Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan. Pernah bekerja di industri penerbangan.

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Pelaku Kejahatan Semakin Muda Belia, Apa Penyuluhan Hukum Masih Relevan ?

30 Mei 2024   11:12 Diperbarui: 30 Mei 2024   11:25 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Polisi menangkap remaja dengan initial RA (18) setelah melakukan aksi pembunuhan (dok KOMPAS/AGUIDO ADRI )

Pelaku Kejahatan Semakin Muda Belia, Apa Penyuluhan Hukum Masih Relevan ?

Kasus pembunuhan Vina dan Eki mendapat perhatian publik yang luar biasa. Kasus tersebut memberikan pelajaran penting bahwa pelaku kejahatan semakin banyak dilakukan oleh kalangan muda belia. Mereka masih duduk di bangku sekolah. Apakah fenomena yang mencemaskan ini bisa diatasi dengan cara persuasif seperti melakukan penyuluhan hukum di sekolah-sekolah?.

Polda Jawa Barat telah menggelar pra-rekonstruksi kasus pembunuhan Vina dan Eki, Rabu (29/5/2024) malam. Ada enam titik yang didatangi pihak kepolisian. Di antaranya di depan SMPN 11 Cirebon, warung nasi diduga tempat awal mula kasus pembunuhan, dan tempat nongkrong para pelaku yang merupakan anggota geng motor. Direncanakan, rekonstruksi kasus ini akan dilakukan pada Jumat (31/5/2024).

Kejahatan yang dilakukan oleh kaum remaja semakin beragam, dari kasus pembunuhan, penganiayaan, pengedaran narkoba, hingga pengutilan oleh pelajar di supermarket. Tepat sekali pendapat Sosiolog Universitas Negeri Jakarta, Rakhmat Hidayat, yang mengatakan, kriminalitas saat ini mengalami reproduksi sosial karena para pelaku kejahatan tidak lagi orang dewasa dan orang dari kalangan ekonomi menengah ke bawah yang melakukan kejahatan karena faktor ekonomi.

Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) perlu lebih aktif melakukan penyuluhan hukum kepada remaja lewat sekolah maupun forum informal. Program "BPHN Mengasuh" yang selama ini dijalankan perlu diperluas dan disertai dengan materi atau konten yang lebih tepat. Para pelajar perlu diberikan bekal pengetahuan mengenai nilai-nilai hukum dan ketertiban, serta konsekuensi sanksi hukum yang diterima apabila melakukan perbuatan melanggar hukum. Di samping pembinaan hukum, pelajar juga akan diberikan muatan nilai-nilai Pancasila yang mengajarkan kerukunan dan kedamaian dalam keberagaman.

BPHN menyadari bahwa dalam menyelesaikan permasalahan ini, membutuhkan kerja sama dari semua pihak, baik internal maupun eksternal. Mulai dari orang tua, guru, Kementerian/Lembaga bidang pendidikan, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), hingga Pemerintah Daerah Provinsi atau Kabupaten/Kota.

Sekedar catatan saat ini pejabat fungsional Penyuluh Hukum berjumlah 526 orang, yang tersebar di instansi pusat dan daerah seluruh Indonesia. Kemudian, berdasarkan data pelaksana PBH tahun 2022, terdapat 8.236 paralegal dan 7.957 advokat. Sinergi antara pejabat fungsional Penyuluh Hukum, paralegal dan advokat sangat penting jika dilaksanakan penyuluhan secara massif.

Dari beberapa kasus menunjukkan, pelaku kriminalitas ternyata tidak lagi didominasi orang dewasa, tetapi sudah dilakukan oleh anak muda atau remaja dari latar belakang sosial. Lalu, kriminalitas dilakukan oleh kalangan menengah dan atas. Akses kemewahan dan faktor kecukupan ekonomi mendorong anak muda ini untuk bebas melakukan apapun bahkan berujung pada tindakan kriminal.

Di tahun 2022, angka kriminalitas remaja naik sebanyak 7,3 persen dari tahun sebelumnya. Sedangkan upaya penyelesaian perkara malah mengalami penurunan. Menurut Kapolri Listyo Sigit Prabowo, sejak tahun 2021 tingkat kriminalitas remaja naik dari 357.743 kasus menjadi 276.507.

.Kasus Vina bagaikan benang ruwet. Namun begitu jajaran Polri dituntut lebih profesional. Postur SDM Polri perlu dibekali dengan ilmu kriminologi dan pengembangan kompetensi lainnya sesuai dengan teknologi terkini. Saat ini postur SDM Polri masih pincang karena komposisinya 90 persen terdiri dari kepangkatan bintara kebawah. Segmen SDM tersebut sebagian besar memiliki keterampilan pemolisian yang minim dan tingkat penguasaan ilmu kriminologi yang kurang memadai. Sedangkan yang 10 persen adalah jenjang perwira Polri, namun sebagian besar juga belum mendapat kesempatan pengembangan profesi yang relevan dengan persoalan aktual.

Polri perlu merekrut sarjana terbaik lulusan perguruan tinggi untuk menjadi anggota kepolisian dengan kompetensi yang bisa dibanggakan oleh rakyat. Perguruan tinggi perlu membuka Jurusan Kriminologi dengan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan Polri dan sesuai dengan tantangan zaman dan perkembangan teknologi.

Bidang keilmuan Kriminologi perlu dikembangkan. Kriminologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang kejahatan dan bagaimana seorang atau kelompok masyarakat bisa berbuat jahat. Kriminologi juga mengkaji penyebab seseorang menjadi jahat karena beberapa faktor. Termasuk faktor keturunan (Genetika), faktor kelainan kejiwaan seseorang atau karena faktor pengaruh lingkungan.

Apalagi pada saat ini pelaku kejahatan semakin berusia muda bahkan masih dibawah umur. Hal itu membutuhkan kajian terkait dengan fenomena Teen Killers melalui Psikopatologi. Fenomena Teen Killer yang marak di negeri ini cocok dengan penelitian di Amerika Serikat seperti yang tertulis dalam website National Organization of Victims of Juvenile Murderers. Harus ditemukan akar penyebab dan pencegahan kasus pembunuhan yang sering dilakukan oleh remaja. Psikopat remaja sangat berbahaya, mereka berumur sangat muda ketika melakukan kejahatan yang sangat kejam. Mereka mengalami hal yang menurut istilah psikopatologi disebut gangguan otak biologis.

Karena mereka sangat berbahaya maka mustahil atau sulit sekali bisa kembali ke dalam masyarakat. Psikopat telah terbukti tidak dapat disembuhkan dan kemungkinan besar akan kembali melakukan perbuatan berulang. Masalah remaja yang terindikasi psikopat dan melakukan kejahatan telah menjadi masalah serius. Mereka ditandai dengan ketidakstabilan emosional, impulsif dan tingginya tingkat gangguan mood dan kecemasan. Kejahatan yang dilakukan mencakup pembunuhan, pemerkosaan, percobaan pembunuhan dan penganiayaan berat.

Pada prinsipnya teknologi kepolisian bisa dikelompokkan menjadi tujuh bidang. Pertama, bidang teknologi persenjataan. Penggunaan senjata oleh anggota kepolisian merupakan bagian dari tugas perlindungan warga negara dari segi pendekatan hukum. Dalam doktrinnya senjata api bersifat melumpuhkan bukan untuk membunuh dan bukan pula alat untuk menginterogasi. Oleh karenanya senjata api polisi bersifat tembak target dalam arti hanya diarahkan pada orang tertentu sebagai subjek hukum.

Kedua, bidang teknologi pembuktian yang tergolong dalam ilmu forensik. Ketiga, bidang teknologi identifikasi yang mencakup 36 macam jenis identifikasi seperti identifikasi sidik jari, identifikasi suara, identifikasi gigi dan lain-lain. Keempat, bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) merupakan sistem informasi yang digunakan untuk operasional dan pelayanan masyarakat. 

Kelima, bidang teknologi transportasi yang terdiri dari transportasi di darat, di air dan di udara. Keenam, bidang teknologi penginderaan yang digunakan untuk memperluas jangkauan deteksi terhadap sasaran penegakan hukum, termasuk penyadapan, intelijen dan lain-lain. Ketujuh, bidang riots control devices (RCD) digunakan untuk menghadapi kerusuhan massa dan gangguan ketertiban lainnya yang bersifat massal. (TS)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun