Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan. Pernah bekerja di industri penerbangan.

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Mengatasi RTH dari Tindak Asusila, Bagaimana Solusinya?

14 Mei 2024   09:15 Diperbarui: 14 Mei 2024   09:15 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi RTH yakni Taman Hangtuah, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan (Sumber: KOMPAS/FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY)

Mengatasi RTH dari Tindak Asusila, Bagaimana Solusinya?

Dalam kondisi musim kemarau yang amat panas sekarang ini keberadaan ruang terbuka hijau (RTH) sangat penting bagi warga kota. Sayangnya RTH justru sering dijadikan tindak asusila, seperti prostitusi hingga pesta minuman keras dan obat-obatan terlarang. Keterbatasan personil Satpol PP menjaga ketertiban umum khususnya di Kawasan RTH perlu dievaluasi. Patroli Satpol PP yang hanya sebentar dan tidak adanya wibawa personel semakin membuat tindak asusila di RTH kian menjadi-jadi.

Bermacam modus kenakalan remaja hingga prostitusi anak juga tidak jarang diawali dari RTH, taman dan bahkan juga di Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA). Kondisi taman yang gelap pada malam hari perlu diatasi dengan pemasangan lampu penerangan. Masyarakat yang setiap bulannya membayar Pajak Penerangan Jalan Umum ( PPJU ) yang dipungut langsung dari rekening listrik mestinya berhak menggunakan untuk penerangan di dalam RTH dan sekitarnya. Penerapan lampu penerangan bertenaga surya sangat cocok untuk kawasan RTH.

Persoalan tempat prostitusi di RTH yang bisa dibilang sebagai prostitusi bawah tanah kini semakin sporadis dan menjalar kemana-mana. Para PSK kini memiliki kemampuan menyebar ke penjuru RTH dan taman kota dalam waktu yang singkat untuk melayani para pelanggan. Mereka sudah memiliki daya adaptasi dan bisa membaur dengan berbagai komunitas sehingga bisa leluasa menjalankan praktik ekonomi libido. Bahkan juga sudah saling kenal dan kompromi dengan oknum petugas Satpol PP.

Fenomena prostitusi bawah tanah tidak bisa diatasi hanya dengan menggelar operasi. Apalagi operasi tersebut selama ini bersifat temporer. Akar masalah menggeliatnya prostitusi bawah tanah dan online adalah faktor mentalitas. Fenomena menggeliatnya prostitusi dan ekonomi bawah tanah yang sudah melibatkan anak-anak dan remaja harus segera diatasi.

Seperti halnya fenomena ekonomi bawah tanah lainnya, prostitusi bawah tanah juga merupakan transaksi tersembunyi yang tidak banyak melibatkan lapisan masyarakat dan lepas dari kontrol aparat pemerintah. Aparat pemerintah justru kura-kura dalam perahu, pura-pura tidak tahu tetapi diam-diam menikmati bagi hasilnya.

Dalam perkembangan tahap berikutnya, modus prostitusi bawah tanah tersebut akan mendorong munculnya berbagai campur tangan sindikasi kriminal yang terorganisasi (trafficking) ataupun modus korupsi atau pungli di kalangan penegak hukum. Selain itu, juga akan muncul penyakit sosial dan ekses kesehatan lainnya.

Ekses kesehatan itu berupa aneka penyakit menular yang akan timbul seperti puncak gunung es. Hal itu disebabkan prostitusi bawah tanah lepas dari pemeriksaan kesehatan fisik dan nonfisik sebagaimana yang dilakukan di kompleks lokalisasi. Dalam hal ini pemerintah dan LSM sulit memberikan pelayanan kesehatan dan bantuan sosial kepada penjaja seks bawah tanah agar mereka terhindar dari konsekuensi kegiatan seks komersial.

Keniscayaan jumlah dan luas RTH di setiap kota mesti ditingkatkan. Ekses negatif yang timbul di RTH yakni penyakit sosial perlu diatasi dengan terapi yang tepat dan ketegasan aparat keamanan. Karena pada saat ini telah terjadi penurunan luas RTH hampir di seluruh kota besar di negeri ini. Data menunjukkan bahwa negara-negara yang prestasi olahraganya bagus karena ditunjang oleh RTH yang sebagian untuk olahraga outdoor dengan rasio yang ideal. Seperti misalnya kota New York, Beijing, Tokyo dan lain-lain memiliki proporsi luasan RTH hingga mencapai 20 persen dari total luas kota.

Sebagai gambaran penerapan standar pelayanan fasilitas olahraga outdoor, rasio yang berlaku pada kota-kota di Jepang adalah 5 meter persegi per-penduduk, di Malaysia 2 meter persegi per-penduduk sementara di Jakarta 0,55 meter persegi per-penduduk dan di Bandung hanya 0,45 meter persegi per-penduduk. Dengan fakta diatas mestinya pembangunan infrastruktur olahraga harus terkait dengan kebutuhan masyarakat luas.

Masalah lain yang timbul setelah RTH dibangun plus fasilitas olahraga outdoor adalah masalah utilitas dan biaya operasional yang cukup besar. Apalagi hingga saat ini masih banyak pemda yang belum punya rencana detail terkait pembangunan RTH dan fasilitas olahraga outdoor. Tentunya infrastruktur olahraga tersebut nantinya menjadi beban rutin. Perlu konsep RTH yang cocok dengan kebutuhan masyarakat dan utilitas fasilitas olahraga outdoor yang bisa optimal. Fasilitas ini hendaknya jangan justru banyak digunakan untuk kegiatan non olahraga.

Saatnya pemerintahan daerah memiliki strategi dan cetak biru yang realistis untuk memfasilitasi masyarakat dalam berolahraga. Sebaiknya pemerintah kota tidak perlu menanggung seluruhnya biaya pembangunan infrastruktur olahraga outdoor dalam kawasan RTH. Perlu ada alternatif pembiayaan infrastruktur olahraga outdoor yang lebih efektif dan menguntungkan. Baik dalam bentuk kerjasama dengan pihak swasta dengan skema joint ventures maupun build operate and transfer (BOT) agreement.

Pembentukan RTH mengacu pada ketentuan bahwa ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk areal/kawasan maupun dalam bentuk areal memanjang/jalur dimana di dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan.

Saatnya mengembangkan Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH). Program ini adalah kegiatan terkait pemenuhan luasan RTH perkotaan, sekaligus menjawab tantangan perubahan iklim di Indonesia. P2KH memerlukan inovasi dan atribut yang berbasis komunitas. Atribut Kota Hijau P2KH merupakan inisiatif untuk mewujudkan kota hijau secara inklusif dan komprehensif untuk mewujudkan delapan atribut kota hijau, yang meliputi : Perencanaan dan perancangan kota yang ramah lingkungan (Green Planning and Design), Peningkatan peran masyarakat sebagai komunitas hijau (Green Community). Ketersediaan ruang terbuka hijau (Green Open Space), Konsumsi energi yang efisien (Green Energy), Pengelolaan air yang efektif (Green Water), Pengelolaan limbah dengan prinsip 3R (Green Waste), Bangunan hemat energi atau bangunan hijau (Green Building), Penerapan sistem transportasi yang berkelanjutan (Green Transportation).

Selama ini P2KH difokuskan pada perwujudan tiga atribut, yaitu: perencanaan dan perancangan kota yang ramah lingkungan; perwujudan ruang terbuka hijau 30 persen; dan peningkatan peran masyarakat melalui komunitas hijau. Pada tahap berikutnya diharapkan dapat lebih diperluas lagi. (TS)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun