Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan. Pernah bekerja di industri penerbangan.

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Ketahanan Air Indonesia Masih Lemah, Infrastruktur Pengairan Masih Kerdil

22 Maret 2024   09:52 Diperbarui: 22 Maret 2024   10:07 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi  peringatan Hari Air Sedunia setiap 22 Maret.(sumber : Kompas.com/Wasti Samaria Simangunsong)

Berawal di tahun 1930-an, di tengah gurun Negev. Seorang insinyur pengairan bernama Simcha Blass menemukan fenomena penting. Ia memperhatikan bahwa satu pohon di tanahnya tampaknya bertumbuh lebih cepat daripada tanaman di sekitarnya. Ternyata ada pipa air yang bocor dekat pohon tersebut sehingga mengairi tanah di sekitarnya, setetes demi setetes dalam waktu yang teratur. Lalu Blass mulai berinovasi dan akhirnya berhasil menciptakan sistem irigasi tetesan yang terkenal hingga kini.

Saat ini sistem tersebut digunakan ratusan negara, termasuk di negara-negara seperti Peru, Senegal, Mesir, Rusia, Meksiko dan Amerika Serikat. Alasan kesuksesannya adalah karena dibandingkan dengan sistem penyiraman biasa, sistem irigasi tetes menggunakan hanya setengah dari jumlah air yang digunakan alat penyiraman konvensional.

Pembangunan bendungan merupakan upayanya untuk memaksimalkan tabungan air hujan. Selain bendungan, embung penampung air juga harus banyak dibangun dengan peruntukan utama untuk mengairi lahan pertanian. Pembangunan bendungan tidak hanya ditujukan untuk keperluan penampungan air saja namun bersifat multifungsi, misalnya untuk pembangkit listrik, pengendalian banjir, perikanan, rekreasi dan lain-lain.

Indonesia perlu mencontoh budaya dan visi pembangunan infrastruktur pengairan dari Tiongkok. Karena bangsa itu sangat visioner dan progresif dalam membangun bendungan. Visi pemimpin Tiongkok dalam membangun infrastruktur pengairan sangat luar biasa sehingga bisa mengalahkan Amerika Serikat. Visi untuk membangun bendungan yang membentang di Sungai Yangtze telah ada sejak delapan puluh tahun yang lalu pada masa kepemimpinan Sun Yat Sen. Dia adalah pemimpin Tiongkok yang melihat sungai terbesar di negeri itu sebagai otot bangsa. Jika otot itu diaktifkan akan mampu mengangkat bangsa itu dari keterbelakangan. Sebagai otot bangsa, maka sungai Yangtze dan sungai Kuning bisa menghasilkan tenaga listrik sebesar seratus juta tenaga kuda.

Jika dianalogikan satu tenaga kuda setara dengan delapan orang kuat, seratus juta tenaga kuda akan setara dengan kekuatan delapan ratus juta orang. Itupun, tenaga manusia hanya dapat digunakan delapan jam sehari, sedangkan tenaga kuda mekanis dapat digunakan selama dua puluh empat jam nonstop. Jika bisa memanfaatkan air sungai Yangtze dan sungai Kuning untuk menghasilkan seratus juta tenaga kuda energi listrik, maka setara dengan mempekerjakan empat ratus juta orang. Visi besar pemimpin Tiongkok itu kini telah terwujud dengan selesainya pembangunan fisik bendungan yang bernama Tiga Jurang. Bila dibandingkan dengan bendungan Hoover yang merupakan bendungan terbesar di Amerika Serikat, maka Tiga Jurang atau Tiga Ngarai sebesar enam kali lebih panjang dan delapan kali lebih kuat daripada Hoover. (TS)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun