Membaca Fenomena Langit dan Bumi, BMKG Perlu Transformasi
Memperingati Hari Meteorologi Dunia (HMD) setiap tanggal 23 Maret, pikiran kita langsung tertuju kepada Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Peran badan ini sangat penting bagi Indonesia yang kondisi geografisnya memiliki potensi bencana alam yang bisa terjadi terus menerus.
Membaca fenomena langit dan bumi lalu mendapatkan kesinambungan data yang sangat beragam serta melakukan kerjasama terus menerus dengan badan sejenis di negara lain tentunya membutuhkan SDM dan teknologi yang memadai. Begitu pula anggaran untuk BMKG yang selama ini pas-pasan perlu ditambah. Mengingat BMKG mulai dari unit organisasi, peralatan, laboratorium dan kualitas SDM perlu transformasi sesuai dengan perkembangan dunia.
Peringatan HMD dalam tataran nasional yang diwakili oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menekankan antisipasi dan mitigasi menghadapi bencana hidrometeorologi dan gempa bumi.
Akhir-akhir ini Indonesia Indonesia dilanda badai akibat cuaca ekstrim. Banjir bandang menerjang berbagai wilayah, seperti di Semarang, Kudus dan Demak, yang melumpuhkan kehidupan kota. Kemudian disusul dengan gempa bumi yang berpusat di perairan Tuban Jawa Timur. Rentetan bencana alam yang terjadi di negeri ini tentunya membutuhkan panduan dan pemantauan dari BMKG. Pihak pemerintah daerah Berbagai daerah yang mengalami bencana selama ini meminta BMKG agar terus intensifkan Virtual Crisis Center. Baik yang berupa komunikasi pengolahan data, penyebarluasan data dan informasi serta konsultasi dengan pusat dan balai secara virtual. Semua itu butuh effort yang sangat besar dari BMKG.
Selain itu kondisi geografis Indonesia yang sangat rentan terhadap gempa bumi dan bencana hidrometeorologi seperti banjir dan tanah longsor perlu sistem komunikasi massa yang efektif dan ketangguhan sosial untuk menghadapinya.
Eksistensi BMKG tidak bisa terlepas dengan badan serupa di negara lain, serta perlu terus berhubungan dengan badan PBB, yakni Organisasi Meteorologi Dunia (WMO). Yakni organisasi antar-pemerintah di bawah naungan PBB dengan keanggotaan 193 anggota, termasuk 187 Negara Anggota dan 6 Wilayah, yang mengelola layanan meteorologi sendiri. Tujuan utama WMO adalah untuk memfasilitasi kerja sama internasional dalam pengembangan meteorologi dan pertukaran informasi dan teknologi terkait cuaca, iklim, hidrologi, dan bidang lingkungan. Indonesia bergabung dalam WMO pada 16 November 1950.Tahun 2024.
Dalam rangka peringatan HMD 2024, Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) meluncurkan kampanye aksi iklim guna meningkatkan kesadaran secara global dan memobilisasi masyarakat untuk bertindak. Oleh karena itu, tema Hari Meteorologi Sedunia tahun 2024 adalah "Di Garis Depan Aksi Iklim." Aksi itu sangat penting untuk pembangunan berkelanjutan termasuk kesehatan yang baik, akses terhadap air dan sanitasi, serta kebebasan dari kemiskinan dan kelaparan.
Laporan Status Iklim Global WMO mengingatkan semua orang akan pentingnya mengatasi krisis iklim. Di seluruh dunia, masyarakat sudah menderita akibat dampak negatif perubahan iklim. Meningkatnya suhu, cuaca ekstrem, panas dan pengasaman laut, menyusutnya es dan gletser berdampak pada kesehatan manusia, perekonomian, dan ekosistem. Ilmu pengetahuan menunjukkan bahwa dampak negatif semakin meningkat dan beberapa perubahan berisiko menjadi tidak dapat diubah.
Aksi iklim sangat penting untuk pembangunan berkelanjutan, termasuk kesehatan yang baik, akses terhadap air dan sanitasi serta kebebasan dari kemiskinan dan kelaparan. Tidak ada jalan bagi pembangunan manusia tanpa memprioritaskan aksi iklim.