Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan. Pernah bekerja di industri penerbangan.

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Dialektika Kelas Pekerja, Perkara Upah dan Tingkat Kesejahteraan Rakyat

1 Mei 2024   06:51 Diperbarui: 1 Mei 2024   07:14 238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Semarak bendera Serikat Pekerja/Buruh untuk peringatan May Day (Sumber : KOMPAS.com/GARRY ANDREW )

Dialektika Kelas Pekerja, Perkara Upah dan Tingkat Kesejahteraan Rakyat

Hari Buruh Internasional yang diperingati setiap 1 Mei menjadi cermin besar bagi bangsa Indonesia. Dengan cermin itu kita bisa tahu apakah kehidupan masyarakat semakin sejahtera ditengah sumber daya alam yang melimpah dan keanekaragaman kebudayan yang seperti zamrud khatulistiwa. Serta ideologi bangsa yang diwarnai dengan nilai-nilai Pancasila.

Setiap memperingati May Day kita selalu teringat tentang dialektika kelas pekerja yang terus berjuang sejak pra kemerdekaan bangsa. Gerakan buruh telah berlangsung sebelum Indonesia Merdeka. Juga sebelum partai-partai politik yang merintis kemerdekaan bangsa terbentuk.

Presiden pertama RI Soekarno dan tokoh bangsa memperingati Hari Buruh (sumber gambar : berdikarionline.com) 
Presiden pertama RI Soekarno dan tokoh bangsa memperingati Hari Buruh (sumber gambar : berdikarionline.com) 

Perjuangan Kelas Pekerja Tak Pernah Surut

Dalam lintasan sejarah, betapa gigihnya para perintis kemerdekaan berjuang bersama kelas pekerja. Tergambar dalam buku Soekarno yang berjudul "Indonesia Menggugat", yang memberikan semangat dan memompa militansi perjuangan kelas pekerja untuk terus melawan penindasan dan perbudakan.

Bung Karno dalam buku itu juga banyak mengetengahkan hitungan ekonomi dan komparasi terkait dengan berbagai komoditas hasil bumi Indonesia yang dibawa keluar begitu saja oleh kaum kapitalis pada zaman itu.Ironisnya setelah 77 tahun Indonesia Merdeka, negeri ini belum bisa mewujudkan sistem pengupahan yang klop dengan visi para pendiri bangsa.

Dalam konteks kekinian, aksi buruh yang tergabung dalam serikat buruh/pekerja identik dengan perjuangan peningkatan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), menolak adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) secara sepihak oleh pihak perusahaan/pabrik, menolak outsourcing, dan masalah normatif lainnya. Apakah aksi unjuk rasa dengan turun ke jalan akan mampu memenuhi tuntutan para pekerja. Bukankah ada suatu permasalahan yang paling mendasar dan langsung bersentuhan dengan sistem kapitalisme dan oligarki itu sendiri. Kapitalisme merupakan sebuah sistem yang melahirkan langsung kaum buruh sebagai kelas pekerja.

Kelas pekerja/buruh atau proletar merupakan himpunan pekerja yang langsung bersentuhan dengan sistem kapitalisme. Ini relevan dengan apa yang dinyatakan oleh Bung Karno bahwa kaum proletar sebagai kelas adalah hasil langsung daripada kapitalisme dan imperialisme. Mereka adalah kenal dengan pabrik, kenal akan mesin, kenal akan listrik, kenal akan cara produksi kapitalisme. Sedangkan pengertian kapitalisme itu sendiri menurut Bung karno adalah, sistem pergaulan hidup yang timbul dari cara produksi yang memisahkan kaum buruh dari alat-alat produksi.Kapitalisme timbul dari cara produksi yang oleh karenanya menjadi penyebab nilai lebih tidak jatuh ke tangan kaum buruh melainkan hanya dinikmati oleh sang majikan.

Aksi buruh menolak penangguhan upah minimum. (KOMPAS/PRIYOMBODO)
Aksi buruh menolak penangguhan upah minimum. (KOMPAS/PRIYOMBODO)

Gejolak Akibat UU Cipta Kerja

Dalam domain ilmu ketenagakerjaan sistem pengupahan di Indonesia terus mengalami degradasi. Ketentuan dalam aturan turunan UU Cipta Kerja ( kini Perpu Cipta Kerja) dan PP Nomor 78 Tahun 2015 oleh pihak Serikat Pekerja dinilai bertentangan dengan UU nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Selain itu penerapan PP 78 selama ini telah menghapus penentuan struktur upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK). Bagi pekerja yang sudah memiliki masa kerja yang cukup serta jenis pekerjaan yang sudah establish maka upah sektoral merupakan faktor yang sangat penting. Karena terkait dengan struktur upah dan skala upah.

Betapa pentingnya hakikat upah bagi sebuah bangsa. Data ketenagakerjaan termasuk upah sangat vital bagi bangsa Amerika Serikat. Selama ini data tenaga kerja yang berupa laporan non-farm payroll (NFP) menjadi indikator ekonomi utama bagi Amerika Serikat dan dunia. NFP merupakan pengumuman yang paling ditunggu-tunggu oleh pelaku ekonomi seluruh dunia. NFP muncul sebulan sekali pada hari Jumat minggu pertama. Mengukur besarnya pengeluaran dalam pembayaran gaji diluar sektor pertanian dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Meningkatnya Non Farm Payrolls dapat mengakibatkan mata uang menguat dengan drastis dalam hitungan puluhan hingga beberapa ratusan point. Jadi NFP dapat digolongkan indikator very high volatility expected.

Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2/2022 tentang Cipta Kerja pada 30 Desember 2022. Penerbitan itu ditentang keras oleh rakyat, terutama oleh kalangan pekerja/buruh.

Seluruh serikat pekerja/buruh melakukan aksi unjuk rasa besar-besaran bersama elemen lain untuk menentang Perppu yang menurut mereka telah melanggar UUD 1945 dan melecehkan hakikat Res Publika.

Masih sangat relevan pernyataan Bung Karno mengenai hal ihwal dalam menyusun undang-undang atau peraturan pemerintah pada situasi saat ini. Yakni pentingnya mencari selamatnya seluruh rakyat dan bertindak menurut wet-wetnya rakyat itu sendiri. Penyusunan konstitusi negara haruslah dengan entry point Res Publika.

Terkait dengan pembangunan dan kebijakan ekonomi dan sosial harusnya menjunjung tinggi Res Publika. Para pendiri bangsa telah menegaskan, Res Publika Indonesia adalah menempatkan kepentingan rakyat luas/publik sebagai tujuan utama diselenggarakannya pemerintahan NKRI. Bukan malah menempatkan dan mengutamakan kepentingan oligarki kapitalis dalam bingkai undang-undang.

Ilustrasi
Ilustrasi "Kesejahteraan dan Makna Warga Negara" (sumber : KOMPAS.id ) 

Hakikat Upah sebagai Komponen Utama Kesejahteraan Rakyat

Tak bisa dimungkiri, UU Cipta Kerja telah mendegradasi atau menghilangkan pasal-pasal penting dalam UU Nomor 13/2003 terutama yag terkait dengan pengupahan, pesangon PHK, jam kerja/beban kerja, pekerja alih daya, dan pasal-pasal krusial lainnya. Celakanya, eksistensi Perppu 2/2022 lebih sadis lagi karena lebih merendahkan lagi ketentuan yang ada di UU Cipta Kerja.

Serikat pekerja menggugat ketentuan tentang pesangon yang dipangkas menjadi rendah, yakni 3 kali seperti di luar negeri. Karena ketentuan selama ini sebesar 9 kali lebih tinggi. Hal ini oleh kalangan buruh dirasa sangat menyesatkan dan menampar akal sehat, karena gaji di luar negeri sudah sedemikian tinggi.

Sebagai gambaran para pekerja/ buruh pabrik di Amerika Serikat saat ini memperoleh upah 76 kali lebih besar dari yang diterima pekerja pabrik yang bekerja di Indonesia. Dalam empat tahun ke depan, rasio tersebut diproyeksikan mengecil, tetapi perbedaannya masih tetap mencolok, yakni 58 kali. Sebagaimana dikutip dari Bloomberg dari hasil kajian Economist Intelligence Unit.

Sekedar catatan gaji buruh di AS naik sebesar 12 persen sejak 2020 menjadi rata-rata 42,82 dollar AS (Rp 556.000) per jam. Sementara itu, gaji karyawan pabrik di Indonesia hanya mencapai sebesar 74 sen dollar AS (Rp 9.620). Jumlah tersebut jauh lebih rendah dari karyawan negara lain, seperti Cina yang mencapai 4,79 dollar AS per jam, Vietnam 3,16 dollar AS per jam, dan Filipina 3,15 dollar AS per jam.

Dunia telah dicerahkan oleh penerima Nobel Bidang Ekonomi tahun 2021 yang topiknya terkait dengan kenaikan upah minimum. Ternyata kenaikan upah minimum tidak serta-merta berdampak negatif terhadap perekonomian khususnya penyerapan tenaga kerja dan pengangguran.

Berkat penelitian tentang upah, penghargaan Nobel telah diterima oleh tiga ekonom, yaitu David Card, Joshua D. Angrist, dan Guido W. Imbens. David Card adalah seorang profesor ekonomi dari University of California, Berkeley. Dia mendapatkan anugerah Nobel karena peranannya secara substansial dan metodologis pada bidang ilmu ekonomi ketenagakerjaan. Sedangkan Joshua Angrist (MIT) dan Guido Imbens (Stanford) berkontribusi pada sisi metodologi mengenai hubungan sebab akibat (causal relationship) dan juga merupakan penguatan dari metodologi eksperimen alamiah (natural experiment) yang awalnya dikembangkan David Card.

Penelitian Card juga menunjukkan bahwa perbedaan tingkat upah minimum antar wilayah, terutama wilayah yang berdekatan, tidak selalu menimbulkan guncangan pada pasar kerja. Tidak juga mendorong migrasi tenaga kerja yang berlebih antar wilayah yang akhirnya berdampak negatif pada pasar kerja.

Penelitian Card juga menunjukkan bahwa perbedaan tingkat upah minimum antar wilayah, terutama wilayah yang berdekatan, tidak selalu menimbulkan guncangan pada pasar kerja. Tidak juga mendorong migrasi tenaga kerja yang berlebih antar wilayah yang akhirnya berdampak negatif pada pasar kerja.

Secara umum, temuan David Card ini memberikan wawasan baru dalam perdebatan ilmiah tentang dampak kenaikan upah minimum yang selama ini cenderung konvensional. Temuan substansial ini juga dapat menjadi sebuah amunisi bagi para pejuang pro kenaikan upah minimum. Meski kemudian pertanyaannya adalah sampai berapa tinggi upah minimum tersebut layak untuk dinaikkan.

Bagaimana implikasi temuan David Card bagi Indonesia. Menurut guru besar Universitas Brawijaya Malang, Profesor.Devanto, bangsa Indonesia adalah sebuah laboratorium ekonomika ketenagakerjaan yang menarik di mana tingkat upah minimum berbeda antarwilayah. Bahkan, tingkat upah minimum di Indonesia berbeda di level wilayah yang lebih kecil daripada kasus negara bagian di Amerika Serikat, yaitu sampai pada tingkat kabupaten atau kota.

Indonesia dengan kondisi pasar kerja yang unik dan tersegmentasi antara sektor formal dan informal memungkinkan terjadinya pergeseran pekerja dari sektor formal (sektor yang diatur dengan kebijakan upah minimum) ke sektor informal (sektor yang tidak diatur dengan kebijakan upah minimum) ketika upah minimum naik. Sehingga secara agregat, kenaikan upah minimum belum tentu berakibat pada naiknya angka pengangguran atau penurunan penyerapan tenaga kerja. (TS)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun