Bangunan publik, sekolah, pusat perbelanjaan, pasar dan hanggar pabrik tempat para pekerja mesti dibuat dengan prinsip akrab gempa. Serta memiliki sistem mitigasi yang selalu diperbarui. Pabrik-pabrik mesti memiliki prosedur tanggap bencana dalam sistem mitigasi yang tersosialisasi dengan baik. Bangunan pabrik yang sarat dengan permesinan dan bahan-bahan yang mudah terbakar bahkan eksplosif sangat riskan jika terjadi bencana alam.
Tidak ada kata yang lebih penting daripada mitigasi. Sebagian besar aspek mitigasi terkait dengan kondisi bangunan. Diharapkan kondisi bangunan bisa akrab dengan gempa. Istilah akrab untuk menekankan sebetulnya tidak ada bangunan publik yang benar-benar tahan gempa. Akrab untuk menunjukkan pentingnya fleksibilitas bangunan jika terkena getaran gempa dengan berbagai skala tidak sekaligus ambruk.
Perkembangan teknik sipil khususnya konstruksi bangunan tahan gempa pada dekade terakhir ini mengalami analisa yang lebih rinci. Yaitu adanya perubahan paradigma dari menilai kekuatan dan daktilitas menjadi kinerja. Secara umum struktur bangunan dapat dikategorikan menjadi engineered buildings dan non engineered buildings. Kedua kategori tersebut hingga saat ini masih ada yang belum memasukkan aplikasi teknologi tahan gempa.
Engineered building adalah bangunan yang memerlukan tenaga ahli saat proses perencanaan maupun pelaksanaannya. Sedangkan non engineered building adalah bangunan yang direncanakan dan dilaksanakan tanpa bantuan tenaga ahli. Bangunan-bangunan ini pada umumnya dibangun berdasarkan kebiasaan tradisional setempat dan pelaksanaannya mengikuti cara-cara masa lalu.
Non-engineered building dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu bangunan tradisional dan bangunan rumah tinggal sederhana atau bangunan komersil yang dibangun tanpa bantuan dari ahli bangunan. Agar memenuhi kriteria keseimbangan antara biaya dan resiko yang dapat diterima, engineered building maupun non-engineered building harus memenuhi beberapa kriteria perancangan sebagai berikut; pertama; struktur bangunan harus tetap utuh dan tidak boleh mengalami kerusakan yang berarti, pada saat terjadi gempa sedang.
Pada kondisi ini struktur diharapkan akan berespon di dalam kondisi elastis. Kedua, komponen non-struktural dari struktur bangunan diperkenankan mengalami kerusakan, tetapi komponen struktural harus tetap utuh pada saat terjadi gempa sedang.Ketiga, pada saat terjadi gempa kuat, komponen struktural dan non-struktural dari sistem struktur diperbolehkan mengalami kerusakan, tetapi struktur bangunan secara keseluruhan tidak boleh runtuh.
Kerusakan yang terjadi harus dapat diperbaiki dengan cepat sehingga bangunan segera dapat berfungsi kembali. Jadi pada filosofi perencanaan bangunan tahan gempa, kemungkinan terjadinya resiko kerusakan pada suatu bangunan merupakan hal yang dapat diterima, tetapi keruntuhan total atau collapse dari struktur yang dapat mengakibatkan terjadinya korban dan kerugian material yang besar harus betul-betul dihindari. (TS)