerah perbatasan relatif kecil, atau kurang sebanding dengan luas wilayahnya.
Kondisi masyarakatnya masih banyak yang tergolong masyarakat miskin dan terbelakang. Percepatan pembangunan wilayah perbatasan harus mampu mendorong empat faktor penting, yakni kontribusi wilayah perbatasan terhadap pembangunan nasional, mengingat fakta menunjukkan bahwa kontribusi nilai tambah satu kabupaten perbatasan secara nasional tidak sebanding dengan luas daerah dan proporsi penduduk di wilayah tersebut.
Sementara arus uang yang keluar dari wilayah perbatasan Indonesia ke negara tetangga biasanya lebih besar. Fakta ini banyak terjadi di daerah-daerah perbatasan darat, seperti yang terjadi di beberapa kabupaten di Pulau Kalimantan.
Selama ini keberadaan Joint Border Committee (JBC) atau Komite Bersama Perbatasan belum efektif dan sering mengalami jalan buntu. Padahal komite itu merupakan forum antar pemerintah.
Tidak efektifnya JBC juga terlihat dengan tidak pernah tuntasnya pembuatan Kerangka Referensi Bersama Batas Negara (Common Border Reference Frame, disingkat CBRF). Yakni merupakan sistem referensi koordinat atau datum bersama (common datum).
Secara praktis CBRF direpresentasikan di lapangan dengan tanda (tugu, monumen, pilar) yang koordinatnya dibuat dengan tingkat ketelitian tinggi dalam datum bersama yang disepakati oleh negara-negara yang berbatasan.
Dengan adanya data dan informasi spasial batas yang mengacu pada suatu datum bersama yang terdefinisi secara baik dan akurat, maka konflik perbatasan dapat diminimalkan.
Pengelolaan perbatasan merupakan bagian integral dari manajemen negara, yang secara operasional merupakan kegiatan penanganan atau mengelola batas wilayah dan kawasan perbatasan.