Backlog Perumahan Tanggung Jawab Pemerintah, Jangan Beratkan Pekerja dan Pengusaha
Tidak seperti biasanya, kali ini antara pengusaha dan organisasi serikat pekerja bersatu seia sekata menolak tegas potongan Tapera yang diam-diam dipaksakan oleh pemerintah. Kedua pihak di atas selama ini sudah klenger akibat sederet potongan penghasilan yang ditanggung renteng. Masalah kesenjangan angka kebutuhan rumah atau biasa disebut dengan istilah Backlog sebenarnya adalah tanggung jawab pemerintah, jangan justru memberatkan pihak pekerja dan pengusaha.
Kewajiban pemerintah adalah berpikir keras dan cerdas agar rakyat memiliki kemampuan dan daya beli untuk memperoleh rumah yang layak huni dan harga yang terjangkau. Pemerintah bertanggung jawab bagaimana bisa membangun rumah layak huni yang harganya murah dalam kawasan yang aman dari bencana alam serta terpadu dengan infrastruktur konektivitas.
Jika pemerintah cerdas, maka tidak sulit memperoleh bahan baku pembuatan rumah yang harganya murah, kuat dan ramah lingkungan. Karena bangsa Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah untuk bahan baku pembangunan perumahan. Lalu kenapa harga rumah di negeri ini sangat mahal ? Padahal bahan baku semen, pasir, batu-bata, besi beton, profil aluminium, genteng, keramik, dan lain-lain semuanya ada dan melimpah di negeri ini. Begitupun SDM atau pekerja bangunan juga melimpah di negeri ini. Terus apanya yang sulit untuk membangun perumahan rakyat yang harganya murah dan jumlahnya unitnya sesuai dengan kebutuhan.
Masih hangat dalam ingatan rakyat, gembar-gembor pasangan Presiden-Wapres terpilih periode 2024-2029, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang menjanjikan program pembangunan 3 juta rumah per tahun. Jangan sampai janji itu tertiup angin, atau meminjam istilah anak muda, yakni prank. Faktanya hingga kini daya beli masyarakat kian terpuruk mengakibatkan rumah milik kian sulit direalisasikan. Apalagi harga rumah semakin melangit. Setiap tahun harga rumah mengalami kenaikan yang tidak masuk diakal rakyat.
Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Survei Sosial Ekonomi (Susenas) Tahun 2023 mencatat kesenjangan angka kebutuhan rumah (backlog) kepemilikan rumah sepanjang tahun 2023 mencapai 9,9 juta unit rumah. Tahun sebelumnya 10,5 juta unit.
Pemerintah selama ini suka bermain-main dengan angka pemenuhan kebutuhan rumah layak huni yang seolah-olah sudah bagus. Bahkan arah kebijakan pembangunan perumahan dalam RPJMN 2020 -- 2024 sangat bombastis dan tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Disebutkan arah kebijakan pembangunan perumahan pada RPJMN 2020 -- 2024 antara lain meningkatkan jumlah rumah tangga yang menghuni rumah layak dari semula 56,51 persen menjadi 70 persen perlu divalidasi lebih lanjut. Karena faktanya. masyarakat kelas menengah saja pada saat ini sangat kesulitan memiliki rumah. Apalagi masyarakat berpenghasilan rendah.
Tak bisa dimungkiri, perumahan tidak layak huni semakin menjamur, jumlah pasokan rumah murah layak huni yang belum mampu mengejar kebutuhan akibat variabel harga maupun lokasi hunian.
Indonesia bisa dikatakan sedang mengalami darurat perumahan. Indikasinya jumlah pasokan perumahan jauh dibawah permintaan. Dan rakyat hanya bisa bermimpi kapan bisa punya rumah sendiri dengan harga yang terjangkau namun layak huni.
Meningkatnya kasus sengketa pertanahan dan rumitnya proses pengadaan tanah semakin memperparah program pembangunan perumahan rakyat. Eksistensi bank tanah hanya menguntungkan investor asing dan masih mengabaikan program pembangunan perumahan.
Pengadaan tanah untuk pembangunan perumahan sering terkendala oleh masalah di lapangan sehingga tidak bisa efektif. Selain itu juga masalah rendahnya kredibilitas sistem informasi pertanahan atau Land Information System (LIS) di daerah.
Pada prinsipnya LIS adalah sistem database terintegrasi yang mengelola data-data tanah yang bisa diakses publik secara praktis. Antara lain meliputi koordinat batas-batasnya, penggunaan lahannya beserta sejarah kepemilikannya. Mestinya LIS terintegrasi dengan suatu jaringan infrastruktur data spasial nasional dan daerah. Sehingga, secara mudah bisa diakses bersama-sama oleh pihak yang berkepentingan antara lain Kementerian PUPR, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, PT Perumnas, instansi Pajak, perbankan, PPAT, dan otoritas hukum. Sayangnya, sistem informasi pertanahan daerah hingga kini masih banyak yang amburadul. Oleh sebab itu pemerintah sebaiknya membuat tim khusus yang lingkupnya hingga ke daerah untuk membuat sistem informasi pertanahan yang kredibel untuk pembangunan perumahan rakyat.
DPR pernah meminta Kementerian Perumahan Rakyat membuat standar mutu bangunan yang baik serta melakukan pengawasan terhadap infrastruktur perumahan seperti Rusunawa yang telah dibangun. Namun pada era pemerintahan Jokowi, Kementerian Perumahan Rakyat malah dibubarkan.
Mestinya kementerian terkait mampu membangun Rusunawa yang utilisasinya bisa optimal. Perlu perubahan target Rusunawa dengan cara mengurangi jumlah lantai sebagian besar rusunawa menjadi dua atau tiga lantai, khususnya untuk kebutuhan rusunawa untuk pekerja, mahasiswa dan profesi lainnya. Pembangunan Rusunawa yang dimaksudkan sebagai salah satu solusi dalam penyediaan permukiman layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah, khususnya di perkotaan membutuhkan rekayasa sosial agar bisa diterima dengan baik masyarakat.
Pentingnya menetapkan dan melaksanakan standar serah terima pembangunan Rusunawa sehingga mutu dan kualitasnya baik. Hingga kini keinginan rakyat untuk memperoleh kualitas konstruksi bangunan perumahan yang sesuai dengan standar mutu belum terpenuhi. Padahal, sudah ada peraturan yang menyatakan bahwa setiap pembangunan proyek konstruksi perlu uji mutu sesuai dengan SNI.
Berbagai perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa pelaksana konstruksi dituntut menerapkan sistem manajemen mutu (SMM) ISO 9001 yang berorientasi fokus pelanggan. Dalam konteks itu terdapat mata rantai yang harus dipahami dalam menerapkan ISO 9001 bagi proyek konstruksi. Rantai itu terdiri dari pemasok yang menjadi mitra penyedia jasa konstruksi, penyedia jasa dan pelanggan sebagai pengguna jasa konstruksi. Masing-masing dari mata rantai pasokan itu dapat menerapkan SMM yang sejalan dengan undang-undang tentang jasa konstruksi. Yang bertujuan mewujudkan struktur usaha berdaya saing tinggi dengan hasil produk konstruksi berkualitas internasional. (TS)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H