Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan. Pernah bekerja di industri penerbangan.

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Ketahanan Air Indonesia Masih Lemah, Infrastruktur Pengairan Masih Kerdil

22 Maret 2024   09:52 Diperbarui: 22 Maret 2024   10:07 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lanskap Bendung Rentang di Jatitujuh, Majalengka, Jawa Barat, ( Sumber : KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO)

Masalah koordinasi pengelolaan air selama ini terjadi tumpang tindih dan respon yang lambat terkait masalah distribusi dan kebutuhan air untuk pertanian, industri dan rumah tangga. Hingga kini pengelolaan air belum efektif. Padahal laju peningkatan kebutuhan air mencapai 12 persen per tahun.

Meskipun 75 persen Planet Bumi tertutup oleh air, banyak negara di seluruh dunia mengalami kekurangan pasokan air tawar. Banyak air di laut, tetapi mengubah air laut yang berkandungan garam menjadi air tawar atau desalinasi selama ini sangat mahal. Karena sumber air tawar semakin berkurang, warga dunia dipaksa berpikir keras untuk berinovasi guna menemukan cara desalinasi yang lebih murah.

Kini teknologi desalinasi sudah berhasil menghemat biaya karena prosesnya lebih sederhana, dan lebih sedikit bahan kimia digunakan dalam menjalankan prosesnya. Menurut Asosiasi Desalinasi Internasional, ada lebih dari 19.000 pabrik atau instalasi desalinasi di seluruh dunia yang mampu memproses lebih dari 92 juta ton air setiap hari.

Para ahli ekologi tanaman menyatakan bahwa setiap peningkatan temperatur satu derajat celcius bisa menyebabkan penurunan produksi tanaman pangan seperti gandum, padi, dan jagung sebesar 10 persen. Sekedar catatan, selama tiga dasawarsa terakhir temperatur rata rata permukaan bumi meningkat sebesar 0,7 derajat celcius.

Laju peningkatan kebutuhan air irigasi mencapai 12 persen per tahun. Rendahnya perluasan sawah irigasi di Indonesia antara lain disebabkan oleh kecilnya anggaran untuk membangun infrastruktur irigasi dan derasnya konversi lahan sawah beririgasi sejak dua dasawarsa terakhir, khususnya di pulau Jawa.

Yang lebih menyedihkan lagi adalah pembangunan infrastruktur irigasi skala besar dalam waktu singkat terjadi salah urus. Contohnya setelah sistem irigasi Daerah Aliran Sungai (DAS) Cisadane direhabilitasi dengan dana pinjamanan dari World Bank, tidak lama kemudian sebagian sawah irigasinya dikonversi menjadi kawasan industri, perluasan kota, dan lapangan terbang. Hal serupa juga telah dialami oleh DAS yang lainnya.

Irigasi yang merupakan usaha penyediaan dan pengaturan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi tambak harus dikelola dengan sistem yang baik. Sistem irigasi meliputi prasarana irigasi, air irigasi, manajemen irigasi, kelembagaan pengelolaan irigasi, dan sumber daya manusia.

Foto udara Bendungan Tiga Ngarai di Tiongkok. ( sumber gambar : Detik.com )
Foto udara Bendungan Tiga Ngarai di Tiongkok. ( sumber gambar : Detik.com )

Pembangunan Infrastruktur Pengairan

Bendungan atau waduk merupakan infrastruktur pengairan yang sangat penting. Jumlah bendungan atau waduk di Indonesia terlalu sedikit bila dibandingkan dengan negara lain. Itupun dengan catatan sebagian sudah berumur tua warisan kolonial Belanda. Jumlah bendungan di Indonesia dengan berbagai ukuran hingga 2023 hanya berjumlah 279 buah dengan kondisi bendungan yang sarat masalah, seperti pendangkalan, pencemaran dan masalah kerusakan sungai. Dari jumlah bendungan diatas, 42 bendungan berkinerja rendah atau buruk, 30 buah berkinerja sedang, dan yang masih berkinerja baik hanya 50 buah. Sisanya belum diaudit kinerjanya, namun bisa dipastikan sarat dengan masalah. Sementara Tiongkok memiliki jumlah bendungan 20.000 buah, Amerika Serikat 6.000 buah, Jepang 2.650 buah, dan India 1.500 buah.

Terkait kebutuhan air bagi warga dunia, kini seluruh bangsa menaruh perhatian besar terhadap sistem irigasi pertanian yang cerdas. Seperti sistem irigasi tetesan hasil inovasi Israel yang sangat terkenal. Tidak mengherankan jika negara besar seperti Tiongkok dan India yang memiliki masalah kekeringan, tanah tandus atau gurun untuk budidaya tanaman pangan. Karena begitu strategisnya teknologi irigasi tetes yang bersifat cerdas dan dilengkapi dengan aplikasi spasial atau sistem informasi geografis, sampai-sampai BUMN Tiongkok membeli perusahaan Israel yang memproduksi sistem dan peralatan irigasi diatas, yakni Auto Agronome Israel. Reputasi perusahaan yang diakuisisi oleh BUMN Tiongkok tersebut sangat tinggi. Terbukti selama ini komoditas buah-buahan, sayuran, gandum dan aneka bunga potong tumbuh subur di padang pasir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun