Data merupakan hal yang detail dan bersifat teknis, sedangkan informasi menghasilkan penjelasan yang dapat dipakai untuk mengambil keputusan. Data meteorologi merupakan penjelasan yang bersifat mentah, tetapi informasi meteorologi akan dipakai oleh masyarakat untuk mengambil suatu keputusan.
National Oceanic Atmospheric Administration (NOAA) menyebut penggunaan teknologi big data menjadi makin dibutuhkan untuk menghasilkan prakiraan cuaca dengan cepat dan akurat. Prakiraan cuaca yang cepat dan akurat sangat berguna untuk mitigasi banjir bandang. Banjir bandang itu sebenarnya bisa diprediksi sebelumnya, serta dikurangi daya rusaknya dengan teknologi agar tidak banyak memakan banyak korban jiwa dan menerjang infrastruktur publik.
Banjir bandang secara teknis didefinisikan sebagai aliran tanah, batu, kayu yang bercampur dengan air yang meluncur pada lereng, sungai atau celah yang terjal. Hampir semua kejadian banjir bandang di Indonesia disebabkan oleh penebangan pohon secara membabi buta.
Akibatnya aliran sungai di hulu tersumbat menyebabkan genangan menyerupai danau. Apabila volume air bertambah karena curah hujan yang tinggi dan sumbatan tersebut tidak sanggup lagi menahan massa air maka akan terjadi pelepasan air tiba-tiba.
Tim Kajian Banjir Sulawesi Selatan (TKB Sulsel) tahun lalu mengungkapkan penyebab banjir parah yang melanda sejumlah kabupaten di Sulawesi. Tim bentukan Gubernur Nurdin Abdullah itu juga memberi rekomendasi mengenai metode pencegahan yang bisa dilakukan pemerintah.
TKB Sulsel menjelaskan ada beberapa penyebab terjadinya banjir. Di antaranya alih fungsi lahan dan deforestasi, khususnya di hulu dan tengah DAS dan curah hujan yang ekstrim. Selain itu, ada kondisi eksisting berupa tutupan lahan, konfigurasi lahan/kelerengan, pendangkalan sungai yang mendukung terjadinya banjir, hunian bantaran sungai, buruknya sistem drainase dan tampungan air yang tidak memadai.
Aliran banjir bandang ini biasanya akan melewati lereng dan aliran sungai yang sudah terbentuk sebelumnya namun karena debit airnya sangat banyak dan disertai debris (batu, tanah dan kayu) yang dibawa maka aliran ini akan memiliki momentum yang besar dan merusak apa saja yang ada di depannya.
Seharusnya pemerintah daerah dari kondisi tutupan lahan dan hutan sudah bisa melakukan usaha mitigasi dengan konstruksi flexible ring net. Konstruksi tersebut terdiri dari serangkaian gelang baja yang berdiameter dengan ukuran tertentu yang digabung menjadi sebuah jaring. Rangkaian gelang tersebut tersebut akan membentuk suatu jaring yang fleksibel dan akan sanggup menahan material besar yang terbawa aliran banjir bandang.
Karena sistem mitigasi oleh pemerintah daerah masih belum efektif bahkan boleh dibilang telah berhenti. Perlu inisiatif yang bisa mengawal kondisi DAS beserta degradasi atau kerusakan yang timbul sewaktu-waktu. Pengawalan juga ditujukan terhadap infrastruktur pengaman banjir, seperti kondisi aktual tanggul, pintu air, sistem pengelak banjir dan lain-lain.
Perlu sistem informasi yang bisa mengawal kondisi degradasi DAS dan kemungkinan buruknya yang bisa terjadi. Sistem informasi semacam itu lebih sempurna jika menerapkan Sistem Informasi Geografis (SIG) yang bisa diakses oleh publik. Pengawalan DAS berbasis SIG dengan peta-peta tematik yang relevan perlu diwujudkan.
Selama ini pihak birokrasi daerah kurang bisa menemukan faktor-faktor penting dari data spasial yang ada semakin melemahkan mitigasi bencana. Padahal dengan berbagai varian data spasial dasar seperti land cover atau peta tutupan lahan, DAS, kejadian banjir, kondisi curah hujan, batas administrasi, peta rupa-bumi, sistem lahan, setidaknya hal itu sangat berguna bagi upaya mitigasi yang bisa meminimalkan resiko bencana. (TS)