Tingkatkan SDM Perempuan di Perusahaan Energi Panas Bumi
Peran perempuan dalam proses transisi energi berkelanjutan yakni energi panas bumi atau geothermal perlu diperluas secara signifikan. Inisiatif Oxfam dan transisi energi adil merupakan pendorong bagi usaha eksploitasi panas bumi di Tanah Air agar selaras dengan pelestarian lingkungan hidup dan kondisi sosial.Â
Usaha panas bumi mesti bisa memperbaiki tingkat sosial ekonomi masyarakat lokal yang bermukim di sekitar pembangkit. Apalagi usaha pemanfaatan panas bumi di Indonesia masih belum banyak menggunakan teknologi yang memakai komponen lokal. Perlu meningkatkan TKDN pembangkit panas bumi. Juga perlu rekrutmen kaum perempuan lokal dalam operasional pembangkit geothermal.
Komitmen PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) yang menekankan kesetaraan gender perlu diperluas bagi perusahaan energi lainnya. Hal ini antara lain dengan memberikan kesempatan yang luas bagi perempuan agar mampu menjadi penggerak dalam pengembangan energi panas bumi di Indonesia dan bahkan di tingkat global.
Merujuk data PGEO dalam kesetaraan gender di atas tergambar dari peningkatan jumlah karyawan perempuan yang tersebar pada berbagai posisi. Pada tahun 2022, porsi karyawan perempuan di PGEO mencapai 11,91%, meningkat dari 11,33% di tahun 2020. Sementara, jumlah perempuan pada manajemen top level mencapai 13% di tahun 2022, meningkat hingga 3 kali lipat dibanding 2020.
Keniscayaan perusahaan energi panas bumi perlu lebih banyak lagi merekrut tenaga kerja lokal utamanya perempuan. Lalu meningkatkan kapasitas karyawan perempuan melalui berbagai program pengembangan, baik secara manajerial untuk pengembangan peran kepemimpinan, hingga pengembangan fungsional yang menambah keterampilan dan keahlian.
Tak kurang dari Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi saat meresmikan program Net Zero Initiative (NZI) menyatakan pentingnya penguatan dalam melahirkan Green Jobs dan talenta muda yang ahli dalam Renewable Energy (RE). Creating jobs yang mendukung Industri manufaktur terutama dan rekayasa engineering dalam masa transisi energi sangat penting. Bonus demografi Indonesia yang puncaknya pada tahun 2030, hanya tinggal lima tahun lagi, dan agar bonus ini termanfaatkan dengan baik maka investasi dan SDM harus diperbanyak.
Indonesia perlu mencetak SDM ahli dan terampil untuk membuat dan merawat Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi ( PLTP ). Potensi panas bumi di Indonesia sebesar 23,9 Gigawatt (GW). Sayangnya potensi tersebut baru dimanfaatkan sebesar 8,9 % atau 2.130,6 MW, masih banyak yang belum dimanfaatkan. perihal ini Pemerintah menargetkan peningkatan pemanfaatan panas bumi menjadi 7.241,5 MW atau 16,8 % di 2025.
Pengembangan panas bumi sesuai roadmap pemerintahan Presiden Jokowi hingga tahun 2025 diperkirakan dapat menyerap investasi sebesar 4,1 miliar USD. Kapasitas terpasang pembangkit berbasis energi panas bumi saat ini berada di 16 Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP). Pada 2019 seluruh WKP mampu memproduksi listrik hingga 13.978 Giga Watt Hour (GWh) dari 101,5 juta ton produksi uap.