Peringatan Hari Air Sedunia atau World Water Day tanggal 22 Maret 2024 masih disertai dengan air mata kita melihat cengkeraman limbah terhadap sumber air, aliran sungai dan infrastruktur pengairan. Mampukah negeri kita membebaskan air dari cengkeraman limbah?
Sejak PBB melalui UN WATER menetapkan Hari Air, masalah wastewater atau air limbah terus mencekeram siklus hidrologi. Hingga kini 80 persen air limbah mengalir begitu saja ke sungai, laut dan ke tempat yang lain tanpa melalui proses pengolahan.
Disisi lain ketersediaan air untuk air baku air minum dan agraria masih kurang. Air baku tidak sebanding dengan jumlah permintaan dan kebutuhan, seiring meningkatnya jumlah penduduk dunia.
Masalah limbah dan sampah padat yang mencemari sungai, waduk dan bendungan kini masih mencengkeram perikehidupan bangsa Indonesia. Bahkan bendungan terbesar di tanah air yakni Jatiluhur yang menjadi pemasok air baku untuk warga Jakarta dan sekitarnya masih saja tercium bau yang kurang sedap.Â
Pencemaran sungai dan infrastruktur pengairan menimbulkan bencana lingkungan dan mengganggu kesehatan. Selain itu juga bisa merusak infrastruktur pembangkit listrik dan mendangkalkan dasar bendungan. Yang pada gilirannya akan memperpendek umur dan melemahkan kekuatan konstruksi bendungan.
Peringatan Hari Air Sedunia sebaiknya tidak sebatas kampanye, butuh tindakan konkrit dan tegas untuk melindungi pengelolaan sumber daya air dari bermacam modus pencemaran limbah dan sampah padat. Pencemaran sungai, danau, dan bangunan air harus ditindak tegas sesuai dengan peraturan dan undang-undang yang lengkap.
Pencemaran sungai, danau, dan bangunan air semakin parah dan kurang ada tindakan sesuai dengan undang-undang. Bappenas menyatakan bahwa tingkat kerugian akibat pencemaran air mencapai 2,3 persen per tahun dari PDB (produk domestik bruto) atau sekitar Rp57 triliun. Daerah aliran Sungai (DAS) Ciliwung dan Citarum merupakan dua sungai yang terpapar pencemaran paling parah di negeri ini.
Kebijakan pembangunan sungai yang selama ini menekankan aspek hidrologi murni dengan berbagai proyek infrastruktur untuk meluruskan aliran sungai, ternyata kurang efektif untuk memperbaiki mutu air dan mencegah banjir.Â
Bahkan tanggul-tanggul anak sungai kondisinya sangat ringkih sehingga mudah jebol diterjang aliran sungai yang sedang meluap. Pemerintah daerah banyak yang tidak berdaya memelihara tanggul dan normalisasi sempadan sungai.