Pengusahaan geothermal sangat menguntungkan secara bisnis. Namun usaha itu sering menimbulkan sengketa antara pihak investor atau kontraktor dengan pihak pemerintah daerah dan masyarakat sekitar. Kompleksitas pengusahaan geothermal perlu dicarikan solusinya secara adil. Tidak bisa dimungkiri bahwa pengusahaan geothermal selama ini mengandung ironi, seperti terlalu murahnya harga uap atau energi geothermal, kerusakan lingkungan dan sosial, minimnya kontribusi kepada masyarakat sekitar serta masih sedikigt menyerap tenaga kerja lokal.
Potensi sumber daya geothermal di berbagai daerah di Indonesaia cukup besar. Secara ekonomis sangat menarik karena mutu baku termodinamika yang sangat bagus. Dari aspek geokimia memiliki kualifikasi panas bumi dengan indikasi steam heated springs atau sangat dominan uap, dengan PH 3-4, dan komposisi Cl dan Si0 rendah.
Spesifikasi itulah yang membuat lapangan geothermal tidak terlalu banyak tercium bau belerang sehingga sangat ideal untuk diproses menjadi tenaga listrik. Reservoir geothermal itu memiliki tekanan rata-rata 35 bar, dengan suhu rata-rata 250 derajat celcius. Spesifikasi tersebut menunjukkan reservoir tergolong entalpi tinggi. Hal ini membuat pemanfaatan panas bumi tersebut tidak begitu kompleks.
Sebagai gambaran tentang bagusnya kualitas reservoir bisa dilihat di PLTP Kamojang yang terbukti dengan adanya sumur yang masih berproduksi dengan baik meskipun telah 20 tahun beroperasi. (TS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H