"Alhamdulilah, tidak terjadi hujan badai yang seperti biasa sering menyebabkan banjir di kawasan Rancaekek dan sekitarnya," tutur istri saya, sambil tersenyum dan melanjutkan pekerjaan setrika baju.
Tak lama kemudian sekitar jam 15.30 istri saya banyak menerima pesan video dan gambar dari kawan-kawan sekerjanya.Â
Dalam kiriman WA itu terlihat kondisi salah satu cabang toserba tempat istri saya bekerja porak poranda diterjang angin puting beliung atau badai yang luar biasa dahsyatnya.Â
Atap hanggar jebol, dan berterbangan, beberapa pohon disekitarnya roboh. Kanopi, genting dan benda-benda yang tipis tampak terlempar berserakan dalam radius yang cukup jauh.
Melihat dan membaca pesan di atas, saya langsung menuju sawah depan rumah dan masih terlihat awan hitam dan bentuk bidang corong tampak bergerak ke atas lalu menghilang dan langit menjadi terang Kembali.
Sekitar jam 16.00 jagat sosial media dipenuhi oleh konten-konten terkait dengan bencana angin puting beliung yang sangat dahsyat yang menimpa beberapa bangunan di Kawasan Rancaekek sebelah timur, di sepanjang Jalan Raya arah Garut.
Tahun lalu, di perumahan Rancaekek sebelah timur, tidak jauh dari lokasi kejadian saat ini juga terjadi angin ribut yang sangat dahsyat.Â
Menghancurkan genting, atap,kanopi di salah satu komplek perumahan dengan tingkat kerusakan yang parah. Sejak kami tinggal di Rancaekek, daerah ini memang tergolong daerah dengan hembusan angin yang kencang, meskipun musim kemarau.Â
Selain itu intensitas sambaran petir juga cukup tinggi. Rancaekek adalah daerah aneka bencana, selain banjir yang terus melanda, kini juga lahir bencana bertajuk "Tornado Rancaekek".
Kejadian puting beliung dahsyat yang mirip dengan "anak" badai Tornado di Amerika Serikat, membuat saya penasaran dan langsung teringat kepada salah satu pakar di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yakni Peneliti Ahli Utama Klimatologi dan Perubahan Iklim, PRIMA-BRIN, Doktor Erma Yulihastin.