Tak bisa dipungkiri, kondisi operator angkutan bus antar kota dan antar provinsi kini tengah dihimpit dengan berbagai persoalan krusial. Seperti semakin mahalnya biaya perawatan dan suku cadang bus.Â
Perusahaan angkutan bus tidak berdaya melakukan peremajaan armada yang sudah tua. Karena pendapatan usahanya semakin tergerus oleh moda angkutan yang lain. Apalagi sistem transportasi antar kota dan antar provinsi juga semakin menyusahkan perusahaan angkutan bus.
Kementerian Perhubungan tak kunjung memberikan insentif berupa public service obligation (PSO) kepada perusahaan bus melalui kredit perbankan tanpa bunga serta keringanan bea masuk impor suku cadang hingga impor kendaraan angkutan umum.Â
Hal itu juga seiring dengan perkembangan teknologi pada bus, yakni pentingnya aplikasi transmisi otomatis pada bus yang memudahkan cara kerja awak bus dan lebih menjamin faktor keselamatan.Â
Karena pada transmisi otomatis putaran mesin diatur dengan perangkat yang disebut Transmission Control Module (TCM). Perangkat tersebut memungkinkan gigi transmisi berpindah dinamis mengikuti batas putaran mesin yang ditentukan.
Dengan TCM karakter pengemudi juga bisa dimonitor secara baik. Apakah dia pengemudi yang baik atau ugal-ugalan.Â
Sebenarnya penerapan transmisi otomatis bisa menekan biaya operasional bus. Misalnya penggantian oli transmisi sangat efisien. Sayangnya harga transmisi otomatis masih mahal dan belum terjangkau pengusaha bus.
Perusahaan atau industri karoseri juga menjadi pihak yang mesti ikut bertanggung jawab. Perusahaan karoseri selayaknya mematuhi regulasi yang berlaku,Â
Namun kondisi di lapangan terjadi penyimpangan, meskipun tak sesuai regulasi namun berkas-berkas perizinan kendaraan tetap diberikan.Â
Seperti Sertifikasi Uji Tipe Kendaraan Bermotor (SRUT) dan Surat Keterangan Rancang Bangun (SKRB). Akibatnya sering terjadi bus ODOL dan truk ODOL. Yakni over dimension overloading atau disingkat ODOL.