Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan. Pernah bekerja di industri penerbangan.

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Saatnya Pansel KPK Temukan Pendekar Jurus Maut Tiga Gatra

13 Juni 2024   15:50 Diperbarui: 14 Juni 2024   17:45 478
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pendekar anti korupsi ( sumber : KOMPAS/DIDIE SW ) 

Panitia seleksi (Pansel ) pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang berjumlah 9 orang dituntut rakyat untuk menemukan pendekar anti korupsi yang berani menghabisi koruptor tanpa pandang bulu. Pimpinan KPK mesti diisi oleh sosok-sosok pendekar yang menguasai dan piawai dengan jurus maut tiga gatra.

Pada prinsipnya ada tiga gatra yang sangat penting dalam upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi, yakni transparansi, pengawasan dan investigasi. Ketiga gatra itu bisa efektif jika melibatkan teknologi, khususnya platform digital, teknologi akuntansi forensik dan perangkat pengintaian dan penyadapan yang paling mutakhir.

Perlu sosok pendekar anti korupsi yang mampu menerapkan teknologi terkini yang mendukung transparansi. Gatra transparansi ini mulai dari perencanaan, penganggaran, rekrutmen personel, pengadaan barang dan jasa, pelaksanaan pekerjaan, perjalanan, pengawasan hingga evaluasi hasil pekerjaan.

Di dunia saat ini pemerintahan yang bersih harus mengedepankan transparansi. Esensi transparansi adalah keterbukaan informasi, maka peran teknologi dengan derivatif pengembangannya sangat berperan di sini. Untuk mewujudkan gatra transparansi ada beberapa aplikasi atau platform digital yang bisa menunjang antara lain : e-Budgeting, e-Recruitment, e-Procurement dan sebagainya. 

Aplikasi diatas saat ini sudah diterapkan di Lembaga pemerintah pusat dan daerah. Namun belum optimal dan justru menimbulkan persoalan baru terkait dengan semakin banyaknya fraud teknologi informasi, Sehingga dengan sistem elektronik korupsi justru tumbuh subur.

Gatra pengawasan pada saat ini tidak cukup hanya dengan cara konvensional untuk memeriksa neraca objek yang diawasi. Neraca harus ditransformasikan sehingga tidak sekedar tabular, tetapi bisa tersaji secara data spasial. 

Untuk kedepan gatra pengawasan membutuhkan sistem data spasial yang berbasis sistem informasi geografis (GIS). Seperti misalnya sistem informasi perpajakan yang harus diimbangi oleh aplikasi yang mampu mengidentifikasi dengan cepat aset-aset kasus korupsi yang tersaji dalam data spasial. Sehingga kasus penggelapan pajak bisa ditanggulangi.

Gatra ketiga adalah investigasi. Biasanya gatra ini dimulai dari analisis laporan transaksi keuangan seadanya, baik yang ada di bank maupun hasil audit akuntansi dan TIK forensik yakni audit atas peralatan TIK yang sering dipakai. Di waktu mendatang strategi dan implementasi konvensi anti korupsi sangat membutuhkan teknologi canggih dalam menginvestigasi suatu kasus. 

Misalnya dalam hal membedah anatomi korupsi dalam sebuah proyek yang penuh dengan inventori maka akan lebih praktis jika KPK memiliki aplikasi Materials Requirement Planning (MRP) yang canggih. Aplikasi itu mampu menganalisis dan menelusuri secara cepat berbagai bentuk penyimpangan dalam hal inventori.

Pansel KPK sudah dibentuk karena masa tugas pimpinan dan Dewas KPK periode 2019-2024 akan berakhir pada 20 Desember 2024. Sebagai pelaksanaan dari UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU No 19 Tahun 2019, telah dibentuk Panitia Seleksi Calon Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK Masa Jabatan Tahun 2024-2029 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 63/P Tahun 2024 tanggal 30 Mei 2024.

Ilustrasi pendekar anti korupsi ( sumber : KOMPAS/DIDIE SW ) 
Ilustrasi pendekar anti korupsi ( sumber : KOMPAS/DIDIE SW ) 

Masih hangat dalam ingatan public kinerja Pansel yang terdahulu yang ternyata menghasilkan pimpinan KPK yang sering melanggar kode etik dan menabrak hukum. Bahkan Ketua KPK kini terjerat kasus hukum yang amat memalukan.

Pansel yang terdahulu disebut sebagai Sembilan Srikandi yang ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo menjadi Panitia Seleksi (Pansel) untuk menjalankan tahapan pemilihan pimpinan atau komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pansel yang didominasi para wanita itu ternyata tidak mampu melahirkan postur pimpinan KPK yang sesuai dengan harapan publik.

Masih hangat dalam ingatan publik terkait sembilan anggota pansel yang masing-masing sejatinya adalah pakar lintas disiplin ilmu yang terkait dengan solusi pemberantasan korupsi di negeri ini. 

Sosok pakar di bidang tindak pidana pencucian uang Yenti Garnasih dan pakar teknologi informasi dan komunikasi (TIK) Betti Alisjahbana sangat tepat mengingat saat ini KPK sangat membutuhkan metode dan teknologi informasi terkait dengan modus korupsi yang canggih dan tindak pidana pencucian uang yang saat ini sedang marak. 

Selain itu penunjukkan praktisi perbankan yakni Destry Damayanti yang merupakan Chief economist Bank Mandiri dan ahli ekonomi dan keuangan sangat membantu KPK untuk mengusut kasus korupsi yang melibatkan dunia perbankan. 

Untuk program pencegahan korupsi yang lebih sistemik, KPK membutuhkan pemikiran sosok pemikiran para pakar sosiologi korupsi seperti Meuthia Ganie Rochman dan Supra Wimbarti. 

Pada masa mendatang program pencegahan korupsi tidak kalah pentingnya dengan pengusutan atau penindakan kasus korupsi.

Entah kenapa,saat itu sembilan Srikandi Pansel KPK yang sebenarnya memiliki kredibilitas dan kompetensi yang luar biasa, ternyata gagal melahirkan pimpinan KPK yang bersih dan berwibawa. 

Pemerintah telah mengesahkan konvensi anti Korupsi oleh Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Betapa besarnya tuntutan rakyat agar pemberantasan korupsi di negeri ini bisa dilakukan secara cepat, menyeluruh, tuntas dan tanpa pandang bulu.

Selam ini tuntutan itu belum terpenuhi dengan baik. Lantaran, masih amburadulnya strategi dan implementasi penanganan korupsi. 

Celakanya lagi, lembaga KPK yang merupakan anak kandung Gerakan reformasi dan pernah menjadi idola rakyat, selama 10 tahun terakhir justru sering dilemahkan secara sistematik untuk kepentingan politik.

Selama ini otoritas hukum di negeri ini kurang sadar bahwa perkembangan teknologi telah menjadi paradigma baru dalam penegakan hukum.

Program pemberantasan korupsi dan tekad untuk mengganyang mafia hukum tidak akan efektif tanpa ada transformasi alat bukti dalam kasus penanganan korupsi. Transformasi alat bukti searah dengan kemajuan teknologi yang didukung oleh keberadaan saksi ahli yang kredibel. 

Transformasi alat bukti mestinya menjadi agenda reformasi hukum di negeri ini. Konkritnya dengan pengadaan teknologi anti korupsi dan laboratorium yang lebih memadai untuk lembaga KPK. Kecilnya anggaran KPK untuk pengadaan teknologi anti korupsi merupakan indikasi bahwa upaya pemberantasan korupsi masih setengah hati.

Volume dan bobot kasus korupsi di negeri ini semakin besar. Begitupun jaringan dan modusnya pun semakin canggih. Sehingga mengharuskan lembaga KPK mencari metode kerja yang lebih efektif dengan perangkat teknologi anti korupsi yang canggih. 

Eksistensi teknologi anti korupsi tersebut sangat penting karena para koruptor kebanyakan berlatar belakang intelektual yang mampu mengelabui, merekayasa alibi, bahkan melenyapkan dan mengacaukan barang bukti.

Implementasi penyadapan alat komunikasi atau law full intersection oleh KPK di masa mendatang mestinya lebih diperkuat. Kewenangan KPK untuk menyadap sarana komunikasi serta merekam pembicaraan mereka sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 tahun 2002. Untuk itulah tidak ada lagi hambatan bagi intel KPK untuk menyadap HP maupun telpon rumah para pejabat negara yang diduga korupsi.

Untuk menghadapi aksi itu, intel KPK perlu menyiapkan metode pengintaian, jebakan, bahkan penginderaan jarak jauh. 

Pada saat ini KPK telah memiliki peralatan sadap telepon yang cukup memadai namun upaya kontra intelijen dari lembaga lain dan keengganan pihak vendor dan operator selular telah menjadi rintangan yang cukup berarti. 

Pada saat ini para koruptor dan mafia hukum telah melengkapi HP-nya dengan alat pelindung dari penyadapan. Namun, semua itu masih bisa ditembus oleh perangkat KPK. 

Alat pelindung atau anti penyadapan memang mudah didapat di pasaran. Seperti halnya radio frequency detector yang dapat melindungi seseorang dari tindak penyadapan dan rekaman kamera tersembunyi. (TS)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun