Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan. Pernah bekerja di industri penerbangan.

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Dampak Depresi Kalangan Profesional Amat Mengerikan

18 April 2024   22:16 Diperbarui: 18 April 2024   22:19 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dampak Depresi Kalangan Profesional Amat Mengerikan

Depresi dokter spesialis memiliki efek berantai terhadap keluarga dan lingkungan kerjanya. Kalangan profesional semakin banyak yang terkena depresi. Beban kerja yang tinggi, kompetensi yang terus berkembang dan penghasilan yang kurang memuaskan menjadi pencetus timbulnya depresi.

Sungguh ironis, profesi dokter apalagi dokter spesialis mestinya memiliki ilmu dan pengetahuan yang mumpuni terkait dengan manajemen stress dan depresi terhadap dirinya. Sungguh mengerikan jika kalangan profesional terserang depresi dan masih bekerja menangani banyak orang. 

Dampak depresi di kalangan profesional sangat mengerikan, seperti tergambar dalam kasus penerbang atau pilot pesawat komersil yang menderita depresi lalu menabrakan pesawatnya terhadap gunung.

Kalangan profesional sangat rentan terkena depresi. Tidak mengherankan jika program pendidikan dokter spesialis begitu penuh tekanan hingga membuat seseorang mengalami depresi, bahkan bunuh diri. 

Hasil skrining Kementerian Kesehatan dilakukan terhadap 12.121 mahasiswa program pendidikan dokter spesialis (PPDS) menyebutkan sebanyak 22,4 persen diantaranya terdeteksi mengalami gejala depresi. Sekitar 3 persen di antaranya bahkan mengaku merasa lebih baik mengakhiri hidup atau ingin melukai diri sendiri dengan cara apa pun.

Selama ini masyarakat mengenal kesehatan kerja itu menyasar masalah fisik atau keselamatan kerja di suatu perusahaan. Sedangkan masalah kesehatan jiwa pekerja profesional sering terabaikan.

Tak kurang dari WHO yang menekankan pentingnya meningkatkan pengetahuan, kesadaran, dan membuat orang melakukan tindakan yang mendorong untuk melindungi kesehatan mental sebagai hak asasi manusia (HAM) setiap orang yang bersifat universal.

Sangat disesalkan, hingga kini Indonesia belum memiliki data yang akurat tentang berbagai aspek gangguan kejiwaan di tempat kerja. Jaminan kesehatan yang secara umum diberikan selama ini belum mencakup dan tidak dapat mengatasi masalah kesehatan jiwa di tempat kerja. Padahal dampak negatif gangguan kerja semakin nyata.

Pekerja banyak yang tanpa sadar terkena masalah kejiwaan tapi tidak mendapatkan penanganan yang baik. Padahal, kalau pikiran, perasaan, dan perilaku mengalami gangguan yang terjadi berturut-turut, mestinya melakukan konsultasi ke ahlinya. Penanganan gangguan jiwa jangan ditunda karena gangguan kejiwaan akan sangat berhubungan dengan masalah lainnya termasuk gangguan fisik.

Masih hangat dalam ingatan public kasus Kopilot pesawat Germanwings penerbangan 9525 yang diduga keras sengaja menjatuhkan pesawat tersebut di pegunungan Alpen Prancis. Otoritas penerbangan tersentak dengan hal tersebut dan langsung melakukan investigasi mendalam termasuk menggeledah tempat tinggal Lubitz sang kopilot untuk mencari petunjuk. Apalagi Lubitz diketahui punya riwayat depresi.

Peristiwa tragis yang menimpa Germanwings membuka mata dunia terkait dengan masih rentannya keselamatan penerbangan di berbagai negara. Faktor beban kerja dan kondisi kesehatan awak pesawat perlu mendapat perhatian yang lebih serius. Masalah kesehatan jasmani dan rohani dari pilot harus diketahui secara pasti sebelum misi penerbangan dimulai.

Tragedi Germanwings harus menjadi perhatian serius bagi otoritas dan praktisi penerbangan di negeri ini. Pasalnya pernah mencuat berita buruk tentang pilot maskapai di negeri ini yang terdeteksi menggunakan narkoba.

Beberapa kasus kecelakaan pesawat terbang disebabkan awak pesawat mengalami kelelahan karena bekerja melebihi jam terbang maksimum. Kondisi bisnis transportasi udara yang mengalami pertumbuhan pesat dewasa ini mendorong perusahaan penerbangan menggenjot produktivitas sebesar-besarnya tetapi kurang memperhatikan postur dan rasio tenaga kerja profesional terutama bagi pilot, kopilot dan teknisi. Akibatnya keselamatan penerbangan tergerus oleh beban kerja awak pesawat yang tidak proporsional.

Langkah untuk menggenjot produktivitas SDM penerbangan dengan cara melebihi beban kerja alami bisa berakibat fatal. Sejarah telah menunjukkan bahwa perusahaan penerbangan di Amerika Serikat, Pan Am mengalami kebangkrutan karena salah dalam mengelola beban kerja karyawannya. Banyak karyawan Pan Am terutama pilot dan teknisinya yang mengalami stress atau depresi akibat beban kerja dan budaya perusahaan yang hanya menggenjot produktivitas.

Profesi pilot berisiko tinggi dengan tanggung jawab yang amat besar karena menyangkut keselamatan banyak orang. Oleh sebab itu faktor kesamaptaan menyeluruh ( total fitness) merupakan syarat wajib bagi pilot yang akan menjalankan tugasnya. Pada prinsipnya kesamaptaan menggambarkan kemampuan fungsional seseorang dalam menjalankan tugasnya tanpa menimbulkan kelelahan atau gangguan psikis yang berarti, dan masih memiliki kemampuan untuk mengatasi kesukaran yang datang tiba-tiba pada dirinya.

Stres atau depresi terhadap pekerja profesional selain menurunkan produktivitas juga bisa membahayakan keselamatan kerja. Kajian pakar sosiologi industri Dickerson dan Karminer menunjukkan perusahaan yang memiliki program kesehatan jiwa di tempat kerja ternyata bisa meningkatkan produktivitas dan mengurangi kecelakaan kerja.

Untuk atasi gangguan kejiwaan di tempat kerja perlu psikiater yang berperan tidak hanya menangani pekerja yang mengalami gangguan jiwa, namun justru untuk membuat program kesehatan jiwa dan mencegah jangan sampai semakin banyak pekerja yang mengalami stres kerja hingga mengidap neurasthenia. Yakni pekerja merasa lelah mental dan fisik yang diikuti rasa pegal-pegal, sakit punggung dan kepala, gangguan lambung, insomnia, dan indikasi lainnya.

Gangguan jiwa bagi pekerja profesional tidak hanya saat masih usia produktif. Hal itu itu akan berlanjut saat usia lanjut. Organisasi profesi, perusahaan dan pemerintah diharapkan memiliki program terobosan terkait dengan solusi untuk mengatasi depresi. (TS)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun