Mohon tunggu...
Totok Siswantara
Totok Siswantara Mohon Tunggu... Freelancer - Menulis, memuliakan tanaman dan berbagi kasih dengan hewan

Pembaca semangat zaman dan ikhlas memeluk takdir

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Dirty Vote, Media Pendidikan Politik yang Mencerdaskan

12 Februari 2024   16:56 Diperbarui: 12 Februari 2024   16:56 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster Film Dirty Vote (sumber KOMPAS.com ) 

Dirty Vote, Media Pendidikan Politik yang Mencerdaskan

Wajah demokrasi di negeri ini yang kondisinya compang-camping berusaha disulam lagi dengan Film yang berjudul Dirty Vote, Sebuah Desain Kecurangan Pemilu 2024. Lusuhnya bendera demokrasi bukan alasan bagi tiga pendekar demokrasi yang juga pakar hukum tata negara untuk menutup mata terhadap bentuk-bentuk kecurangan pemilu yang sangat memalukan.

Dirty Vote sangat jitu untuk mewujudkan program civic education atau pendidikan politik bagi rakyat luas. Selam aini rakyat belum pernah diberikan pendidikan politik yang baik dan menyehatkan. Belum ada petinggi republik yang mau bersusah payah menghadirkan pendidikan politik yang baik. 

Ironisnya Presiden Joko Widodo dan keluarganya justru mempertontonkan sikap yang kurang terpuji terkait dengan pendidikan politik dan demokratisasi bangsa. Rakyat melihat sikap Jokowi sering plintat-plintut dan tidak konsisten menghadapi tahapan Pemilu 2024. Sejarah mencatat Jokowi telah mewariskan hal buruk tentang proses demokratisasi dan merusaknya dengan cara nepotisme, oligarki dan politik dinasti.

Poster Film Dirty Vote (sumber KOMPAS.com ) 
Poster Film Dirty Vote (sumber KOMPAS.com ) 

Sambutan publik sangat luar biasa terkait penayangan Dirty Vote, sebuah film dokumenter yang dibintangi oleh tiga pakar hukum tata negara . Film Dirty Vote disutradarai oleh Dandhy Dwi Laksono. Mengungkap indikasi dan bukti-bukti kecurangan pemilihan umum (Pemilu) 2024. Bintang film semuanya berlatar belakang pakar hukum tata negara yakni Bivitri Susanti, Feri Amsari, dan Zainal Arifin Mochtar. 

Ketiganya adalah intelektual publik yang selalu hadir membela kepentingan rakyat, menegakkan hukum dan menyelamatkan demokrasi. Dalam film tersebut, ketiganya mengungkap penggunaan instrumen kekuasaan yang diduga dan ada yang sudah terbukti untuk tujuan memenangi pemilu dan dinilai merusak tatanan demokrasi.

Sutradara Dandhy Dwi Laksono sangat cemerlang dalam memproduksi film. Sebelumnya Dandhy juga telah memproduksi Sexy Killer yang merupakan film yang mengungkapkan kehancuran lingkungan hidup dan sosial akibat pertambangan batu bara yang gila-gilaan di negeri ini.

Animo publik terhadap Dirty Vote sangat besar, mengutip KOMPAS.TV, Per Senin (12/2/2024) pukul 09.00 WIB, film dokumenter Dirty Vote yang tayang di Youtube mulai Minggu (11/2/2024), telah ditonton sebanyak total lebih dari 6,4 juta kali.

Angka tersebut berdasarkan pantauan Kompas.tv terhadap tiga kanal YouTube yang memutar film dokumenter tersebut. Di kanal resmi Dirty Vote, per Senin pukul 09.00 WIB, film tersebut telah ditonton 3.305.925 kali. Kemudian di dua kanal YouTube lainnya, yakni PSHK Indonesia dan Refly Harun, Dirty Vote telah ditonton masing-masing 2.235.800 kali dan 895.651 kali. Sehingga film tersebut telah ditonton total sebanyak 6.437.376 kali.

Menurut Bivitri Susanti atau biasa dipanggil Bibip, film ini adalah rekaman sejarah tentang rusaknya demokrasi di Indonesia. Film Dirty Vote 2024 mengguncang jagat sosial media ketika masa kampanye sudah bertransisi ke masa tenang pemilu. Kecurangan pemilu menjadi hal yang tabu namun ramai jadi sorotan di kalangan masyarakat. Setelah kemunculan putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam kontestasi Pilpres 2024, sentimen publik pada keluarga istana kian negatif. Pasalnya, Gibran dinilai naik menjadi status cawapres Prabowo Subianto dengan cara yang salah dan melanggar konstitusi. Dengan kejadian tersebut public menyebutnya anak haram demokrasi.

Bivitri menekankan masyarakat harus menyadari adanya kecurangan yang sangat serius terkait Pemilu 2024. Sebagai seorang dosen di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Bivitri menilai bahwa Pemilu 2024 tidak bisa dianggap remeh. Film Dirty Vote bertujuan untuk mengungkap praktik-praktik kotor yang dilakukan oleh politisi untuk memanipulasi pemilih demi kepentingan pribadi mereka. 

Harapannya, melalui film ini, masyarakat dapat mempertimbangkan tindakan apa yang seharusnya diambil terhadap pejabat yang terlibat dalam kecurangan. Zainal Arifin Mochtar menyebut film ini sebagai sebuah "monumen" yang akan mengingatkan kita akan peran kita dalam memilih seorang pemimpin.

Sangat lucu jika respons TKN Prabowo-Gibran seperti orang yang kebakaran jenggot. Sedangkan TPN Ganjar-Mahfud menyatakan film itu bagus dan menyatakan jangan ada pihak yang baperan dan cepat lapor Polisi. Jika TKN Prabowo-Gibran terburu nafsu lapor polisi, justru akan menjadi bumerang.

Tak kurang dari Wakil Presiden (Wapres) ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK), merespons tudingan kubu tim kampanye nasional (TKN) Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka yang menyebut film Dirty Vote fitnah. JK meminta kubu TKN membuktikan tuduhan itu.

JK mengaku sudah menonton film berdurasi 1 jam 57 detik itu sampai tuntas. Menurut dia, data yang dipaparkan dalam film tersebut cukup lengkap. Menurut JK, film itu masih ringan menggambarkan soal dugaan kecurangan di Pemilu 2024. Sebab, masih ada sejumlah peristiwa lain seperti pembagian bantuan sosial (bansos).

Film Dirty Vote searah dengan Gerakan para akademisi di berbagai kampus yang selama ini mengeluarkan seruan, petisi, manifesto yang mengedepankan aspek demokrasi yang waras dan bermartabat. Para akademisi ingin terwujudnya taman sarinya demokrasi di negeri ini. Dan mencegah kejahatan demokrasi beserta hal-hal yang bisa membusukkan. Akademisi mengingatkan rakyat agar jangan terjebak dalam kultus individu penguasa negeri dan turunannya.

Bivitri Susanti sedang memberikan materi kepada aktivis serikat pekerja ( dokpri ) 
Bivitri Susanti sedang memberikan materi kepada aktivis serikat pekerja ( dokpri ) 

Melewati dan mencermati beberapa kali Pemilu di negeri ini, saya perlu mengucapkan terima kasih kepada mantan Presiden Amerika Serikat Bill Clinton. Karena pada bulan November 1998 di Seoul dirinya bicara super keras mendesak pemerintah Indonesia pada saat itu agar tidak mengulangi lagi bentuk-bentuk kejahatan demokrasi khususnya pada Pemilu 1999. Sepertinya pernyataan Clinton tersebut masih sangat relevan pada Pemilu 2024 saat ini. Karena tanda-tanda kejahatan demokrasi mulai mencuat lagi.

Ada empat postulat yang ditegaskan oleh Clinton sebagai warning. Postulat pertama menekankan pentingnya pemerintahan di Indonesia yang kredibel yang lahir dari rahim Pemilu yang bersih dan bebas kecurangan. Kedua, pemerintahan hasil pemilu tersebut hendaknya tidak lagi bersandar kepada militer atau kepolisian yang bersikap tidak netral. Ketiga, bentuk-bentuk kejahatan demokrasi yang telah berlangsung selama rezim orde-baru hendaknya tidak terulang lagi. 

Keempat, sistem pemilu hendaknya meminimalisasi kerugian politik di pihak rakyat. Utamanya memberikan akses yang seluas-luasnya kepada seluruh lapisan rakyat tanpa terkecuali untuk memilih dan dipilih tanpa ada embel-embel diskriminasi politik dalam bentuk persekongkolan apapun seperti nepotisme. Postulat Clinton tersebut suka atau tidak telah menjadi tonggak penting untuk menyuburkan taman sarinya demokrasi di Indonesia sejak saat itu.

Dengan adanya film Dirty Vote episode yang pertama, dan mungkin akan disusul dengan episode berikutnya, maka dunia internasional menjadi tahu tentang kondisi demokrasi di Indonesia. Negara lain tentunya sangat berkepentingan menjadi iklim demokrasi yang sehat di Indonesia. Jangan heran jika ada negara lain yang mulai membocorkan dokumen terkait dengan sisi gelap capres atau cawapres yang menjadi peserta Pemilu 2024. (TS)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun