Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Pilkada dan Isu Seksi tentang Ketimpangan di Jawa Barat

29 Mei 2024   21:59 Diperbarui: 4 Juni 2024   12:13 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fenoma alam yang unik dan pemandangan  yang eksotik di Pantai Santolo atau Cilauteureun Jabar Selatan ( dok ANTARA/ Raisan Al Farisi)

Ketimpangan ekonomi dan pembangunan yang terjadi di Provinsi Jawa Barat bakal menjadi isu yang seksi bagi kandidat Pilkada 2024.

Melihat kondisi sosial ekonomi masyarakat saat ini dan persepsi politik pemilih yang lebih realistis karena tidak adanya banjir bansos seperti dalam Pilpres yang lalu, maka tidak ada kandidat yang superior. Bahkan sosok terkenal seperti mantan gubernur atau bupati yang lalu tidak ada jaminan untuk bisa menang dengan mudah.

Ketimpangan pembangunan dan ekonomi di Jabar kian dirasakan oleh warga. Khususnya kawasan Jabar bagian selatan yang hingga kini mengalami ketimpangan pembangunan infrastruktur dan tingkat kesejahteraan masyarakat yang memprihatinkan.

Potensi sumber daya alam yang membentang di Jabar selatan dari Sukabumi, Cianjur, Garut, Tasikmalaya, sampai Ciamis belum bisa dikelola secara total. Gubernur hingga bupati masih gagal mengelola dan menghasilkan nilai tambah yang berarti.

Destinasi wisata di Jabar Selatan yang sangat indah menawan juga belum banyak yang berhasil memperoleh predikat Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Gubernur Jabar mendatang dan para bupati di kawasan Jabar Selatan harus bisa mewujudkan beberapa KEK kepariwisataan di kawasan selatan.

Dibandingkan kawasan Jabar utara atau disebut Pantura, infrastruktur di kawasan selatan tertinggal jauh. Infrastruktur transportasi darat, laut dan udara hingga pelabuhan masih menyedihkan. 

Kita harus malu, karena pemerintah kolonial Belanda dahulu sudah memiliki perhatian yang luar biasa terhadap Jabar selatan. Hal itu bisa dibuktikan oleh Belanda yang waktu itu sudah membangun pelabuhan di Cilauteureun. 

Pada saat itu Belanda sudah memproyeksikan potensi perikanan, pertanian, ekowisata dan budaya di wilayah Garut Selatan. Ironisnya, justru pada saat ini potensi pantai Bungbulang, Sayang Heulang, dan Pantai Cilauteureun masih terabaikan.

Pemprov Jabar perlu mewujudkan KEK kepariwisataan Jabar Selatan yang menekankan paket ekowisata, hutan, budaya lokal, dan kemaritiman secara terpadu. 

Untuk mewujudkan KEK perlu dibangun pelabuhan dan tersedianya bermacam kapal. Gubernur Jabar mendatang harus mampu membangun infrastruktur pelabuhan di sekitar Teluk Cilauteureun. Sehingga bisa dibuat pelabuhan dengan kapasitas sekurang-kurangnya 150.000 DWT. 

Dengan terbangunnya infrastruktur itu maka kapal-kapal pesiar, kapal penumpang dan kapal komoditas bisa berlabuh di Pelabuhan Cilauteureun.

Potensi ekonomi dan wisata maritim membentang di wilayah Jabar selatan hingga kini masih tertidur lelap. Untuk membangunkan dibutuhkan Gubernur yang memiliki visi kelautan dan pembangunan industri perkapalan. 

Gubernur baru sebaiknya menjadi titik tolak pengembangan usaha atau industri galangan kapal lokal. Khususnya yang ada di Jawa Barat. Apalagi ada kecenderungan relokasi industri dan pergeseran lokasi pembangunan galangan kapal baru.

Ada sekitar 200 perusahaan galangan kapal di Indonesia yang memproduksi kapal baru ataupun memperbaiki kapal. Ironisnya hingga kini masih sedikit industri galangan kapal di Jabar.

Sekedar catatan, dari sepuluh pelabuhan yang bisa digunakan sebagai prasarana galangan kapal di Jabar. 

Hanya satu yang ada di kawasan selatan. Kesepuluh pelabuhan itu adalah Pelabuhan Astanajapura, Pelabuhan Bondet, Pelabuhan Brondong Indramayu, Pelabuhan Cirebon, Pelabuhan Gebang, Pelabuhan Indramayu, Pelabuhan Khusus Arjuna Terminal, Pelabuhan Khusus Dadap Juntinyuat Indramayu, Pelabuhan Khusus Pertamina Balongan dan Pelabuhan Pangandaran.

Hingga kini industri galangan kapal di Jabar yang dikenal luas baru satu, yakni PT. Dok & Perkapalan Kodja Bahari (Persero) cabang Cirebon. Saatnya Jabar berusaha keras untuk menarik investor galangan kapal. 

Apalagi pemerintah telah memberi bermacam insentif yang diharapkan bisa mengatasi masalah laten terkait kondisi infrastruktur ASDP ( Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan). Insentif yang berupa dukungan fiskal dan nonfiskal difokuskan untuk mengatasi masalah ASDP.

Insentif untuk industri galangan kapal berupa dukungan dibidang fiskal. Berupa kemudahan prosedur impor dan pembebasan Pajak Pertambahan Nilai. Implikasi dari insentif adalah pihak galangan kapal harus meningkatkan kapabilitas dan transparansi usaha. 

Dukungan fiskal lainnya adalah komponen dan permesinan yang selama ini masih dikenai tarif bea masuk antara 5-12 persen. Tarif bea masuk itu tidak dibebaskan, tetapi diberikan tarif khusus. Pemerintah menciptakan tarif khusus untuk perkapalan, yakni tarif mana yang dinihilkan dan tarif yang dikenakan. 

Tarif khusus ini akan disesuaikan dengan peta jalan galangan kapal. Kebutuhan untuk kapal yang merupakan infrastruktur ASDP dan sarana pariwisata sebaiknya tarifnya dinolkan.

Ada juga insentif non fiskal antara lain berupa pengembangan SDM perkapalan. Hal itu dilakukan dengan mengembangkan pusat desain kapal guna membantu industri galangan kapal. 

Kebutuhan kapal-kapal ASDP tidak sama karena faktor alam dan tipe muatan di beberapa daerah tidak sama. Tipe kapal sangat spesifik dan berbeda-beda bergantung pada wilayah perairan.

Tipe kapal yang spesifik untuk perairan tertentu membutuhkan pusat desain agar standar terpenuhi. Misalnya kapal jenis Roll on Roll (Roro) yang spesifikasinya untuk muat bongkar barang ke kapal diatas kendaraan beroda. 

Kapal yang termasuk jenis Roro antara lain kapal ferry, kapal pengangkut mobil (car ferries), dan kapal general cargo yang beroperasi sebagai kapal Roro. 

Ketentuan teknis menyatakan bahwa kapal Roro fungsinya hanya untuk operasi penyeberangan atau jarak dekat. Namun, karena desakan kebutuhan, maka kapal jenis ini dwifungsi dalam arti dipakai untuk angkutan barang sekaligus penumpang.

Jawa Barat perlu pusat desain kapal yang bisa berperan untuk atasi masalah operasi muatan kapal, khususnya jenis Roro. Operasi muatan kapal pada prinsipnya merupakan prosedur pemadatan muatan di kapal. 

Pemadatan muatan di kapal adalah inspeksi dan kegiatan untuk menyusun muatan di ruangan muatan kapal sedemikian rupa sehingga memenuhi syarat pemadatan. 

Dalam arti muatan yang satu dengan yang lainnya tidak saling berbenturan. Selain itu pentingnya Dunnage yaitu prosedur untuk melindungi muatan. (TS)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun