Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Mentalitas Fake Productivity Akibat Kekurangan Guru Produktif

5 Mei 2024   10:50 Diperbarui: 5 Mei 2024   11:01 171
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi produktivitas pekerja (sumber: KOMPAS.id ) 

Mentalitas Fake Productivity Akibat Kekurangan Guru Produktif 

Tingkat produktivitas manusia Indonesia belum menggembirakan. Indeks produktivitas SDM bangsa masih di nomor Sepatu. Banyak faktor yang menyebabkan hal itu, antara lain besaran upah yang diterima pekerja masih rendah sehingga kurang memotivasi untuk menggenjot produktivitas. Faktor yang lain adalah mentalitas Fake Productivity atau produktivitas yang semu atau palsu. 

Sering kita saksikan, sosok yang seolah-olah sibuk sendiri, padahal kesibukan tersebut tidak menyentuh produktivitas dan nilai tambah terhadap diri sendiri dan perusahaan.

Anak-anak muda jaman sekarang banyak yang tidak jelas, sibuk atau produktif, seolah olah sibuknya bukan main, asyik dengan gawai, kepalanya manggut-manggut atau gela-gelo sendiri, kesana kemari pakai kendaraan, mondar-mandir lupa waktu. Namun semua hal di atas ternyata aktivitas "pepesan kosong" secara ekonomis dan intelektual tidak menghasilkan apa-apa.

Mentalitas Fake Productivity banyak dialami oleh warga bangsa ini, terutama generasi milenial dan gen Z. Salah satu penyebab tumbuhnya mentalitas seperti itu salah satu penyebabnya adalah kegagalan sekolah dalam membentuk etos kerja dan mental produktivitas diri. Karena sekolah kekurangan Guru Produktif yang mampu mengajarkan pengetahuan praktis terkait proses kreatif dan aspek membuat produk bernilai tambah yang sesuai dengan perkembangan zaman. 

Guru produktif yang sesuai dengan tuntutan zaman semakin langka. Di kota dan desa semakin langka guru yang mampu membuka cakrawala kreativitas dan mampu mengajarkan proses kreatif kepada muridnya yang relevan dengan era disrupsi.

Produktivitas dan aktivitas proses kreatif itu bagaikan sepasang kaki kuda, saling memacu menuju target yang diharapkan. Jangan sampai diantara sepasang itu ada yang pincang, karena tidak akan mampu berpacu untuk maju. 

Tak bisa dimungkiri negeri ini kekurangan Guru Produktif, baik di pusat maupun di daerah. Sebagai salah satu gambaran, berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi NTB, pada Agustus 2023, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dari lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan yang paling tinggi dibandingkan lulusan jenjang pendidikan lainnya, yaitu sebesar 8,24 persen. 

Hal serupa juga terjadi di provinsi lainnya. Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menilai kekurangan guru produktif yang kompeten di SMK adalah faktor utama penyebab SMK menjadi penyumbang pengangguran terbesar saat ini, meskipun itu bukan satu-satunya penyebab.

Mewujudkan profesionalitas guru vokasional atau kejuruan merupakan keniscayaan bangsa yang tengah memasuki era industri 4.0. Kebutuhan terhadap guru produktif untuk meneguhkan industrialisasi nasional perlu terobosan. Guru produktif tidak mesti dilahirkan dari bangku universitas kependidikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun